NU Jatim Larang Pengurus Terlibat Pilkada dan Rangkap Jabatan
NU Online · Kamis, 10 Februari 2005 | 08:01 WIB
Surabaya, NU Online
Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Timur melarang pengurusnya untuk terlibat dalam pemilihan kepala daerah (pilkada) dan rangkap jabatan antara organisasi tersebut dengan partai politik.
"Itu hasil keputusan Muktamar di Solo pada akhir 2004 yang ingin khittah murni dan menghindarkan institusi NU dibawa ke politik praktis," kata Ketua PWNU Jatim KH Drs Ali Maschan Moesa MSi di Surabaya, Kamis.
<>Menurut dosen IAIN Sunan Ampel Surabaya itu, larangan berlaku dari PWNU hingga NU ranting (kelurahan/desa) itu berarti NU tidak ikut dalam proses pencalonan pada pilkada dan tidak ada kaitan parpol mana pun.
Namun, kata pengasuh Pesantren Luhur Al-Husna, Jemurwonosari, Surabaya itu, warga NU dari kalangan ulama berhak mengarahkan warga NU kepada calon tertentu pada saat calon sudah resmi, mengingat memilih pemimpin adalah wajib secara syar’i (hukum Islam).
"Di Jatim, ulama NU yang mengarahkan itu juga tidak diperbolehkan dari Rois Syuriah dan Ketua Tanfidziyah, namun untuk wakil rois atau wakil tanfidziyah diperbolehkan dengan atas nama pesantren," katanya.
Kandidat doktor di Universitas Airlangga (Unair) Surabaya itu menyatakan larangan terlibat pilkada itu sudah dikirim ke pengurus cabang NU se-Jatim, namun masalah rangkap jabatan masih tahap sosialisasi.
"Masalah pilkada sudah dikeluarkan dalam petunjuk tentang pilkada langsung kepada pengurus NU se-Jatim pada 3 Januari 2005 yang merupakan hasil rapat dengan pengurus NU se-Jatim seminggu sebelumnya dan disesuaikan amanat muktamar ke-31 NU di Solo," katanya.
Petunjuk PWNU Jatim Nomor 1192/PW/A-1/L/I/2005 itu berisi lima butir yakni NU sebagai jam’iyah diniyah di semua tingkatan secara kelembagaan dilarang terlibat dalam pilkada.
Butir kedua, Rois dan Ketua NU wilayah dan cabang yang karena jabatannya diharapkan tidak mencalonkan diri dan atau ikut menentukan calon pilkada di Jatim.
Butir ketiga, untuk menentukan calon dalam pilkada, NU menyerahkan sepenuhnya kepada mekanisme yang ditentukan masing-masing daerah sesuai peraturan dan UU pilkada.
Butir ke-empat, setelah secara resmi calon dalam pilkada ditentukan, maka ulama dan tokoh NU, kecuali Rois dan Ketua, secara pribadi dapat memberikan arahan dan petunjuk kepada warga NU untuk memilih calon yang maslahah bagi daerah setempat.
Butir kelima, kepada kepala daerah dan wakilnya yang terpilih secara jujur, demokratis, adil, dan bersih, NU akan mengakui dan siap bekerjasama.(an/mkf)
Â
Â
Terpopuler
1
Guru Madin Didenda Rp25 Juta, Ketua FKDT: Jangan Kriminalisasi
2
Khutbah Jumat: Meneguhkan Qanaah dan Syukur di Tengah Arus Hedonisme
3
Gus Yahya Dorong Kiai Muda dan Alumni Pesantren Aktif di Organisasi NU
4
MK Larang Wamen Rangkap Jabatan di BUMN, Perusahaan Swasta, dan Organisasi yang Dibiayai Negara
5
Pemerintah Perlu Beri Perhatian Serius pada Sekolah Nonformal, Wadah Pendidikan Kaum Marginal
6
KH Kafabihi Mahrus: Tujuan Didirikannya Pesantren agar Masyarakat dan Negara Jadi Baik
Terkini
Lihat Semua