Warta

Jalinan NU dan Politik Dipertegas

NU Online  ·  Senin, 19 Juli 2004 | 07:32 WIB

Jakarta, NU Online
Perkembangan sosial politik lima tahun terakhir membuat Nahdlatul  Ulama (NU) harus menata posisi dan peranannya secara lebih jelas dan tegas, terkait dengan pelaksanaan Khittah 1926, yang selama ini dianggap multi interpretatif bagi NU.

''Kita tidak ingin menciderai konsep Khittah 1926 sebagai pedoman perilaku berorganisasi, tetapi di sisi lain tidak mungkin konsep dan pelaksanaan Khittah 1926 dibiarkan berdiri di ruang kosong, tanpa memperhatikan perkembangan kondisi sosial-politik yang melingkupinya. Kalau ini terjadi, roh perjuangan dari Khittah akan kehilangan makna dan semangat yang melatarbelakanginya,'' ujar Wakil Rois Aam Syuriah PB NU KH Endin Fachruddin Masturo dalam pidato pembukaan Launching Muktamar NU ke-31, di Jakarta, Minggu (18/7) malam.

<>

Pembukaan yang sedianya dilakukan oleh Rais 'Aam Syuriah PBNU, KH. Ahmad Sahal Mahfud, terpaksa digantikan oleh wakilnya KH Endin Fachrudin Masturo, pimpinan Ponpes Masthuriyah Sukabumi ini,  dikarenakan Kyai Sahal dalam kondisi sakit, seperti diungkapkan ketua panitia muktamar NU ke-31, Ahmad Bagdja kepada NU Online.

Dalam sambutannya, kata Kyai fachrudin perkembangan demokrasi di Indonesia yang tercermin melalui pemilihan presiden dan wakil presiden secara langsung yang diawali dengan pemilihan anggota DPR dan DPD, serta kemungkinan pemilihan gubernur, bupati, dan walikota secara langsung disambut antusias oleh warga NU.

Bagi NU, demokrasi politik sama sekali tidak bertentangan dengan agama, bahkan kompatibel dengan ajaran agama Islam. Persoalannya kemudian, lanjut Endin, NU harus mengatur kembali hubungannya dengan masalah politik praktis jika kader-kadernya dilamar menjadi calon bupati, gubernur, atau bahkan presiden.

Untuk itu, dalam kegiatan pramuktamar akan dirumuskan hubungan NU dan politik, kemudian dimatangkan dan disahkan dalam muktamar di Solo.  ''PB NU berharap rumusan mengenai hubungan NU dengan politik akan mencerahkan dan memudahkan kader-kader NU yang ingin terjun ke dunia politik serta menghindari kemungkinan adanya misinterpretasi tidak sehat di lapangan dan bisa menimbulkan konflik antarsesama kader NU,'' tegas Endin.

Muktamar, lanjutnya, merupakan forum tertinggi dalam organisasi NU yang akan membahas masalah-masalah strategis, menyangkut arah dan pandangan bangsa ke depan dan persoalan intern organisasi. Dalam kondisi kritis yang terkait dengan hubungan agama dan negara, NU sering memberikan sumbangan pemikiran sebagai jalan keluar. ' 'Kegiatan pramuktamar ini diharapkan bisa menghasilkan pemikiran jernih dan mampu memberikan jalan keluar bagi penyelesaian krisis multidimensional,'' ujarnya. (Cih)