Jakarta, NU.Online
Fiqh sosial sebagai Manhaj (pola fikir) sangat relevan di bahas, mengingat masih rendahnya pemahaman umat dan banyaknya persoalan sosial keagamaan yang harus dicarikan landasan keagamannya, demikian disampaikan Rais 'Aam KH. Sahal Mahfudz dalam pidato pengukuhan Doctor Honoris Causa di UIN Syarif Hidayatullah di Jakarta, (18/06/2003). Hadir dalam kesempatan itu antara lain Menag RI Prof. Dr..Sayid Aqil Husin Al-Munawar,MA Mendiknas Malik Fadjar, KH. Abdurahman Wahid, KH. Hasyim Muzadi, Menteri Pertanian Bungaran Saragih, Pengasuh Pondok Pesantren, Pengurus PBNU dan Senat lengkap Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Jakarta.
Fiqh memang berkembang cepat dan berpengaruh sangat dominan dalam kehidupan umat Islam. Menurutnya, sebagaimana sejarah pada fase Madinah, Islam lahir bukan hanya sebagai agama tetapi juga sebagai negara. Karena lahir sebagai negara, sudah barang tentu ia memerlukan perangkat-perangkat sosial seperti politik dan hukum. Apalagi setelah nabi wafat persoalan - persolan baru muncul, yang harus dicarikan dasar hukum untuk menjawabnya. Karena Islam lahir sebagai agama dan negara, wajar jika kemudian lebih banyak persoalan sosial keagamaan praktis yang muncul daripada permasalahan sosial keagamaan yang bersifat teologis.
<>Akibatnya pemahaman fiqh ditengah-tengah masyarakat sangat formalistik dan sering mengundang orang untuk melakukan hillah (manipulasi) terhadapnya. Hal ini dikarenakan dalam proses pengembangan kerangka teoritiknya, fiqh terpisah dari etika. Inilah yang kemudian dikritik Imam Ghozali bahwa fiqh telah menjadi ilmu dunia. "Karena pandangan yang formalistik itulah dalam konteks sosial yang ada, ajaran syari'at yang tertuang dalam fiqh terkadang tidak searah dengan kehidupan praktis sehari-hari," paparnya
KH. Sahal kemudian memberikan pemahaman bahwa pengembalian fiqh agar tetap berjalan sesuai dengan prinsip etik dapat dilakukan dengan mengintegrasikan maqasid al-syari'ah ke dalam proses pengembangan kerangka teoritik fiqh. Dalam konteks ini berarti hikmah hukum harus diintegrasikan ke dalam 'illat hukum sehingga diperoleh suatu produk hukum yang bermuara pada kemaslahatan umum. Dengan demikian fiqh benar-benar sejalan dengan fungsinya sebagai pembimbing sekaligus pemberi solusi atas permaslahan kehidupan praktis baik kehidupan pribadi maupun kehidupan sosial.
Lebih lanjut Kiai sahal dalam pidato pengukuhan menjabarkan bahwa Fiqh Sosial memiliki lima ciri pokok pertama, interpretasi teks fiqh secara kontekstual, kedua, perubahan pola bermadzhab dari bermadzhab secara tekstual (madzhab Qauli) ke bermadzhab secara metodologis (madzhab Manhaji) ketiga, verifikasi mana ajaran yang pokok mana ajaran furu (cabang) keempat, fiqh dihadirkan sebagai etika sosial, bukan hukum positif negara dan kelima pengenalan metodologi pemikiran filosofis, terutama dalam masalah budaya dan sosial
Dalam kesempatan yang sama , Said Aqil selaku Menteri Agama dalam ceramahnya menyatakan kekaguman terhadap kiprah dan pengabdian beliau yang tulus dalam mengembangkan pengetahuan dan pesantren ditengah-tengah masyarakat. "Kiai Sahal adalah kiai Ensiklopedik", ungkap Said, menggambarkan keluasan dan kedalaman pengetahuan kiai Sahal dalam penguasaan ilmu agama.
Disamping itu ia menggambarkan figur kiai Sahal yang tetap mempertahankan independensi, moderat dalam menyikapi persoalan yang muncul ditengah-tengah masyarakat. "Beliau konsisten dan penuh kearifan", tambahnya.
Kemudian Gus dur juga sempat memberikan ceramah atas nama keluarga. Dirinya menyatakan heran, secara spontan ia mengatakan, "Reaksi saya cuma satu, kenapa baru sekarang ?", ujarnya. Ia menjelaskan bahwa ini berarti ada kesenjangan antara perguruan tinggi dengan masyarakat. Perguruan tinggi telah menjadi puncak menara gading yang jauh persentuhannya dengan realitas masyarakat.
Lebih jauh Gus Dur, yang masih keponakan kiai Sahal ini mengungkapkan. "Kiai Sahal sedikit dari ulama yang mampu menafsirkan fiqh dengan kelenturan yang luar biasa sekaligus penuh kedalaman". Gagasan fiqh sosial-kontekstual yang digagasnya tetap mempunyai keterkaitan dinamis dengan kondisi sosial yang terus berubah. Dirinya berupaya terus menggali fiqh sosial dari pergulatan nyata antara " kebenaran agama" dan realitas sosial yang senantiasa timpang.
Disamping itu menurut Gus Dur, Kiai Sahal juga figur yang tidak segan-segan mengkritik tradisi fiqh di lingkungan NU yang lebih menonjolkan ketentuan tekstual daripada upaya penelusuran kontekstual. Kenyataan inilah yang menyebabkan perubahan orientasi dan gagasannya dari mazhab fil al-qaul menjadi madzhab fi al-manhaj yang lebih relevan dalam menjawab tantangan perubahan zaman, ungkap Gus Dur(Cih)
Terpopuler
1
KH Thoifur Mawardi Purworejo Meninggal Dunia dalam Usia 70 tahun
2
Targetkan 45 Ribu Sekolah, Kemendikdasmen Gandeng Mitra Pendidikan Implementasi Pembelajaran Mendalam dan AI
3
Taj Yasin Pimpin Upacara di Pati Gantikan Bupati Sudewo yang Sakit, Singgung Hak Angket DPRD
4
Kuasa Hukum Rakyat Pati Mengaku Dianiaya hingga Disekap Berjam-jam di Kantor Bupati
5
Amalan Mengisi Rebo Wekasan, Mulai Mandi, Shalat, hingga Yasinan
6
Ramai Kritik Joget Pejabat, Ketua MPR Anggap Hal Normal
Terkini
Lihat Semua