Warta

JAMPPI Tuntut KPU Minta Maaf

NU Online  ·  Selasa, 6 Juli 2004 | 11:45 WIB

Jakarta, NU Online
Atas penyelenggaraan Pemilu Presiden (Pilpres) yang masih kacau balau, Jaringan Masyarakat Pemantau Pemilu Indonesia (JAMPPI) menuntut Komisi Pemilihan Umum (KPU) meminta maaf secara terbuka kepada seluruh rakyat Indonesia.

JAMPPI menilai KPU telah gagal dalam menyelenggarakan Pemilu Presiden.�"Untuk kesekian kalinya KPU, sebagai institusi yang berwenang penuh penyelenggaraan Pemilu, telah menunjukan kinerja yang tidak maksimal," ujar Pelaksana Program JAMPPI M. Badi Z Mansur kepada wartawan di Jakarta, Selasa (06/7).

<>

Sebagai mana diketahui, pelaksanaan Pemilu presiden 5 Juli lalu, masih diwarnai kekacauan. Misalnya, penghitungan ulang terhadap coblosan surat suara yang menembus ke halaman judul, yang semula dinyatakan tidak sah oleh petugas KPPS, namun dinilai sah oleh edaran KPU. Kejadian tersebut tentu rentan terhadap manupulasi suara dan konflik, diantaranya adalah tidak terjaminya keamanan surat suara dan kotak suara.

Ditambah lagi adanya penurunan animo pemilih dan saksi dalam menyaksikan perhitungan ulang, sehingga besar kemungkinan terjadinya kecurangan berupa manipulasi suara oleh petugas PPS, PPK hingga KPUD yang bersangkutan. Potensi kecurangan, yang berakibat menodai keabsahan, validitas maupun kualitas Pemilu,� juga terjadi akibat kualitas tinta yang jauh lebih buruk dibanding tinta pada Pemilu Legislatif.

Menurut Badi, seharusnya KPU belajar banyak dari pelaksanaan Pemilu Legislatif lalu. Kekurangan Pemilu Legislatif lalu sudah mendapat protes dan kritik baik dari kontestan maupun lembaga pemantau. tapi, tampaknya KPU 'ndablek' dan tidak mau mendengat kritik. "Akibat sikap KPU yang arogan dan tidak mau mendengar kritik, akibatnya KPU gagal menunjukan perbaikan profesionalisme dan kinerjanya," tegas Badi.

Terkait dengan penghitungan suara ulang, JAMPPI mendesak KPU dan seluruh jajarannya untuk memberikan pengamanan ekstra ketat terhadap kotak suara dan surat suara menjamin kondisinya tidak berubah dengan waktu pemungutan suara berakhir. "Kalau tidak dijaga, dikhawatirkan terjadi penggelembungan suara. KPU harus mengantisipasi hal itu," tambah aktivis PMII ini.

Pada bagian lain, Budi menyayangkan sikap KPUD di beberapa tempat yang melarang kehadiran JAMPPI untuk memantau pemilu. Larangan seperti tidak diperbolehkannya relawan pemantau masuk ke TPS terjadi di KPUD Biltar serta KPUD Probolinggo, Jawa Timur. "Dengan pelarangan tersebut, KPUD berarti telah menutup akses untuk melakukan pemantauan. sikap itu kami anggap melanggar Undang-undang," tandas Budi.

Atas sikap tersebut, menurut Budi, JAMPPI memberikan somasi kepada KPUD Biltar dan KPUD Probolinggo. kedua KPUD tersebut telah melanggar SK KPU No. 32 tahun 2004 tentang "Tata Cara Menjadi Pemantau dan Pemantauan Serta Pencabutan Hak Sebagai Pemantau Pemilihan Pilpres dan Wapres". (nam)