Warta

NU Harus Berikan Solusi Bangsa

NU Online  ·  Selasa, 28 Desember 2004 | 05:27 WIB

Jakarta, NU Online
Ditengah arus perubahan bangsa dan demokratisasi, Nahdlatul Ulama sebagai kekuatan perekat bangsa harus mampu memberikan solusi untuk mengangkat harkat dan martabat Indonesia dari keterpurukan. Salah satu solusi yang bisa dilakukan adalah dengan membangun gerakan kebudayaan rakyat.

“NU bisa menjadi kekuatan raksasa yang dapat menyelamatkan Republik dan Indonesia. Maka masalah pertama yang patut dipecahkan oleh NU jika mau menangani gerakan kebudayaan rakyat, adalah bagaimana menjadikan diri sebagai organisasi yang berbudaya secara tanggap zaman dan aspiratif,” ungkap pemerhati NU dari l'Ecole des Hautes Etudes en Sciences Sociales (l'EHESS, Sorbonne) Paris, JJ. Kusni, Ph.D, kepada NU Online melalui komunikasi E-mail.

<>

Karena menurut Kusni, NU cukup punya instrumen yang memadai baik secara organisasional maupun secara kepemimpinan untuk menghadapi problema bangsa ini. Secara organisasional sistem pesantren ala NU misalnya yang menjangkau jauh hingga ke daerah pedesaan merupakan suatu lembaga kekuatan dahsyat NU yang perananannya bisa menyemaikan benih-benih pemikiran yang pluralis, toleran dan santun baik dalam pemikiran maupun dalam gerakannya. “Lembaga pesantren jika dijadikan sebagai lembaga penyadaran agar rakyat tampil sebagai aktor pemberdayaan diri, maka RI bisa diselamatkan dan peranan NU sangat besar dalam konteks ini,” kata alumnus Journalism and Communication UGM ini.

Apalagi, lanjut Kusni, jika NU dalam usaha ini mampu bekerjasama dengan lembaga-lembaga lain yang bukan hanya dari kalangan Islam seperti dengan adanya Memorandum of Understanding NU ketika di pimpin Gus Dur dengan CCFD Paris yang Katolik. NU zaman Gus Dur adalah NU yang memiliki watak pembidasan. Kerjasama setara dan kemitraan dengan lembaga-lembaga masyarakat non Islam akan meningkatkan martabat dan peranan NU.  “Masalah paling pokok untuk mengefektifkan instrumen ini, terletak pada pilihan orientasi nilai yang tanggap zaman dan aspiratif sehingga mampu jadi alternatif bagi rakyat, ini yang mustinya di lanjutkan dalam kepengurusan NU kali ini,” ujarnya.

Karena itu Nahdlatul Ulama sebagai organisasi keulamaan dan keumatan NU harus menghindari sifat korup, cupet, feodalistik, justeru NU harus jadi pelopor untuk memberantas anomali itu. “Jika hal ini dilakukan saya anggap sebagai ulah yang menghancurkan NU sendiri, bertentangan dengan tradisi NU yang mementingkan kepentingan manusia atau publik,” papar suami dari Budhisatwati, yang dikenal dekat dengan Gus Dur ini.

Lantas bagaimana soal kemandirian NU ? ketika ditanyakan itu, konselor di beberapa LSM di tanah air ini mengatakan, dengan adanya instrumen struktural yang dimiliki NU, saya yakin benar bahwa masalah ini tidak akan menjadi soal besar. NU bisa membeayai diri sendiri tanpa bantuan dari luar mana pun. Tentu saja bantuan luar diperlukan tapi sesungguhnya dalam soal ini NU bisa mandiri.

“Saya bisa mengatakan hal ini berdasarkan apa yang saya saksikan dan saya lakukan sendiri. Saya yang tidak mempunyai instrumen struktural seperti NU. Sebagai ilustrasi saya ingin membayangkan bahwa dalam sebulan ada empat kali hari Jumat. Jika setiap hari Jumat dari umat dikumpulkan dana sebesar Rp. 500,-an sampai dengan Rp.1000,- berapa dana yang bisa dihimpun untuk kegiatan dari 30 juta warga NU? Saya yakin benar jika umat yakin bahwa sumbangan yang mereka peroleh dengan membanting tulang dan diberikan kepada NU kemudian dirasakan manfaatnya oleh mereka, maka dampaknya akan sangat besar, NU pun akan dirasakan sebagai diri mereka sendiri dan mereka perlukan,” paparnya.

Tinggal persoalannya prakarsa, kreativitas dan pengawasan yang dilakukan oleh para pengurus NU sendiri. “Dapatkan NU memanfaatkan sumber dayanya yang besar untuk membangun kemandirian secara ekonomi agar tidak bergantung kepada institusi negara atau pihak manapun. Kalau hal ini dapat dilakukan, NU dapat menggerakan seluruh kekuatannya sebagai civil society, untuk mengontrol jalannya kekuasaan negara sambil memberdayakan potensi yang dimiliki warganya,” imbuh JJ. Kusni. (cih)