Warta

Pesantren Al-Hikmah Penggaron, Konsisten Penghafalan Al-Qur'an

NU Online  ·  Selasa, 9 Agustus 2011 | 00:53 WIB

Semarang, NU Online
Para penghafal Al-Qur'an adalah penjaga kesucian kitab pedoman umat Islam tersebut. Pemeliharaan Allah SWT terhadap wahyu yang diturunkan-Nya, sebagaimana dijanjikan dalam surat Al-Hijr : 5, melalui para hafidz (penghafal); jamak: huffadz.

Para ulama sejak dulu menyadari pentingnya menghafalkan Al-Qur'an. Belajar dari sejarah, para sahabat Nabi yang hafal Al-Qur'an banyak gugur di medan perang. <>

Jika dulu para sahabat menyelamatkan keotentikan Al-Qur'an dengan membukukan dalam mushaf, kini para ulama tinggal melanjutkannya dengan memproduksi para pengharal Al-Qur'an. Yaitu melalui pondok pesantren tahfidzul Qur’an.

Salah satu pondok yang punya program takhasus hafalan Al-Qur'an adalah Pesantren Al-Hikmah yang beralamat di Kelurahan Pedurungan Lor RT 01 RW 05 Pedurungan Semarang. 

Pesantren yang didirikan KH Muhammad Qodirun Nur bin Muchtar Husin beserta istrinya Nyai Hj Nur Mardhiyah pada 1985, ini orientasi utamanya mendidik para santri menjadi penghafal Al-Qur'an. Namun tetap dilengkapi dengan ilmu–ilmu lain sebagai pendalaman agama (tafaqquh fiddin).

Sejarah awal berdirinya pondok ini adalah pengajian kecil di rumah sang pengasuh. Saat itu, setelah Kiai Qodirun menamatkan pendidikan di Pesantren Futuhiyyah Mranggen, ia mengabdikan ilmunya untuk masyarakat sekitar rumahnya di Penggaron Lor.

Yang paling banyak datang mengaji padanya memang para muridnya di Madrasah Aliyah Futuhiyah. Maklum, saat itu Kiai Qodirun adalah ustad di almamaternya itu.

Malah, para murid itu tidak bermaksud menghafal Al-Qur'an. Maunya memperdalam ilmu Nahwu, Shorof dan Bahasa Arab serta kitab kuning. Namun remaja lainnya menyusul untuk mengaji dan menghafal Al-Qur'an kepada bu Nyainya. Mayoritas remaja putri.

Lama-kelamaan orang yang ikut mengaji tambah banyak. Dari semula hanya beberapa orang, menjadi puluhan. Sehinga tak tertampung lagi di langgarnya. Untuk jamaah sholat pun, sudah kebak. Bahkan sesak.

Di saat sama, beberapa orang menitipkan anaknya untuk mengaji total kepada Kiai Qodirun. Terutama anak perempuan. Demi amanah itu, Kiai Qodirun berupaya memenuhinya.

Untuk sementara waktu, anak-anak titipan dari orang tua itu ditampun Nyai Nur Mardhiyah di ruang belakang rumahnya. Jadi satu dengan keluarganya.

Seiring berjalannya waktu, orang tua yang menitipkan anak bertambah banyak. Sehingga tak mungkin lagi ditempatkan di rumah sang Kiai. Sehingga mau tidak mau Kiai Qodirun membangunkan kamar-kamar untuk para santri tersebut.

Saat itu, tahun 1986, ada 30 santri kecil putri yang belajar intensif kepadanya. Mereka adalah angkatan pertama program tahfidzul qur’an. Pengajian Kiai Qodirun waktu itu sudah diberi nama Al-hikmah.

“Cikal bakal pesantren ini memang pengajian Al-Qur'an. Anak-anak sekitar Penggaron mengaji dan krasan, lalu mondok. Mereka belajar membaca Al-Qur'an sampai fasih dan tartil, lalu menghafalkan sampai tingkat qiro’ah sab’ah. Yaitu tujuh model cara baca ayat,” terang Kiai Qodirun saat diwawancarai di rumahnya, di tengah kompleks pesantren Al-Hikmah, belum lama ini.

