Khofifah: Pemerintah Harus Jamin Tak Ada Lagi TKI yang Disiksa
NU Online · Rabu, 28 Oktober 2009 | 23:54 WIB
Pemerintah, dalam hal ini utamanya, Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi, harus bisa menjamin bahwa di masa mendatang, tak ada lagi tenaga kerja Indonesia (TKI) yang disiksa di negara tempatnya bekerja.Tewasnya Muntik (36), TKI yang bekerja di Malaysia, harus menjadi kejadian yang terakhir, jangan sampai terulang lagi.
Demikian dikatakan Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muslimat Nahdlatul Ulama (NU), Khofifah Indar Parawansa, kepada wartawan di sela-sela kegiatan sosialnya di lokasi terkena gempa di Nagari Sungai Sariak, Kecamatan VII Koto, Kabupaten Padang Pariaman, Sumatera Barat, Rabu (28/10).<>
Menurut Khofifah, hal yang dapat dilakukan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Mennakertrans), Muhaimin Iskandar, adalah segera membuat perjanjian kerja sama dua negara (billateral agreement) antara pemerintah Indonesia dengan pemerintah Malaysia. Hal yang sama juga perlu dilakukan dengan beberapa negara lain yang menjadi tujuan kerja para TKI.
Melalui perjanjian itu, akan ditemukan sejumlah agen atau penyalur TKI yang bermasalah namun hingga kini tidak ada ketegasan dari pemerintah. "Banyak agen yang sebetulnya sudah di-blacklist (masuk daftar agen bermasalah) oleh Malaysia. Tapi, PJTKI masih saja menyalurkan tenaga kerjanya lewat agen-agen bermasalah itu," jelas Khofifah.
Selain itu, tujuan dibuatnya perjanjian kerja sama tersebut juga untuk membenahi karut marut permasalahan TKI di luar negeri. Jika, misalnya, ada masalah (dengan TKI), pemerintah bisa langsung turun tangan agar bisa menjadi bagian dari penyelesaian dengan secepatnya. "Tentu bukan sekedar penyelesaian yang parsial, tapi menyeluruh," terang mantan Menteri Pemberdayaan Perempuan di era pemerintahan presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) itu.
Khofifah menambahkan, perjanjian kerja sama terkait masalah tenaga kerja itu sudah dilakukan pemerintah Filipina dengan pemerintah Malaysia dan Arab Saudi pada 1999. Maka, setiap ada permasalahan, kedua negara dapat segera menemukan penyelesaian.
"Nah, kenapa Indonesia tidak bisa? Dan, apa yang bisa dilakukan pemerintah kalau, misalnya, ada seribu lebih TKI yang mau dideportasi dari Malaysia ke Indonesia?" gugatnya.
Ia menilai, selama ini Indonesia tidak bisa membuat perjanjian kerja sama dengan Malaysia lantaran pemerintah merasa lemah di hadapan negeri Jiran itu. "Kita tidak dalam posisi setara dengan Malaysia selama ini. Seolah-olah kita menjadi underdog," tandasnya.
Maka, di situlah 'pekerjaan rumah' pertama Mennakertrans yang baru agar mampu mengorganisasikan para atase tenaga kerjanya dan instansi terkait untuk segera membuat perjanjian kerja sama dengan Malaysia.
Muntik binti Bani adalah TKI asal Desa Pondok Jenuh, Kecamatan Ringin Agung, Jombang; Jawa Timur, yang bekerja di Malaysia. Ia tewas di negeri Jiran itu pada Senin, 26 Oktober lalu, setelah disiksa oleh majikannya suami-istri beretnis India: Vanitha (29) dan Muruga (35).
Tim dokter Rumah Sakit Tengku Ampuan Rahima di Selangor yang merawat Muntik, mengatakan menemukan beberapa patah tulang pada tubuh korban. Di antaranya, patah tulang pada pergelangan tangan, tulang rusuk, tulang pinggang, akibat benturan benda keras.
Selain itu, tim dokter menemukan pula luka di kaki yang menyebabkan infeksi sehingga kondisi fisiknya terus menyusut. Luka di kaki kanan sudah membusuk.
Mennakertrans mengatakan, selain akan memulangkan jenazah ke kampung halaman Muntik, pihaknya juga akan membantu pada proses hukum di pengadilan. Saat ini, katanya, pihaknya sudah melakukan penuntutan pada majikan korban. (mad)
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Larangan Pamer dan Bangga dengan Dosa-dosa
2
Pastikan Arah Kiblat Tepat Mengarah ke Ka'bah Sore ini
3
Trump Turunkan Tarif Impor Jadi 19 Persen, Ini Syarat yang Harus Indonesia Penuhi
4
Khutbah Jumat: Membumikan Akhlak Nabi di Tengah Krisis Keteladanan
5
Khutbah Jumat: Sesuatu yang Berlebihan itu Tidak Baik, Termasuk Polusi Suara
6
Sejumlah SD Negeri Sepi Pendaftar, Ini Respons Mendikdasmen
Terkini
Lihat Semua