Jakarta, NU.Online
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama KH Hasyim Muzadi mengatakan, tindakan kekerasan yang terjadi di Indonesia dalam kurun waktu lima tahun terakhir bukan watak asli Islam Indonesia. "Berabad tidak ada dijumpai kekerasan, kecuali lima tahun terakhir. Jadi tidak mungkin umat Islam Indonesia, tidak mungkin, mesti ada faktor-faktor lain yang mesti diteliti," katanya di Magelang, Senin malam saat Rapimwil PPP se-Jateng dan Halaqah ulama se-Jawa di Pondok Pesantren Nurul Falah Kecamatan Srumbung Kabupaten Magelang.
Keberasamaan dirinya dengan Syafei Ma’arif (Ketua PP Muhammdiyah) dalam berbagai kesempatan selama ini, katanya, untuk mencitrakan Islam Indonesia secara orisinil yang memang sejak masa lalu tidak ada kekerasan. Menurut dia, kekerasan yang terjadi itu disebabkan eksklusivisme pemahaman terhadap Islam oleh aliran tertentu yang semakin "mengeras".
<>"Menumbuhkan faham yang benar hanya dirinya, di luar dirinya mesti salah dan Islam diklaim sebagai kelompok atau perorangan, maka Islam di luar dirinya tidak seberapa Islam," katanya. Ketika terjadi reformasi di Indonesia, ungkap Hasyim, masing-masing kelompok ideologi berkembang pesat termasuk dari orang Islam kelompok eksklusif hingga liberal dengan didukung rendahnya mutu keamanan dan kedaulatan sebagai akibat pergeseran dari kekuasaan tentara kepada multipartai.
"Jika terjadi letupan-letupan di daerah, tidak gampang untuk diatasi. Ada daerah ’abu-abu’, kalau terjadi sesuatu sulit diselesaikan seperti Maluku, Sampit, Papua, Aceh, tidak hanya tema-tema agam tetapi politik, etnis dan sebagainya," katanya. Ia menegaskan, upaya penyelamatan agama harus ditempuh melalui perbaikan hubungan NU dengan organisasi masyarakat lain terutama Muhammadiyah.
Hingga saat ini, katanya di PB NU ada kegiatan halaqah, mulai dari yang paling "lunak hingga keras". NU berusaha mengakomodasi kehendak mereka dengan menemukan "jalan tengah". "Kalau tidak maka kekerasan yang timbul menjadi alasan empuk dari dunia non Islam untuk mengacak-acak, mengolok-olok dan mencaci maki Islam dan dunia Islam," katanya.
Saat sekarang ini, katanya, agama Islam berada dalam problematika. Antar-ahlisunah sudah tidak terdapat kesamaan pemikiran, antara garis moderasi dengan garis keras tidak saling bertemu dan mulai terdapat tanda penggunaan agam sebagai alat kekerasan.
Peningkatan "ukhuwah Islamiyah" kepada "ukhuwah wathoniah" menjadi suatu kebutuhan penting pada saat ini. Sedangkan rintisan NU untuk menjalin hubungan "ukhuwah Islamiyah" selama ini sudah menampakkan hasil positif. "Ternyata satu bulan satu kali di PB NU ketemu, seluruh orang NU lintas partai, cendikiawan, birokrasi. Luar biasa. Dengan begitu maka konsep Walisongo di dalam beragama dan bernegara bisa ’disumrambahkan’ menjadi kekuatan dahsyat untuk Indonesia dan dunia," katanya.
Pada kesempatan itu Hasyim Muzadi mengatakan, ulama pendiri Nu memiliki cara sangat halus dalam menyambungkan antara agama dengan negara sehingga negara tetap melindungi agama, "roh agama naik" tanpa "merobek" kesatuan dan persatuan.
NU juga menjalankan politik kebangsaan dengan terlibat secara langsung baik diminta ataupun tidak diminta dalam berbagai kepentingan bangsa. "NU kelihatannya cerewet, ada masalah Ambon, Bom Bali, Poso, Irak, Aceh ikut omong karena itu kepentingan bangsa secara utuh dan kita tidak bisa lepas sebagai bagian dari bangsa itu. Tetapi NU tidak secara langsung mengurusi kekuasaan yang menjadi bagian organisasi partai politik," kata Hasyim Muzadi.(Cih)
Terpopuler
1
5 Poin Maklumat PCNU Pati Jelang Aksi 13 Agustus 2025 Esok
2
Jumlah Santri Menurun: Alarm Pudarnya Pesona Pesantren?
3
Kantor Bupati Pati Dipenuhi 14 Ribu Kardus Air Mineral, Demo Tak Ditunggangi Pihak Manapun
4
Nusron Wahid Klarifikasi soal Isu Kepemilikan Tanah, Petani Desak Pemerintah Laksanakan Reforma Agraria
5
Badai Perlawanan Rakyat Pati
6
Sri Mulyani Sebut Bayar Pajak Sama Mulianya dengan Zakat dan Wakaf
Terkini
Lihat Semua