Dilanjutkannya,pada 1988 para santri yang telah diasramakan itu mengaji bersama santri-santri yang ngaljo. Yaitu mukim di kampungnya masing-masing, jika sore usai asar datang di pondok untuk mengaji. Mereka ini disebut santri kalong, jumlahnya saat itu lebih banyak daripada yang menetap di dalam pesantren.

Pada 1990 asrama putri ditambah lokal baru berlantai dua. Lalu pada 1992 Pesantren Al-Hikmah secara resmi menerima santri putra dan diasramakan. Hal ini mengundang datangnya banyak santri baru. Tak hanya dari Semarang dan Demak yang dekat, tetapi juga dari Grobogan, Kendal dan Tegal.

Sejak saat itu Al-Hikmah yang berhaluan ahlussunnah wal jama’ah dikenal sebagai “pondok Qur’an”.
   
Santri Sekolah di Luar

Disampaikan Kiai Qodirun, saat ini para santrinya kebanyakan sekolah di luar. Ia membebaskan mereka untuk menuntut ilmu di sekolah mana saja yang disenangi.

Diantara santrinya ada yang sekolah di Madrasah Futuhiyyah Mranggen, di MAN 1 Semarang yang dekat dengan lokasi pondok, MTsN maupun madrasah Infarul Ghoy Penggaron. Yang kuliah juga banyak.  ada yang kuliah di Undip, Unissula, IAIN Walisongo, STIA Walisongo dan IKIP PGRI. Bahkan yang di Universitas Muhammadiyah Semarang juga ada.

Praktis, lokasi seluas 8.500 meter persegi yang dulunya sawah dan rawa-rawa, kini jadi tempat belajar para generasi penerus bangsa.

Meski orientasinya pada pendidikan Al-Qur'an dan hafalannya, Kiai Qodirun telah mengajarkan ilmu-ilmu agama lain termasuk akhlak dan ilmu alat. Selain kepada santri, dia juga memberikan pengajian umum tiap jum’at pagi yang diikuti masyarakat sekitar. Yaitu pengajian kitab Ihya Ulumiddin dan Al-Hikam yang bertema tasawuf.

Sedangkan istrinya, Nyai Nur Mardliyah yang mengontrol rutin hafalan Al-Qur'an para santri dan mengadakan pengajian sima’an Al-Qur'an setiap ahad pagi untuk umum.

Tiga Tahun Hafal

Sebagaimana pondok Qur’an lain, Pesantren Al-Hikmah bisa mendidik para santri hafal Al-Qur'an dalam waktu tiga tahun. Jika santri cerdas dan tekun, waktunya bisa kurang dari itu untuk bisa hafal sempurna.

Tingkat selanjutnya, santri dipersilakan mengikuti program Qiro’ah Sab’ah yang membutuhkan waktu dua tahun. Program ini membuat para santri tak hanya tartil membaca Al-Qur'an. Tetapi juga bisa melagukan dengan sangat bagus penuh penghayatan.

Jika anda pernah mendengar H Muammar ZA membaca Al-Qur'an dengan merdu tanpa memegang mushaf, itulah wujud praktek Qiro’ah Sab’ah.

“Pengajaran kitab-kitab selain Al-Qur'an di pondok kami sebagai pelengkap untuk membantu memahami Al-Qur'an. Terdiri kitab tauhid, fiqih, hadist dan tafsir. Perbandingannya 75:25 untuk tahfidz Qur’an dan kajian kitab,” tutur Kiai kelahiran 1957 ini..

Qodirun yang alumnus Fakultas Syariah IAIN walisongo ini pernah diminta menjadi dosen IAIN. Belakangan, bersedia juga jadi dosen di STIA WS. Di tempat tersebut ia mengajar Ulumul Qur’an dan Ulumul Hadis. Juga Bahasa Arab.

Redaktur    : Mukafi Niam
Kontributor: Ichwan)