Anggota Fraksi Kebangkitan Bangsa Badriah Fayumi mengatakan dukungannya atas Rancangan Undang-Undang Jaminan Produk Halal dalam kerangka perlindungan konsumen.
''Tidak ada yang mengatur pembatasan konsumen untuk mengkonsumsi produk tertentu,'' katanya, Senin (16/2).<>
Rancangan Undang-undang tentang jaminan produk halal sudah memasuki agenda rapat ketiga di Komisi VIII sudah memutuskan 11 daftar isian materi (dim) dari total 214 dim yang dibahas.
RUU ini menurut Badriah untuk mengatur jaminan produk apakah halal mulai dari proses pembuatannya hingga jatuh ke tangan konsumen. ''RUU ini juga sebagai upaya untuk membuat aturan yang lebih kuat untuk menjamin kehalalan suatu produk,'' kata dia.
Bila dilihat dari sisi regulasi, jelas Badriah, RUU ini juga mendorong agar dunia usaha lebih punya tanggung jawab kepada konsumen terhadap produk yang mereka jual terutama produk yang sifatnya massive. ''Karena kehalalan produk sepertinya belum menjadi kesadaran dunia usaha secara umum,'' kata dia.
Sementara Menteri Agama, Maftuh Basyumi mengatakan bahwa RUU ini sangat penting untuk segera disahkan.''Karena ini menyangkut kepentingan kelompok yang sangat besar dan sangat dibutuhkan. Dan kami menghindari pertentangan,'' tegas dia.
Pembahasan 203 dim pun akan diserahkan pada panitia kerja DPR. Karena menurut Maftuh tidak semua harus dibahas bersama pemerintah. ''Saya mohon agar DPR bisa segera menyelesaikan pada September 2009 ini,'' ujar dia.
Fraksi PDS Tolak
Sementara itu, Fraksi Partai Damai Sejahtera (PDS) tetap menunjukkan sikap menolak terhadap penggodokan RUU ini. ''Tidak perlu semua diundangkan,'' kata Pdt Tiurlan Hutagaol dari Fraksi PDS usai rapat kerja di DPR.
RUU ini menurut dia justru akan menjadi belenggu untuk sebagian masyarakat Indonesia. Meskipun Tiurlan mengakui bahwa RUU ini memang sangat positif untuk umat Islam,tapi ia mengkhawatirkan dampaknya jika disahkan nantinya. ''Banyak hal yang tidak kita perlukan untuk memancing anarkis. RUU ini sepertinya akan mengarah kesna,'' kata dia.
Seharusnya, keanekaragaman suku bangsa dan agama menjadi pertimbangan untuk membahas RUU ini, tambah Tiurlan, karena penentuan haram atau tidak makanan berbeda antara satu daerah dengan lainnya.
Ia mencontohkan seperti di Bali, Papua, NTT dan Manado, babi bukan makanan tidak halal tapi justru makanan adat. Iapun menambahkan jika RUU ini diberlakukan akan merugikan pihak produsen. (rep/mad)
Terpopuler
1
Jadwal Puasa Sunnah Sepanjang Agustus 2025, Senin-Kamis dan Ayyamul Bidh
2
Khutbah Jumat: Meyongsong HUT RI dengan Syukur dan Karya Nyata
3
Upah Guru Ngaji menurut Tafsir Ayat, Hadits, dan Pandangan Ulama
4
Khutbah Jumat: Rawatlah Ibumu, Anugerah Dunia Akhirat Merindukanmu
5
Pakar Linguistik: One Piece Dianggap Representasi Keberanian, Kebebasan, dan Kebersamaan
6
IPK Tinggi, Mutu Runtuh: Darurat Inflasi Nilai Akademik
Terkini
Lihat Semua