Warta

Hasyim Muzadi : Jabatan Di PBNU Lebih Nikmat Dibanding Presiden

NU Online  ·  Jumat, 20 Juni 2003 | 20:53 WIB

Jakarta, NU.Online
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul
Ulama (PBNU) KH Drs A Hasyim Muzadi berpendapat bahwa jabatan di PBNU dan  pengasuh pesantren lebih nikmat dibanding jabatan yang lain, termasuk presiden atau wakil presiden.

Menurut pengasuh Pesantren Mahasiswa Al-Hikam Malang itu, ketika sejumlah partai mendatangi dan meminta kesediaannya untuk dicalonkan menjadi presiden, maka dirinya sempat bertanya, apakah
dirinya hanya sekedar dicarikan tempat atau diajak untuk memperbaiki bangsa yang bobrok.
    

<>

"Kalau hanya sekedar dicarikan tempat nggak usah (tidak perlu). Jabatan di PBNU lebih nikmat dibanding di tempat lain. Di PBNU tidak dicaci-maki orang, tidak didemo, tidak diplintir wartawan," katanya.
    

Selain itu, katanya, jika mengumpulkan massa di NU itu tidak pakai membayar, tapi justru dibayar. "Kalau datang temui massa, istighosah misalnya,dibayar, tapi kalau politisi harus bayar, misalnya untuk kampanye," jelasnya. Namun, katanya, partai politik yang mencoba melamar dirinya menjadi presiden akan ditanya, apakah mempunyai konsep untuk memperbaiki negara. "Kalau ya, bagian mana yang harus dibantu. Nanti akan saya ukur, apakah saya mampu. Tapi, semua tak bicara konsep, tapi benar-benar ingin jadi," katanya.
    

Ia mengaku dirinya sering terpaksa berbicara politik, karena parpol banyak yang membicarakan soal tokoh NU untuk dicalonkan. "Sampai hari ini belum ada yang serius, betul-betul untuk meminta Ketua PBNU menjadi capres atau hanya ribut di dalam wacana," katanya.
    

Menyinggung PKB yang sempat menyebut dirinya, ia mengatakan PKB hanya menyimpan namanya di dalam brankas. "Ya gak apa-apa, karena hal itu memang bukan tujuan, ditolak pun tidak jadi problem," katanya. Namun, jika ada partai yang serius ingin mencalonkan dirinya sebagai capres atau cawapres, maka harus meminta izin pada PBNU, karena jika ada pergeseran pada jabatan Ketua Umum PBNU ke jabatan formal harus seizin institusi yang memilihnya menjadi ketua umum PBNU.  

"Ini etika ’leadership’. Bukan langsung siap-siap begitu,"
katanya.Oleh karena itu, jika sebuah parpol serius mencalonkan dirinya, maka yang harus menjawab adalah PBNU, sebab jika dirinya yang menjawab maka pengaruh dan dampaknya kecil. "Sebaliknya,
jika PBNU yang menjawab ya, maka Indonesia akan menggelegar," katanya.(Ant/Cih)