Warta TRADISI ISLAM

Shalawat Badar Disenangi Muslim Malaysia

NU Online  ·  Sabtu, 27 November 2010 | 03:00 WIB

Jakarta, NU Online
Muslim Malaysia menyenangi shalawat Badar yang disenandungkan dalam acara silaturahim Lembaga Zakat Selangor-Lembaga Amil Zakat dan Shadaqoh Nahdlatul Ualama (Lazisnu) di gedung PBNU, Jakarta (26/11).

Dalam acara tersebut, shalawat Badar disenandungkan setelah pembacaan ayat Al-Qur'an. Sewaktu shalawat bergema, semua tamu undangan berdiri dan ikut bersendung, tak terkecuali tamu dari Malays<>ia.

"Saya senang, alhamdulillah, dapat mendengar shalat badriyah yang disenandungkan ustadz tadi. Suaranya merdu. Ini pertama kali saya mendengar shalwat di dalam upacara organisasi," komentar Abdul Halim Din (36), Ketua Unit Dakwah Strategik Lembaga Zakat Selangor (LZS).

Dia mengatakan, di Malaysia shalawat Badar disenandungkan di upacara-upacara pernikahan, khitanan, cukur jambul (mencukur rambut bayi, red.), ceramah keagamaan dan sebagainya.

"Waktu remaja saya hafal sholawatan. Tapi sekarang tidak lagi, karena tidak diamalkan. Mendengar di acara tadi, saya hendak melanghafal lagi," ungkapnya.

Ketika ditanya asal usul shalawat badar, Abdul Halim mengaku tidak tahu menahu. "Saya juga heran, tidak mengerti tapi saya menggemarinya," katanya.

Senada dengan Abdul Halim, Mohd Shukri (33) yang mengikuti rombongan LZS juga menyatakan kesukaanya pada shalawat Badar. "Saya hafal sampai sekarang. Dulu menghafal ketika belajar di sekolah menengan agama," ungkap Shukri, sarjana di bidang Syariah. Di Lembaga Zakat Selangor, Majlis Agama Islam Selangor, Mohd Shukri menjabat sebagai Penolong Ketua Daerah Petaling (setingkat kabupaten).

Kecuali para santri yang sadar dengan sejarah, di Indonesia juga banyak yang tidak mengetahui sejara shalawat Badar. Rangkaian shalawat berisi tawasul dengan nama Allah, dengan Nabi Muhammad, serta para sahabat yang berhihad di peperangan Badar.

Shalawat Badar diciptakan untuk menandingi lagu genjer-genjer yang sering disuarakan Partai Komunis Indonesia (PKI).

Adalah Kiai Ali Manshur yang menciptakan shalawat ini, sekitar tahuna 1960. Ia adalah cucu dari KH Muhammad Shiddiq, Jember. Kiai Ali juga merupakan keponakan dari KH Ahmad Qusyairi, ulama yang menulis kitab Tanwirul Hija. Kitab inilah yang telah disyarahkan oleh Habib ‘Alawi bin ‘Abbas bin ‘Abdul ‘Aziz al-Maliki al-Hasani, dengan judul Inaratud Duja. (hh)