Prof Ahmad Zahro: Yang Tradisionalis itu Muhammadiyah
NU Online · Senin, 1 Oktober 2007 | 04:34 WIB
Sidoarjo, NU Online
Sudah sejak lama NU dikatagorikan sebagai organisasi kaum tradisionalis, yang dalam pengertian negatif dikesankan sebagai kaum tertinggal. Sedangkan Muhammadiyah dikatakan sebagai modern yang identik dengan kemajuan.
Padahal sejatinya tidaklah demikian. Jika terma tradisional didefinisikan seperti itu, maka yang terjadi justru sebaliknya. “Yang tradisionalis itu Muhammadiyah, bukan NU,” kata Prof Dr H Ahmad Zahro, MA, Direktur Pascasarjana IAIN Sunan Ampel Surabaya.
<>Pernyataan Zahro itu disampaikan dalam acara bedah buku Fiqih Tradisionalis karya KH Muhyiddin Abdusshomad, di Masjid Agus Sidoarjo pada Ahad (30/9). Pelaksana acara adalah Jam’iyah Dirasah Al-Quranul Karim Masjid Agung Sidoarjo. Jam’iyah ini dipimpin oleh KH Sholeh Qosim, yang juga Ketua LTMI PC NU Sidoarjo.
Zahro menandaskan pernyataannya itu dari kajian ilmiah yang selama ini digelutinya. Sebab berdasarkan standar kajian ilmiah internasional, mereka yang mendasarkan pemikirannya pada Hadits semata, dinamakan kaum tradisionalis. Ini banyak dianut oleh Muhamamdiyah. Sedangkan mereka yang mendasarkan pendapatnya berdasarkan ra’yu, disebut dinamis (modern). “Ini fair, diakui internasional,” tegas Zahro yang juga seorang hafidzul Quran.
Maksud dilaksanakannya bedah buku itu, menurut Sholeh Qosim, adalah untuk membekali anak-anak NU. Diharapkan agar tidak mudah terlena oleh dalil-dalil yang diusung kelompok lain, yang tampak seperti lebih kuat karena selalu diselipi Hadits. “Kita ini sudah terlalu sering menjadi bulan-bulanan mereka,” kata Sholeh yang menjadi promotor acara tersebut.
Acara bedah buku karangan Ketua PCNU Jember itu berlangsung meriah, karena dihadiri sekitar 400 orang. Narasumber yang dihadirkan adalah KH Muhyiddin Abdusshomad (penulis buku) dan Prof Dr H Ahmad Zahro, MA. Namun karena Kiai Muhyiddin berhalangan hadir, posisinya diwakilkan pada Ustadz Idrus Romli, yang juga orang dekat Kiai Muhyiddin.
Ustadz Idrus yang mewakili Kiai Muhyiddin menjelaskan, sebenarnya semua amaliah orang NU sudah ada dasarnya. Dan semua itu sudah terekam dalam buku Fiqih Tradisionalis. Hanya saja, mungkin karena masih banyak orang NU yang kurang rajin membaca, banyak di antara mereka yang tidak paham dalilnya. “Dalil-dalilnya itu kuat, tidak perlu takut kalau dibantah orang,” tuturnya.
Demikian pula Ahmad Zahro, meyakini sepenuhnya, hampir semua amaliah orang NU sebenarnya sudah diketemukan dalil, berdasarkan penelitian yang sudah dilakukannya. Hanya saja kadang perlu penyesuaian pada taraf operasional.
Banyak contoh yang dikemukakannya. Satu di antaranya adalah tentang budaya jabat tangan setiap selesai shalat. Ia juga menemukan Hadits shohih yang menjelaskan hal itu. Hanya saja soal operasional, ia lebih memilih dilakukan setelah selesai membaca wirid, bukan langsung setelah salam shalat. “Orang NU sangat mungkin bisa melakukannya, sebab mereka terbiasa membaca wirid bersama,” tutur penulis buku Tradisi Intelektual NU tersebut.
Zahro memberi skor plus untuk Kiai Muhyiddin yang telah melahirkan karya fonumental. Sebab, menurut Zahro, jarang ditemukan kiai NU yang mempunyai keahlian seperti Kiai Muhyiddin. Lebih dari itu, orang NU juga sudah terbiasa beramaliah tanpa bersusah-susah mencari dalil lebih dulu. Dalil utamanya adalah “pokoknya kata kiai”.
Namun di sisi lain, ia mengkritik judul buku yang kurang gagah. Apalagi kalau buku itu dicetak dengan kertas cd buram. Kesannya murahan dan kampungan. “Saya ini terus berjuang untuk menaikkan citra NU. Saya tidak mau kalau NU terus dijelek-jelekkan,” tegasnya.
Namun ia menambahkan, penulis buku memang sengaja mengambil judul itu agar tidak mentereng. Dia memang tidak ingin gagah-gagahan. “Mungkin karena tawadlu’nya beliau,” imbuh Zahro, yang juga Direktur Imarah Ijtimaiyah Masjid Al-Akbar Surabaya. Namun ia tetap dalam pendiriannya bahwa NU harus ditampilkan sebagai sosok yang gagah dan terpelajar.(sbh)
Terpopuler
1
Soal Tambang Nikel di Raja Ampat, Ketua PBNU: Eksploitasi SDA Hanya Memperkaya Segelintir Orang
2
Meski Indonesia Tak Bisa Lolos Langsung, Peluang Piala Dunia Belum Pernah Sedekat Ini
3
Khutbah Jumat: Mempertahankan Spirit Kurban dan Haji Pasca-Idul Adha
4
Pentingnya Kematangan Pola Pikir dan Literasi Finansial dalam Perencanaan Keuangan
5
PBNU Rencanakan Indonesia Jadi Pusat Syariah Dunia
6
Sejarawan Kritik Penulisan Sejarah Resmi: Abaikan Pluralitas, Lahirkan Otoritarianisme
Terkini
Lihat Semua