Saat pemilihan kepala daerah (pilkada) dan berbagai even politik menjelang pemilu 2009, warga Nahdlatul Ulama (Nahdliyin) kerap dihadapkan pada persoalan dilematis. Sebab, tak jarang even-even politik tersebut membuat warga NU terpecah-belah seiring beragamnya dukungan terhadap calon atau partai tertentu.
Namun sebenarnya tak ada yang perlu menjadi musykil, apalagi sampai saling bermusuhan, apabila warga NU tetap berpegangan kepada jatidiri NU-nya. “Politik itu kan hanya wasilah atau jembatan. Jadi kenapa mesti kerukunan dikorbankan kalau itu hanya washilah,” kata KH Muhyiddin Abdusshomad, pengasuh Pondok Pesantren Nurul Islam, Jember, Jawa Timur.<>
Pengarang kitab Al-Hujaj al-Qatiyyah fi Shihhatil Mu’taqidat wal ‘Amaliyyat an-Nahdliyyah (buku tentang dasar-dasar hukum bagi ibadah warga NU) itu menyampaikan pesannya saat memberi wejangan dalam acara Halal Bihalal pengurus NU kecamatan (MWCNU) Sukorambi, Jember di rumah Ust Hartono, Sukorambi, Ahad (26/10).
Kiai Muhyiddin mempersilakan warga NU mendukung parpol yang disukai asalkan tetap menjaga kerukunan. Dikatakannya, kerukunan dan kepedulian pengurus NU terhadap masyarakat menjadi modal utama NU dalam mengembangkan misinya.
Orang yang terlalu cinta politik, tambahnya, seringkali mengabaikan kerukunan. Sehingga kepeduliannya kepada warga juga berkurang. Ia juga menandaskan, dewasa ini banyak pengurus NU di hampir semua tingkatan begitu tinggi syahwat politiknya.
Ketua PCNU Jember itu mengajak para kader NU untuk tidak loyo ketika harus menghadiri acara NU. “Jika di acara partai itu ada uangnya, tapi menghadiri acara NU itu lebih besar barokahnya, insyaalah,” katanya.
Kiai Muhyiddin juga mengajak pengurus NU untuk menghidupkan mushalla-mushalla sebagai tempat menyebarkan ajaran Islam Ahlussunnah wal jama’ah. Mushalla, ujarnya, merupakan kekuatan NU.
“Kalau mushalla sudah ditinggalkan, maka lambat laun kita akan habis,” terangnya. Acara Halal Bihalal tersebut dihadiri oleh semua pengurus MWCNU dan ranting NU se-Kec. Sukorambi. Hadir juga, pengurus MWCNU Kaliwates, dan tak ketinggalan beberapa tokoh partai, seperti PAN, PKB dan beberapa simpatisan partai politik lainnya.
Mustasyar PBNU KH Muchith Muzadi (Mbah Muchith) sebelumnya telah mempersilakan para kader NU bergabung dengan lembaga, instansi atau partai apapun asal tidak meninggalkan identitas ke-NU-an.
“Partainya boleh apa saja, instansinya boleh apa saja, kelompoknya boleh apa saja, yang penting organisasinya tetap NU,” kata sesepuh NU itu kepada NU Online di Jember beberapa waktu lalu.
Satu hal yang perlu mendapatkan perhatian ketika kader NU bergabung dengan partai politik apapun, bahwa kesetiaan pada instansi baru itu tidak boleh mengalahkan kesetiaannya pada NU. “Jangan sampai terlalu menuruti orang lain, tapi malah mengabaikan NU,” pesannya. (ary/sbh)
Terpopuler
1
Santri Kecil di Tuban Hilang Sejak Kamis Lalu, Hingga Kini Belum Ditemukan
2
Pastikan Arah Kiblat Tepat Mengarah ke Ka'bah Sore ini
3
Sound Horeg: Pemujaan Ledakan Audio dan Krisis Estetika
4
Perbedaan Zhihar dan Talak dalam Pernikahan Islam
5
15 Ribu Pengemudi Truk Mogok Nasional Imbas Pemerintah Tak Respons Tuntutan Pengemudi Soal ODOL
6
Operasional Haji 2025 Resmi Ditutup, 3 Jamaah Dilaporkan Hilang dan 447 Meninggal
Terkini
Lihat Semua