Warta

Pendidikan NU Harus Bangun "Image"

NU Online  ·  Ahad, 22 Agustus 2004 | 06:00 WIB

Brebes, NU Online
Ketua Lembaga Pendidikan Ma'arif Nahdlatul Ulama (LP Ma'arif NU) Dr. Nadjid Muchtar menganggap "sense of belonging" warga NU sangat lemah, jarang dari mereka yang bangga terhadap lembaga pendidikan NU beserta outputnya. "Ini problem internal yang perlu dicari akar masalahnya," ungkapnya dalam Halaqoh "Membangun Pendidikan NU" di ponpes Benda Brebes, (22/8).

Menurut Nadjid, kondisi ini jika terus dibiarkan tanpa dicarikan solusinya akan mengkhawatirkan, bukan hanya dilingkungan NU tapi juga aspek pendidikan di Indonesia secara keseluruhan. Hal ini terjadi, katanya, karena orang lebih banyak dibicarakan pada forum ansich dengan tujuan memperkaya wacana, bukan pada forum yang diarahkan untuk menginventarisasi kerja-kerja perbaikan (recovery actions). "Akibatnya secara kelembagaan, manajemen, kegiatan pembelajaran, ketenagaan, maupun sarana dan pra sarana pendidikan pada umumnya , khususnya pendidikan di lingkungan NU pada umumnya memprihatinkan," ungkap Nadjid.

<>

Bahkan ironisnya, lanjut Nadjid kadang-kadang madrasah NU sendiri enggan bergabung dengan LP Maarif NU. Mengapa? apakah mereka merasa bisa berkembang tanpa harus bergabung ke LP maarif ? atau memang LP maarif  yang merupakan departementasi pendidikan NU kurang bisa mensinergikan kekuatan yang ada. "Ini sedang kita inventarisir persoalannya dan draftnya akan kita bawa di forum Muktamar November nanti," tukasnya.

Ditempat yang sama Prof. Ki Supriyoko sebagai pembicara kedua menilai lembaga pendidikan NU selain harus mengejar kualitasnya juga harus mampu menciptakan "brain image". "NU harus mampu membangun pencitraan bagi unit pendidikannya kalau ingin maju dan diakui oleh masyarakat," katanya.

Karena lembaga-lembaga pendidikan yang dianggap unggul itu sebetulnya hanya ditingkat image atau pencitraan saja. “Saat saya riset langsung ke sekolah-sekolah yang dianggap unggul di Jakarta, ternyata saya kecele, kualitas siswanya juga tidak jauh beda dengan lembaga pendidikan lainnya yang biasa-biasa saja” jelasnya yang tampil sebagai pembicara ketiga

“Masyarakat kita saat ini memang mudah tergiring image yang muncul, bagi mereka image lebih penting dari pada realitas.  Jika masyarakat tidak kritis hal ini bisa menjadi "bom waktu" bagi pendidikan kita," ungkap pengamat dan praktisi pendidikan asal Yogyakarta ini. (Alf)