Warta

Masdar Terima Tawaran Sebagai Ketua PBNU

NU Online  ·  Selasa, 21 Desember 2004 | 06:12 WIB

Jakarta, NU Online
Masdar Farid Mas’udi menerima tawaran untuk menjabat Ketua I dalam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama. Masdar menerima jabatan itu ketika Rois Aam Syuriah PBNU KH Sahal Mahfudh menawarinya dua hari setelah Muktamar NU di Boyolali berakhir.

"Saya diminta dan diperintahkan Rois Aam untuk membantu beliau dalam kepengurusan PBNU di jajaran tanfidziyah," kata Masdar kepada wartawan di Bandung, Minggu (19/12) malam.

<>

Masdar menyetujui tawaran itu karena Rois Aam adalah pemimpin tertinggi, dan sebagai orang NU, dia wajib menunjukkan kesetiaannya. Lagi pula, Sahal Mahfudh bukan tokoh yang sedang berselisih dengan tokoh NU Abdurrahman Wahid, tidak seperti dengan KH Hasyim Muzadi.

Sebelumnya, Abdurrahman Wahid, atau akrab dipanggil Gus Dur, menolak keputusan Muktamar Ke-31 NU yang mengangkat KH Sahal Mahfudh sebagai Rois Aam Syuriah PBNU dan KH Hasyim Muzadi sebagai Ketua Tanfidziyah PBNU periode 2004-2009.

Abdurrahman Wahid kemudian berniat mendirikan organisasi baru. Apalagi sejak pemilu legislatif 2004, Hasyim sudah tidak sepaham lagi dengan Abdurrahman Wahid.

Jabatan Ketua I, lanjut Masdar, belum berlaku efektif karena masih harus menunggu kelengkapan kepengurusan yang lain. Kelengkapan kepengurusan PBNU diharapkan dapat dilengkapi pada akhir Desember.

Masdar tidak terlalu mementingkan jabatan tersebut, yang penting dia memiliki komitmen dan kesempatan untuk berbuat sesuatu yang bermanfaat bagi kaum nahdliyin.

Boleh Saja Menolak

Hari Sabtu lalu Ketua Umum Tanfidziyah PBNU hasil muktamar, Hasyim Muzadi, menilai boleh saja jika ada pihak yang menolak hasil muktamar. Akan tetapi, Hasyim meminta pihak yang tidak setuju itu tidak lantas menstrukturkan diri dengan membentuk kepengurusan tandingan.

Pernyataan itu disampaikan Hasyim seusai menemui empat perwakilan ulama Pondok Pesantren Buntet Cirebon, Sabtu sore. "Boleh-boleh saja seseorang tidak setuju dengan (hasil) muktamar. Akan tetapi jangan kemudian menstrukturkan diri. Hal itu karena muktamar adalah lembaga tertinggi. Oleh karena itu, tidak ada kelompok atau perorangan yang setingkat apalagi merasa di atas muktamar," ujarnya. Hasyim mengatakan, kewajibannya saat ini sebatas melaksanakan hasil muktamar. (k-ol/cih)