Warta

PBNU Sesalkan Sikap Presiden Terkait Interpelasi Nuklir Iran

Kam, 5 Juli 2007 | 03:59 WIB

Jakarta, NU Online
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Hasyim Muzadi menyesalkan sikap Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang dinilainya kurang berani menghadapi interpelasi DPR terkait nuklir Iran.

"Kalau mau datang sejak awal, masalah interpelasi Iran sudah selesai. Kenapa harus dicicil dengan  ketemu pimpinan DPR dan interpelator terlebih dahulu," kata Hasyim Muzadi di Jakarta, Rabu.

<>

Menurut Hasyim, sikap Presiden Yudhoyono itu justru bisa memunculkan kecurigaan dari berbagai kalangan. Publik bisa menduga bahwa Presiden telah menyembunyikan sesuatu di balik dukungan Indonesia terhadap resolusi DK PBB 1747 soal nuklir Iran.

"Jadi sekarang kesannya seperti ada yang dirahasiakan. Yang diinginkan DPR adalah alasan dan pertimbangan mengapa Indonesia sampai mendukung resolusi 1747 itu," katanya.

Agar masalah interpelasi nuklir Iran cepat tuntas, Presiden World Conference on Religion for Peace (WCRP) itu meminta Presiden Yudhoyono untuk berani memenuhi keinginan DPR yakni hadir langsung ke sidang paripurna.

"Kalau mau selesai cepat, ya, harus datang ke sidang paripurna DPR. Kalau ditunda-tunda terus, interpelasi nuklir Iran tak akan selesai," kata pengasuh Pondok Pesantren Al-Hikam, Malang, Jatim itu.

Menurut Hasyim, kehadiran Presiden Yudhoyono ke sidang DPR untuk memberi penjelasan secara langsung  tidak akan menjatuhkan pamor dan gengsi seorang presiden.  "Saya kira tidak sampai menurunkan gengsi Presiden. Legislatif dan eksekutif kan sama-sama lembaga negara. Kenapa harus takut. Jadi, gengsi Presiden tidak akan jatuh gara-gara interpelasi itu," katanya.

Mengenai upaya interpelasi masalah lumpur Lapindo Kiai Hasyim menegaskan bahwa hal tersebut bisa disatukan sekaligus dengan interpelasi masalah Iran karena memang tidak ada aturan yang melarangnya.

“Sebenarnya target saya adalah pemerintah bisa menalangi dulu dana bagi para korban lumpur dengan persetujuan DPR, melalui dana-dana yang saat ini masih menganggur dan nanti baru dimintakan ke Lapindo, kasihan mereka,” paparnya.

Menurutnya dana yang diberikan kepada BPLS lebih dari satu trilyun untuk membangun infrastruktur yang rusak seharusnya didahulukan kepada para pengungsi, baru setelah daerah tersebut aman, maka pembangunan bisa dimulai. (mkf)