Warta

KH Thonthowi Djauhari: NU harus Konsisten di Jalur Kultural

NU Online  ·  Ahad, 18 Oktober 2009 | 03:22 WIB

Garut, NU Online
Pola penerapan syariat terbagi tiga. Yang pertama adalah jalur formalisasi agama, kedua jalur politik dan ketiga melalui jalur kultural. Demikian dijelaskan Rais Syuriah PCNU Kabupaten Garut, KH. Thonthowi Djauhari dalam khutbah iftitah yang disampaikan pada acara pembukaan konferensi cabang VII Nahdlatul Ulama Kabupaten Garut.

Menurut Kiai Thonthowi, bagi negara-negara yang penduduknya 100% beragama Islam, penerapan syari’ah yang sesuai dengan ahkam wadl’iyah adalah melalui jalur formalisasi agama, seperti mayoritas negara di Timur Tengah. Adapun di Indonesia, penerapan syari’ah melalui pilihan jalur formalisasi agama tidak terpenuhi ahkam wadl’iyah-nya, karena terganjal oleh mawani’ /kendala dalam bentuk ke-heterogen-an bangsa.<>

Kondisi masyarakat heterogen ini pernah dialami langsung oleh Nabi Muhammad SAW ketika berada di Madinah bersama kaum Yahudi Bani Quraidah maupun yang lainnya. Rasulullah melarang untuk memaksakan aqidah kepada masyarakat yang tdak memeluk agama Islam. Yang terjadi adalah hidup berdampingan dengan damai. Untuk mengatur kehidupan masyarakat, nabi menawarkan sebuah kesepakatan berupa Piagam Madinah yang disepakati bersama.

Apa yang dilakukan oleh Rasul saw ini dalam menghadapi wadl’iy bangsa heterogen dengan Piagam Madinah-nya, merupakan contoh bagi umat Islam Indonesia. Artinya; Pancasila dan UUD 1945 adalah bentuk lain yang serupa dengan Piagam Madinah tersebut.

Upaya penerapan syariah pada masyarakat heterogen seperti Indonesia, lebih cocok dengan menggunakan pendekatan kultural. Artinya, penerapan syariah dilakukan dengan mengkondisikan umat agar mampu memahami dan melaksanakan ajaran agamanya, tanpa harus diatur secara formal oleh negara.

Selain jalur formal dan cultural, upaya penerapan syariah dilakukan melalui jalur politik seperti yang dilakukan oleh partai-partai Islam di Indonesia. Tetapi, meskipun mayoritas penduduk Indonesia adalah beragama Islam, namun kenyataannya, sejak pemilu Th 1955 s/d pemilu Th 2009 jarang sekali partai Islam yang berhasil keluar sebagai pemenang mutlak dalam berbagai pemilu tersebut. Bahkan apabila suara seluruh partai Islam yang ada digabung, belum tentu mencapai angka 51%. Kalau pilihan jalur politik seperti ini realitanya, tentunya pilihan jalur formalisasi agama di Indonesia masih cukup jauh dari “impian”.

Dari ketiga pendekatan tersebut, umat Islam Indonesia melakukan upaya penerapan syariah melalui pendekatan kultural seperti yang dilakukan ormas-ormas keagamaan (NU, Muhammadiyah, Persis, dll) seperti melalui kegiatan ekonomi, sosial, pendidikan, kesehatan, da’wah, amar ma’ruf nahi munkar, dll.

Nahdlatul Ulama, sebagai salah satu ormas Islam yang ada di Indonesia, harus konsisten melalui jalur kultural ini. Dengan pola inilah, NU telah terbukti berhasil menyebarkan ajaran agama di nusantara. “apabila NU ingin maju, maka tetaplah konsisten di jalur kultural ini” jelas Kiai Thonthowi. (mad)