Warta

Pemikiran Imam Nawawi al Jawi Dikaji di Libya

NU Online  ·  Jumat, 24 Desember 2004 | 02:04 WIB

Tripoli, NU Online
Ulama terkenal asal Indonesia yang tinggal di Makkah, Imam Nawawi al Jawi yang banyak menulis kitab dan salah satunya tafsir Al Munir yang setebal dua jilid menjadi salah satu bahan penelitian berupa tesis di Libya.

Kajian yang dilakukan oleh Muhammad Burhanuddin dalam tesisnya untuk menyelesaikan studi program magister di Islamic Call College (Kulliyah Da'wah Islamiyah) itu dengan konsentrasi "al-Qur'an Wa Ulumuhu"  mengambil judul "al-Syekh Muhammad Nawawi al-Jawi; Wa Manhajuhu fi al-Tafsir".

<>

Munaqosyah (sidang tesis) yang berlangsung pada tanggal 14 Desember 2004 ini  dimulai sejak pukul 16.30-21.30 waktu setempat, dihadiri oleh pengunjung yang cukup membludak. Bukan hanya dihadiri oleh mahasiswa, tapi juga ada beberapa pengunjung asli Libya yang ikut serta mengikuti acara tersebut sampai selesai. Mereka juga kagum karena ternyata di Indonesia ada juga ulama'  yang mampu mengarang kitab tafsir.

Yang menjadi pimpinan munaqosah adalah dosen pembimbing: Dr. Mas'ud Abdullah al-Wazni, dengan 2 anggota penguji: Dr. Abdullah al-Naqroth dan Dr. Musthofa al-Bajiqni. Walaupun para penguji tersebut mengatakan belum pernah mengenal sama sekali profil Imam Nawawi, tapi diakhir munaqosah, Dr. Musthofa al-Bajiqni mengatakan dalam sambutannya: sebaiknya tesis ini dicetak dalam buku agar umat Islam lainnya mengetahui bahwasanya di Indonesia ada sosok ulama' tafsir besar.

Seusai sidang tesis, para penguji memohon ijin keluar dari ruang sidang untuk mengadakan rapat. Selang 15 menit kemudian, para penguji kembali lagi ke ruang sidang dan membacakan nilai akhir dengan taqdir (nilai) Jayyid Jiddan (Baik Sekali). 

Setelah ijazah magisternya ini diterima, Burhanuddin akan mengajukan proposal beasiswa doktoralnya juga pada universitas yang sama. Karena bagi mahasiswa pasca sarjana yang nilai tesisnya Jayyid Jiddan (Baik Sekali) dan Mumtaz (Sangat Baik) berhak untuk mengajukan proposal beasiswa doctoral tapi dengan syarat harus membuat proposal disertasinya terlebih dulu. Kemudian pihak universitas akan mengkaji proposal tersebut dan baru setelah itu  ditentukan beasiswa doktoralnya tersebut.

Memang bisa dikatakan bahwa belajar di Islamic Call College/Kulliyah Da'wah Islamiyah ini semuanya gratis. Mereka yang belajar di sini dituntut untuk belajar saja tanpa ada pungutan uang sama sekali. Bahkan mereka yang menjadi bintang pelajar akan mendapatkan hadiah berupa uang 100 dinar libya=$90 US.

Sidang tesis ini, juga dihadiri oleh home staff dan local staff dari KBRI di Libya. Hadir Asep Hermawan (Bendahara), Suyoto (Konsuler), dan Wisono (Sekpri-Dubes). Dari jajaran local staff: Totok, Wido dan M. Anwar Munasir.

Istri Konsulat Jenderal KBRI; Ibu Suwandi, yang biasa dipanggil "Bunda"   karena kedekatannya dengan para mahasiswa sebagai personifikasi "Bunda"-nya benar-benar tampak,  juga turut serta untuk memberikan support. Tentu saja, kehadiran "Bunda" di tengah-tengah mahasiswa saat itu menjadi  ajang ramah tamah sebagai pelampiasan akan  kerinduan pada "Bunda Sendiri" di Tanah Air.

Kunjungan dari KBRI tersebut merupakan kepedulian KBRI terhadap mahasiswa Indonesia di Tripoli-Libya. Bukan itu saja, kerjasama antara KBRI dengan KKMI (Kesatuan Keluarga Mahasiswa Indonesia) juga terjalin baik. Dalam salah satu program barunya, KBRI dan KKMI akan mengadakan sholat Jum'at bersama di aula kantor kedutaan pada tiap minggu ketiga dengan imam dan bilal Jum'at yang diambil dari pihak mahasiswa.    

Kontributor Libya : Zainil Ghulam Abdullah