Warta

NU Tak Pernah Tawarkan Kekuasaan

NU Online  ·  Senin, 13 Oktober 2003 | 19:28 WIB

Jakarta, NU.Online
Ketua Umum PBNU KH Hasyim Muzadi menyatakan, NU merupakan lintas golongan, politik, etnis dan sebagainya, karena yang ditawarkan Ormas Islam ini bukan kepentingan kekuasaan praktis melainkan tata nilai moralitas keagamaan dan kebangsaan.Karena hal itu, maka "concern" NU itu adalah pada masalah keumatan, ungkapnya di sela-sela Halaqah Ulama se-Jawa dan Rapat Pimpinan Wilayah (Rapimwil)  di Pondok Pesantren Nurul Falah, Kecamatan Srumbung, Kabupaten Magelang, Senin malam.

"Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) ingin agar Nahdlatul Ulama (NU) itu menjadi rumah besar yang nyaman dan ’krasan’ (betah) dihuni seluruh orang NU. Itu prinsip dasar yang menjadi acuan" tegasnya

<>

Acara yang dibuka Wakil Presiden RI H. Hamzah Haz itu, di samping dihadiri ulama se-Jawa juga terlihat KH Maemun Zuber (Rais Majelis Syariah DPP PPP), KH Yusuf Hasyim (Majelis Syariah DPP PPP) dan Gubernur Jateng H Mardiyanto, Kepala BIKK Pemprov Jateng, Drs H. Anwar Cholil, Muspida Kabupaten Magelang.

"Berarti NU pada posisi netral pada Pemilu 2004?" tanya wartawan, yang dijawabnya, "Saya tidak menyampaikan tengah-tengah, tidak menggunakan istilah netral, tidak menggunakan istilah melepaskan diri, tetapi menggunakan istilah bahwa hak pilih di Pemilu itu oleh NU sudah dilimpahkan dari institusi kepada warga."

Menyinggung posisi NU pada Pemilu 1999 yang cenderung ke PKB, Ketua Umum PBNU mengatakan, "Saya kira dulu itu bukan condong ke PKB begitu, karena kelahiran PKB itu difasilitasi oleh PBNU ketika periode yang lalu. Nah karena difasilitasi yang dukung banyak, tetapi kan tidak bisa begitu terus harus melalui proses pendewasaan."

Menurut dia, sekarang ini sudah waktunya didewasakan, dalam arti hubungannya partai itu sudah tidak lagi melingkar ke NU, melainkan harus langsung dari partai ke umat yang notabene warga negara Indonesia. "Di sini kondisi partai harus bisa bersaing satu dengan yang lain," katanya.

Hasyim menegaskan kembali bawah hal yang terkait dengan politik praktis dalam arti pemilihan, baik pemilihan presiden maupun DPR dan DPRD, itu sudah diserahkan kepada warga NU.  "Jadi sudah bergeser dari institusi menjadi haknya warga, sehingga siapapun yang ingin mendapat dukungan terbanyak dia harus berbuat sebaik mungkin kepada warga NU. Tidak dalam arti institusi NU, tetapi dalam arti kedudukan mereka sebagai warga negara Indonesia," paparnya.

Pemilihan presiden secara langsung oleh rakyat ini, kata dia, merupakan masalah yang baru, dan kemungkinan akan membuat mereka masih perlu bimbingan. "Nah bimbingan itu saya kira yang paling bagus adalah konditioningnya bagaimana tidak terobek dengan adanya berbagai macam calon dan dia bisa mempunyai kriteria-kriteria yang terbaik untuk itu," katanya.

Karena hal itu merupakan masalah baru, maka "concern" NU itu adalah pada masalah keumatan dan kebangsaan secara umum. Masalahnya, kekuasaan praktis ini sudah merupakan daerah medan partai politik. "Di sini umat harus diajari, tidak memisahkan keduanya tetapi bisa memilah keduanya sehingga tidak terjadi benturan-benturan dikalangan umat," katanya..(Cih)