Perlu Advokasi Bidang Pertanian Proteksi Petani
NU Online · Senin, 29 September 2003 | 04:23 WIB
Jakarta, NU Online
Guru besar Institut Pertanian Bogor (IPB) Prof Dr Ir Rokhmin Dahuri, MS menyatakan, pertanian di Indonesia masih belum mendapat perhatian dari pemerintah meski hal ini sangat krusial dan menyangkut hajat hidup orang banyak.
"Karena itu diperlukan usaha-usaha advokasi dalam bidang pertanian guna memproteksi para petani," katanya dalam "Road Show Alumni" yang membahas mengenai "Pertanian Masa Depan Indonesia, Peran Pendidikan Pada Ekonomi Berbasiskan Pertanian".
<>Pemaparan Rokhmin Dahuri --yang juga Menteri Kelautan dan Perikanan itu -menurut Kepala Humas, Promosi dan Hubungan Alumni IPB, drh Agus Lelana, disampaikan berkaitan dengan Dies Natalis ke-40 institut pertanian terbesar di Asia Tenggara itu.
Keprihatinannya atas masih belum diperhatikannya bidang pertanian sebagai kebijakan krusial itu, katanya, terbukti dari seringkalinya Indonesia masih mengimpor bahan pangan meski sebenarnya lahan pertanian dan sumber daya alamnya memadai.
Menurut dia, pertanian sangat berpengaruh dalam eksistensi suatu negara. "Negara bisa hancur apabila kurang pangan seperti yang terjadi di Rusia (Uni Sovyet-red)," katanya.
Untuk memperbaiki sektor pertanian, menurut dia, ada sejumlah hal mendasar yang terdiri dari kebijakan, pendidikan dan citra yang bisa dilakukan.
Kebijakan yang ia maksud menyangkut yakni, adanya akses infrastruktur yang memudahkan hasil-hasil pertanian bisa terkirim.
Hal ini dilatarbelakangi kenyataan terhambatnya distribusi pertanian manakala prasarana tidak memadai sehingga membuat rugi petani saat hasil pertaniannya rusak di tengah jalan.
Dalam konteks inilah, katanya, advokasi bidang pertanian perlu dilakukan untuk melindungi para petani.
Sedangkan di sektor pendidikan, menurut Rokhmin Dahuri, alumnus IPB angkatan 14 ini, penyuluhan dan pendampingan kepada petani tidak kalah pentingnya.
"Karena memudahkan untuk transfer informasi dan teknologi agar hasil pertanian bisa lebih baik dan mampu menciptakan masyarakat petani yang kritis dan kreatif," katanya.
Kemudian menyangkut citra, ia merasa prihatin adanya imej selama ini tentang pertanian yang mempersepsikan petani sebagai orang-orang yang memakai "caping" dengan status sosial rendah dan kurang adaptif dengan teknologi.
Ia menegaskan, citra seperti itu bisa diubah apabila pertanian dipahami sebagai suatu sektor yang potensial dan adaptif terhadap Iptek.
Untuk itu ia pun mengimbau agar penemuan-penemuan penelitian pertanian hendaknya bisa diaplikasikan, bukannya untuk laboratorium saja, dan ia menyebut ini sebagai "supplier of Iptek".
Mengenai hal terakhir itu, pengamat ekonomi yang mewakili PT Bogasari Flour Mill, Yusuf Sutanto juga menyayangkan kebiasaan hasil penelitian yang tidak bisa diaplikasikan untuk masyarakat umum.
"Seringkali universitas hanya menjadi produsen ijazah saja sehingga terjadi kesenjangan dengan praktik pertanian karena setelah ijazah diperoleh, maka semua penelitian yang selama ini dikerjakan langsung masuk arsip. Sedangkan alumninya mencari pekerjaan di tempat lain yang kondisinya lebih baik," katanya.(mkf)
Â
Terpopuler
1
Khutbah Jumat HUT Ke-80 RI: 3 Pilar Islami dalam Mewujudkan Indonesia Maju
2
5 Poin Maklumat PCNU Pati Jelang Aksi 13 Agustus 2025 Esok
3
Kantor Bupati Pati Dipenuhi 14 Ribu Kardus Air Mineral, Demo Tak Ditunggangi Pihak Manapun
4
Jumlah Santri Menurun: Alarm Pudarnya Pesona Pesantren?
5
Nusron Wahid Klarifikasi soal Isu Kepemilikan Tanah, Petani Desak Pemerintah Laksanakan Reforma Agraria
6
Badai Perlawanan Rakyat Pati
Terkini
Lihat Semua