Warta

Kyai Se-Jawa Bertemu Di Tebuireng

NU Online  ·  Selasa, 23 Maret 2004 | 18:11 WIB

Jakarta, NU Online
Sekitar 60 ulama se-Jawa dari Buntet (Jabar), Langitan (Jatim), Rembang (Jateng), Lirboyo (Jatim), dan sebagainya akan bertemu di Pondok Pesantren Tebuireng, Jombang, Jatim pada 24 Maret.

"Ya, saya diundang, tapi saya belum tahu agendanya. Yang saya tahu cuma tahlilan dan ziarah ke makam KH Hasyim Asy’ari (Tebuireng), KH Wahab Hasbullah (Tambakberas), dan KH Bisri Syamsuri (Denanyar)," kata Rois Syuriah PW NU Jatim KH Masduqi Mahfudh di Surabaya, Selasa.

<>

Informasi yang dihimpun koresponden NU Online di Jombang menyebutkan pertemuan yang diawali dengan ziarah ke tiga makam pendiri NU di Tebuireng, Tambakberas, dan Denanyar (Jombang) itu belum memiliki agenda yang jelas. Namun, sebuah sumber menyebutkan bahwa agenda pertemuan kemungkinan memiliki agenda membahas pro-kontra pencalonan Gus Dur sebagai presiden dan keresahan ulama atas putusan Mahkamah Konstitusi tentang PKI.

Ulama yang diundang antara lain KH Abdullah Faqih (Langitan, Tuban, Jatim), KH Abdullah Abbas (Buntet, Cirebon, Jabar), KH Sahal Mahfud (Kajen, Pati, Jateng), KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur), KH Cholil Bisri (Rembang, Jateng), dan KH Idris Marzuqi (Lirboyo, Kediri, Jatim).

Dalam pencalonan Gus Dur sebagai presiden, para ulama Langitan-Buntet cenderung mendukung Gus Dur dan menyerahkan persetujuan kepada Gus Dur, sedangkan para ulama Lirboyo-Rembang cenderung kepada capres di luar Gus Dur dengan alasan fikih (hukum Islam), sebab Gus Dur berhalangan secara fisik/kesehatan.

Secara terpisah, Ketua Tanfidziyah PW NU Jatim KH Drs Ali Maschan Moesa MSi mengatakan pertemuan ulama menjelang Pemilu merupakan hal biasa, karena ulama sejak dulu memang peduli terhadap nasib bangsa. "Soal capres? Mungkin saja, tapi saya dengar para kiai juga gelisah dengan putusan MK soal PKI. Kalau saya, PKI harus dibedakan antara kekerasan dan kepentingan rekonsiliasi," katanya.

Menurut dosen IAIN Sunan Ampel Surabaya itu, jika kekerasan memang harus dilawan dalam bentuk apa pun, baik komunisme maupun terorisme dan separatisme. "Tapi, kalau untuk rekonsiliasi dengan generasi saat ini tentu kita harus ’welcome’ (terbuka), karena Islam mengajarkan ukhuwah (persaudaraan) dengan orang yang tak berdosa," kata pengasuh Pesantren Al-Husna, Surabaya itu.

Sementara itu, pengasuh Pesantren Tebuireng Jombang KH Yusuf Hasyim (Pak Ud) ketika dikonfirmasi pertemuan itu tampak membenarkan, namun dia mengaku hanya menjadi tuan rumah, karena pihak yang mengundang pertemuan bukan dirinya.[par/cih]