Nasional

Berhasil Dipertahankan, Kajian Disertasi di UI Tunjukkan Peran Strategis NU sebagai Aktor Perdamaian Global di Palestina

NU Online  ·  Rabu, 2 Juli 2025 | 08:00 WIB

Berhasil Dipertahankan, Kajian Disertasi di UI Tunjukkan Peran Strategis NU sebagai Aktor Perdamaian Global di Palestina

Peran NU strategis sebagai aktor perdamaian global di Palestina. (Foto: NU Online/Freepik)

Jakarta, NU Online

Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia (SKSG UI) mengukuhkan gelar doktor kader muda NU Eneng Ervi Siti Zahroh Zidni berpredikat sangat memuaskan dalam Sidang Terbuka Promosi Doktor di Kampus UI Salemba, Jakarta Pusat, Selasa (1/7/2025). Penelitian Ervi membahas salah satu konflik paling pelik di dunia, Israel-Palestina. 


Disertasi Ervi yang berjudul Peran Non-State Actor Dalam Perdamaian Dunia Studi Kontribusi NU dalam Resolusi Konflik Israel-Palestina tidak hanya memetakan tragedi kemanusiaan yang berkepanjangan dengan pelanggaran HAM berat yang tak kunjung usai, tetapi secara tajam menyoroti peran strategis aktor non-negara, khususnya Nahdlatul Ulama (NU), dalam merajut perdamaian.


Dalam paparannya yang disiarkan langsung dalam kanal Youtube Malnu TV, Ervi menegaskan bahwa kompleksitas konflik Israel-Palestina membutuhkan pendekatan baru yang dapat melampaui jalur-jalur formal yang kerap mandek. Kepentingan politis segelintir negara melalui hak veto dan diabaikannya konsensus PBB menjadi faktor penghambat penyelesaian konflik Israel-Palestina. Menurutnya, sebagai organisasi masyarakat sipil berbasis agama terbesar di Indonesia NU muncul sebagai aktor perdamaian global yang memiliki legitimasi, kapasitas, dan jejak sejarah unik. 


“Peran Non-State Actor seperti NU menjadi penting karena mereka menawarkan pendekatan alternatif yang lebih fleksibel berbasis masyarakat dan akar rumput,” terang Pengurus Pimpinan Pusat Fatayat NU itu. 


Melalui pendekatan multi-jalur yang tepat, NU memadukan diplomasi kelembagaan yang solid dengan peran krusial tokoh-tokohnya, gerakan filantropi yang masif, serta mobilisasi sosial-keagamaan yang mengakar. Konsistensi perjuangannya bahkan tercatat sejak 1938 melalui Muktamar ke-13 di Menes, Banten, dan terwujud dalam aksi nyata seperti Pekan Rajabiyah serta penggalangan dana Falistina Fund yang mengumpulkan dana signifikan.


Lebih dari sekadar bantuan kemanusiaan, Ervi menjelaskan ciri khas strategi diplomasi NU yang mengintegrasikan second-track diplomacy dan multi-track diplomacy yakni dengan secara aktif membangun jembatan melalui dialog antaragama yang otentik seperti penyelenggaraan R20 dan R20 ISORA. 


Melalui dialog antaragama yang kerap digagas NU, Ervi memaparkan banyaknya terma yang sebenarnya mengandung ajaran sama dari agama dan kepercayaan yang berbeda.


“Misalnya saja terma rahmah yang ada dalam Islam berarti kasih sayang, sedangkan dalam bahasa Ibrani (yang digunakan umat Yahudi) rahmah juga artinya kasih sayang,” paparnya.


Dengan begitu Ervi berpendapat tawaran konsep agama sebagai solusi yang digaungkan NU menjadi langkah yang akan berdampak signifikan dalam pewujudan perdamaian global, bukan menjadikan agama sebagai sumber konflik yang membungkus kepentingan politik.


Selain itu, advokasi kemanusiaan yang gigih dan dukungan kuat terhadap hak-hak rakyat Palestina secara konsisten masih terus dilakukan oleh NU. Pernyataan ini bukan hanya sanggahan akademis, melainkan pengakuan terhadap praktik perdamaian berbasis keimanan yang konkret dan transformatif.


Sidang terbuka disertasi Ervi ini dihadiri Mustasyar PBNU KH Zakky Mubarok dan KH As’ad Said Ali, serta Anggota DPR RI Ida Fauziyah.