Jakarta, NU.Online
Bertempat di gedung Palikrama, Pegadaian (09/06) Kramat Raya, Jakarta Pusat, Pengurus Besar Pergerakan Mahasiswa Islam indonesia (PB PMII) dikukuhkan secara resmi. Pelantikan ini merupakan momentum peneguhan legitimasi bagi jajaran pengurus baru untuk melaksanakan amanah Kongres XIV pada bulan April 2003 di Kutai kartanegara kaltim. Hadir dalam acara pengukuhan diantaranya, dua orang pendiri PMII, KH.Nuril Huda, dan Said Budairi, Aris Siagian, A. Mudatsir Mandan, Indra Sahnun Lubis, serta Andi M. Massardi.
Mengambil tema "Menegaskan Orientasi PMII Sebagai Organisasi Kader", PMII kini hendak melakukan pembenahan kedalam, melakukan penataan internal dengan melakukan kaderisasi organisasi. "Pilihan tema ini merupakan sebuah kesadaran dan kebutuhan mendesak PMII ke depan dalam menjawab tantangan zaman agar PMII bisa berperan lebih aktif di masyarakat", ungkap Andi Sahibudin ketua OC (organizing commitee) pelantikan.
<>Dalam kesempatan itu, A. Malik Haramain, selaku ketua Umum juga menyampaikan Pidato Politik yang menjelaskan pokok-pokok pikiran dan gagasannya yang diberi judul " Mengembalikan Arus Pergerakan : Menyemai Budaya Demokrasi, Transparansi Masyarakat Sipil", Dalam pidatonya ia juga menyatakan akan membangun gerakan bersama (penyadaran) dengan seluruh elemen rayat sipil dan kelompok pro demokrasi lainnya dalam mengawal transisi demokrasi dengan manciptakan dan menata partisipasi ruang publik (free public sphere) yang selus-luasnya.
Mengenai rapuhnya proses demokratisasi Indonesia dalam pidato politiknya, Malik, yang juga tercatat sebagai mahasiswa S-2 Politik UI ini mengungkapkan ada lima catatan penting, "Pertama, adalah rapuhnya sistem perekonomian, hal ini ditandai dengan lambannya pertumbuhan ekonomi, tingginya ketergantungan ekonomi atas bantuan asing, penganguran serta gagalnya menarik investasi langsung (direct Investment), kedua, lemahnya institusi politik sipil, ketiga, lumpuhnya sistem dan supremasi hukum, keempat, belum adanya transparansi dalam penyelengagraan negara dan tidak adanya budaya politik demokrasi dan kelima, masih lemahnya diplomasi internasional Indonesia". paparnya
Menurut dia, Seluruh persoalan dari keruwetan konstalasi reforamsi politik Indonesia adalah robohnya sistem sosial bangsa Indonesia. "Kondisi ini bukan semata rezim Orba tetapi juga karena ketiadaksiapan pelaku reformasi dalam melaksanakan agenda bersama", ungkapnya.
Realitas ini menjadikan langgam politik yang tidak sehat, penegakan hukum menjadi slogan dan tata kehidupan sosial menjadi kabur, sehingga seluruh pemimpin sipil maupun militer sepertinya kehilangan kesabaran dan kejernihan dalam menjalani transisi demokrasi. Akibatnya banyak kebijakan yang menyengsarakan rakyat dan menimbulkan efek buruk bagi proses demokrasi.
Oleh karena itu, tidak ada pilihan yang tepat bagi PMII yang memiliki basis massa yang luas selain merapatkan barisan dan menunjukan kepada bangsa bahwa PMII telah siap menjadi pelopor restorasi sistem sosial bangsa yang ambruk. "PMII mengajak seluruh komponen bangsa dan pejuang demokrasi untuk menegakan kembali bangunan sistem yang roboh tanpa harus terjebak pada persoalan pragmatisme kepentingan kelompok.", tukas Malik.
Konsekwensi dari itu PMII akan menyediakan dirinya untuk selalu terbuka dan bekerjasama dengan kelompok sipil dan elemen bangsa manapun tanpa melihat ideologi, agama, aliran politik, maupun golongan.
Masalah Pengurus
Dalam kepengurusan kali ini, PMII terlihat 'royal' dalam strukutur kepengurusan, terbukti dengan masuknya hampir 154 orang pengurus yang membawahi 17 lembaga, "Hal ini dilakukan guna mengakomdir berbagai kelompok untuk menata PMII ke depan sekaligus menghindari konflik", ungkap Badi Zamanil masnur, salah satu ketua PB PMII kepada NU.Online. Pernyataan yang sama juga diungkapkan Rouf Qusyairi, salah seorang wasekjen, menurutnya "Banyaknya pengurus kali ini merupakan implikasi PMII sebagai organisasi kader", tuturnya disela-sela pelantikan
Namun ungkapan itu disangsikan oleh salah satu alumni PMII yang enggan disebutkan namanya, "Dari stukturnya PMII ini sangat kaya struktur tapi akan miskin fungsi", selorohnya dan menanggapi proses kaderisasi yang menjadi arah baru dalam pergerakan, ia juga mempertanyakan, "Apakah mungkin PMII mampu melakukan proses kaderisasi, sedangkan dilihat dari susunan Majelis Pembina Nasiolanya (Mabinas) didominasi oleh tokoh-tokoh politik", Karena nanti fokus mereka lebih pada urusan-urusan politik sehingga kerja-kerja pengkaderan akan terabaikan. (Cih)
Terpopuler
1
KH Thoifur Mawardi Purworejo Meninggal Dunia dalam Usia 70 tahun
2
Targetkan 45 Ribu Sekolah, Kemendikdasmen Gandeng Mitra Pendidikan Implementasi Pembelajaran Mendalam dan AI
3
Kuasa Hukum Rakyat Pati Mengaku Dianiaya hingga Disekap Berjam-jam di Kantor Bupati
4
Amalan Mengisi Rebo Wekasan, Mulai Mandi, Shalat, hingga Yasinan
5
Ramai Kritik Joget Pejabat, Ketua MPR Anggap Hal Normal
6
Pimpinan DPR Bantah Gaji Naik, tapi Dapat Berbagai Tunjangan Total hingga Rp70 Juta
Terkini
Lihat Semua