Warta

Nasib Korban SUTET

NU Online  ·  Rabu, 11 Juni 2003 | 09:37 WIB

Jakarta, NU.Online
Keresahan warga yang bermukim di bawah saluran udara tegangan ekstra-tinggi (SUTET), kembali menuntut ganti rugi PLN.  Kali ini mereka mendatangi Komnas HAM Jl. Latuharhary, Jakarta, Rabu (11/6/2003)., untuk mengadukan nasib mereka yang dirugikan PLN. Para warga beberapa hari sebelumnya juga sempat  mendesak Komnas HAM untuk melakukan mediasi antara warga dengan PLN.

Sebenarnya mengenai ganti rugi itu sendiri telah dituntut warga sejak beberapa tahun lalu. Namun,  hingga kini belum ada respon dari PLN. Ganti rugi yang ada baru pada pohon atau bangunan warga yang terkena langsung proyek SUTET.

<>

“Yang kami tuntut, PLN juga harus bertanggung jawab terhadap dampak buruk proyek SUTET kepada warga yang hidup di bawahnya. Selama ini warga yang tinggal di bawah saluran tegangan tinggi itu sangat menderita,” tutur Hambali, perwakilan warga.  Para warga di sekitar sering mengeluh pusing, sesak napas bahkan kelumpuhan.   Bukan hanya itu, SUTET juga membuat kesuburan tanah warga berkurang.

Awal mula persoalan sekitar tahun 1992 ketika PT PLN (Persero) Unit Bisnis Penyaluran dan Pusat Pengatur Beban Region Jawa Bali akan memasang tower SUTET, berjanji akan membayar lahan milik masyarakat Rp 10.000,00/m2 dan akan memindahkan permukiman penduduk yang berada di bawah jaringan SUTET 500 KV itu ke lokasi yang aman.

Akan tetapi, lahan penduduk hanya dibayar Rp 5.000,00/m2 dan belum ada satu pun rumahnya yang dipindahkan ke lokasi lain. Penduduk yang sudah 6 tahun dilanda keresahan dan dihantui ketakutan atas kehadiran jaringan SUTET, minta PT PLN memberikan keadilan. Antara lain mewujudkan janjinya atau memindahkan tower dan jaringan yang melintasi permukiman penduduk. Bila dibiarkan, sesuai hasil penelitian Mahasiswa Akademi Perawat Jakarta, dampak negatif yang akan dialami penduduk dari jaringan itu yakni akan menderita berbagai jenis penyakit yang sulit disembuhkan.

Korban Kecewa

Para warga dari 8 desa yang menjadi korban mengaku kecewa dengan komnas HAM, pasalnya, mereka tidak bisa bertemu dengan pihak PLN, karena sebelumnya sudah ada kesepakatan untuk berunding.  Hal itu dikemukakan koordinator warga dari desa Jampang, Encep Arif Affandi, kepada wartawan. Menurut Encep, seharusnya Komnas HAM memberitahu warga bahwa PLN tak akan hadir. “PLN kan sudah mengirim surat ke Komnas HAM tanggal 9 Juni kemarin. Kan masih ada waktu 3 hari, jadi kami tidak perlu ke sini,” ujarnya kesal.

Menurut Encep, warga juga kesal dengan PLN yang mengaku tidak siap berdialog dengan warga hari ini. Padahal, PLN sudah berjanji pada 27 Mei lalu siap berembuk dengan warga korban SUTET. “Makanya kami menolak surat yang diberikan PLN kepada Komnas HAM,” tandasnya.

Sementara itu, Wakil Ketua Komnas HAM yang juga ketua mediasi Salahuddin Wahid menyebutkan, ketidakhadiran wakil PLN hari ini karena dinilai masalah dengan warga sudah selesai. “Tapi kita juga mau mengkaji lagi apa betul demikian,” tukas adik kandung mantan Presiden Gus Dur ini.

Gus Solah – panggilan akrabnya – mengungkapkan, surat tentang ketidakhadiran PLN ditandatangani Direktur Pembangkit dan Energi Primer PLN Ali Herman Ibrahim. Namun surat itu tidak diterima oleh warga.

Ditambahkan, Komnas HAM juga akan mengkaji apakah ada pelanggaran HAM yang dilakukan PLN dalam kasus tersebut. “Tolong kami dibantu mengenai informasi-informasi dan penelitian dari dalam maupun luar negeri yang memperkuat tuntutan warga. Kalau itu melanggar HAM, ya harus kita sampaikan kepada PLN,” ungkap Gus Solah.(dtk/CiH)