Warta

Korupsi Ancaman Bagi Transisi Demokrasi

NU Online  ·  Kamis, 9 Oktober 2003 | 12:38 WIB

Jakarta, NU.Online
Lemahnya pemerintah dalam memberantas korupsi merupakan ancaman terhadap transisi demokrasi, ungkap Prabowo Subianto di sela-sela Musyawarah Kerja Nasional (Mukernas) Garda Bangsa di Asrama Haji, Bekasi, Kamis.

Kondisi itu diperparah dengan ketidakmampuan pemerintah dalam menentukan kebijakan yang berorientasi pada rakyat. Ia mencontohkan masih tergantungnya impor beberapa komoditi bahan pangan.  "3,5 ton beras harus kita impor, itu yang legal dan yang tidak ilegal sekitar 3,5 juta ton. Indonesia juga masih mengimpor 3 juta ton jagung, kacang ijo, kedelai, 4 juta ton gandum, garam dan 1,6 juta ton gula, "padahal dulu kita sudah mengeksport gula dan gula dari Jawa merupakan gula yang terbaik di dunia," kata mantan danjen kopasus ini.

<>

Dalam situasi politik dan ekonomi  yang lemah ini praktis akan sulit melakukan konsolidasi demokrasi, karena perekonomian yang menjadi modal penggerak pembangunan terhambat, industri-industri kerakyatan tidak berjalan dan parahnya semua itu dilakukan oleh elite politik yang gagal mengemban amanah. Padahal situasi ekonomi yang baik merupakan prasyarat menuju transisi demokrasi serta pemerintahan yang kredibel, dan korupsi merupakan penghalang perbaikan ekonomi,  "karena itu yang pertama harus dibenahi adalah penegakan hukum  terhadap koruptor," jelasnya.

Selain itu ia menilai pemerintah tidak memiliki visi dan strategi untuk perbaikan bangsa dan parahnya selama ini ekonomi kita hanya memperkaya orang-orang asing. "kondisi ini terjadi diakibatkan oleh elite politik yang mengecewakan disamping masalah korupsi," tegasnya.

Prabowo  menilai, sampai kini korupsi masih terus terjadi di berbagai sektor, baik di jajaran birokrasi, lembaga peradilan, partai politik, maupun masyarakat. Karena itu  bangsa indonesia belum bisa beranjak dari kebangkrutan ekonomi.  Jadi, tidak mungkin bisa memberantas korupsi, jika badan-badan antikorupsi dan penegakan hukum itu tidak bersih dari korupsi yang diawasi dan dikontrol oleh pemimpin politik yang tidak korup.

Lebih jauh ia mengungkapkan prasayarat dasar dari gerakan pemberantasan korupsi adalah adanya komitmen semua pihak baik pemerintah maupun masyarakat untuk bersama - sama memerangi korupsi. Dengan demikian, sesungguhnya upaya -upaya penghapusan korupsi, kolusi dan nepotisme bukan saja ditujukan kepada unsur -unsur pemerintahan tetapi juga ditujukan kepada semua lapisan masyarakat.

Masyarakat umum harus menyadari bahwa hampir setiap tindak korupsi terjadi juga melibatkan anggota masyarakat, sehingga diharapkan segenap unsur masyarakat juga saling melakukan pengawasan diantara sesama masyarakat untuk mencegah dan mengingatkan bila ada anggota masyarakat yang terlibat atau memberikan kontribusi terhadap terjadinya tindak pidana korupsi

Menjawab pertanyaan-pertanyaan peserta mengenai solusi dari maraknya kasus korupsi, ia meyakini bahwa kultur itu memungkinkan untuk diubah asalkan dunia politik-apakah kepemimpinan politik nasional atau segenap elite politik-menghendakinya melalui usaha penegakan hukum yang tegas dan konsisten

Dalam rangka mengubah kultur korupsi, menurut prabowo, pemerintah harus merumuskan kebijakan penanggulangan korupsi secara komprehensif dan tidak secara parsial serta sepotong-sepotong. "karena jika penanganan korupsi setengah hati, ini akan menggangu proses transisi demokrasi yang dicita-citakan," tandas prabowo.(Cih)