Warta

NU Harus Prioritaskan Nasib Petani

NU Online  ·  Kamis, 23 Desember 2004 | 11:15 WIB

Jakarta, NU Online
Tokoh NU yang terkenal “penyambung lidah petani” Imam Churmen mengharapkan PBNU untuk lebih memperhatikan nasib petani, dan membantu mereka untuk menghadapi kebijakan pemerintah yang banyak merugikan, untuk itu lembaga yang mengurus soal petanian seperti LP2NU bisa mewadahi aspirasi mereka.

“Karena mayoritas warga NU adalah petani dan mereka yang paling terkena dampak dari kebijakan pemerintah yang merugikan. "Ini yang seharusnya dilakukan oleh NU, tidak sibuk mengurusi politik saja,” ujar anggota DPR yang dijuluki pers sebagai 'mandor gula' atau 'juragan tebu' kepada NU Online di kediamannya di Ciampea Bogor, Rabu (22/12) kemarin.

<>

Ia mencontohkan, saat ini, misalnya, pemerintah tidak melakukan proteksi terhadap masuknya produk impor yang mengakibatkan anjloknya harga produk pertanian domestik yang banyak merugikan petani. Dan parahnya, lanjut Churmen, persoalan ini belum mampu secara bersama-sama disikapi oleh kaum tani, terutama yang berbasis NU. “Persoalan ini mestinya jadi prioritas perhatian NU dalam program dan kebijakannya,” keluhnya.

Menurut Imam, hal ini banyak disebabkan oleh sistem politik orde baru ketika itu yang mengharuskan NU merubah Persatuan Tani NU (Pertanu) yang sebelumnya sebagai badan otonom menjadi Lembaga Pengembangan Pertanian Nahdlatul Ulama ((LP2NU). “Perubahan ini menjadikan LP2NU seperti LSM saja, jadi tidak ada gerakannya. karena selama ini LP2NU kegiatannya  hanya seminar, pertemuan, lantas konsep yang dirancang tidak tahu harus dibawa kemana ? dan karena posisinya sebagai lembaga jadi keputusan yang dihasilkan LP2NU itu kan tergantung PBNU mau di pakai atau tidak,” ujar kakek dari 10 cucu ini.

Padahal perubahan nama itu secara langsung sangat berpengaruh secara psikologis kepada para petani. “Karena di daerah-daerah yang lebih di kenal adalah nama Pertanu daripada LP2NU. Pengaruh psikologis pasti ada, waktu melawan penindasan melawan barisan Tani Indonesia (BTI), jadi perbubahan nama dan fungsi menjadi penting untuk merubah pencitraan. Pun seandainya tidak bisa berubah menjadi badan otonom, lP2NU harus bisa melakukan pendampingan dan advokasi terhadap petani,” ungkapnya.

Lantas apa hambatannya ? mantan wakil ketua komisi III DPR-RI  ini mengatakan, hambatan yang mungkin muncul dengan perubahan nama tersebut adalah ketakutan menjadi organisasi massa, Pertanu akan mengarah kepada kegiatan politik. “Padahal ketakutan itu tidak mungkin terjadi, karena LP2NU atau Pertanu, dapat kembali beraktivitas sebagai badan otonom NU dengan menggunakan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) jam'iyah NU saat ini, bukan AD/ART Partai Nahdlatul Ulama yang dulu sudah dibubarkan,” tandasnya.

Karena itu, Imam sangat menyayangkan gagalnya forum muktamar NU ke-31 di Boyolali Desember kemarin untuk merekomendasikan perubahan nama LP2NU menjadi Pertanu. "Meskipun  tidak bisa kembali, tetapi LP2NU kedepan harus diadakan penyegaran bentuk yang membawa aspirasi dan perjuangan yang dimiliki Pertanu," pungkasnya mengakhiri pembicaraan. (cih)