Warta

Biarkan Islam Menjadi Warna-Warni

NU Online  ·  Kamis, 12 Juni 2003 | 18:01 WIB

Jakarta, NU Online
Kunjungan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama Ke Iran merupakan kunjungan dari saudara seagama yang saat ini sedang mengalami ujian oleh tekanan Amerika dan sekutunya atas kepemilikan senjata nuklir dan julukan sebagai poros setan

Tampaknya Iran merupakan target selanjutnya setelah Afganistan dan Irak. Dalam hal ini PBNU menawarkan diri sebagai mediator antara umat Islam dan dunia Barat. Selama ini NU telah diakui kredibilitasnya oleh negara-negara Barat sebagai kelompok keagamaan terbesar di Indonesia yang memiliki sikap toleran dan ramah terhadap negara asing.

<>

Dalam kunjungan yang berlangsung selama lima hari (7-11/06) PBNU mengunjungi berbagai situs budaya Islam. Kunjungan yang tak terlewatkan tentu saja ke KBRI Iran dimana para delegasi PBNU yang berjumlah 8 yang terdiri dari KH Hasyim Muzadi, Prof Cecep Syarifuddin, Dr Andi Jamaro, dan beberapa kyai dari berbagai pesantren di Indonesia orang bertemu dengan berbagai warga Indonesai di Iran.

Selanjutnya rombongan PBNU berkunjung ke berbagai tempat dan melakukan kegiatan seperti berdiskusi di berbagai universitas di Iran tentang pemahaman keislaman, kunjungan ke makam Khumaini, makan syuhada Iran, makam Ahlul Bait, percetakan Al Quran, perpustakaan yang menyimpan naskah-naskah kuno yang berisi lebih dari 300 manuskrip yang salah satunya adalah tulisan zabur berhuruf latin pertama.

Kunjungan lain adalah ke Culture and Islamic Relationship Organization dan juga organisasi Ahlul Bait.

Pengalaman dalam berbagai kunjungan ini memberikan pengalaman batin yang sangat kaya kepada peserta rombongan. Berbagai budaya Islam dalam berbagai bentuk menunjukkan bahwa Islam merupakan agama yang kaya akan budaya di berbagai tempat sesuai dengan kondisinya masing-masing. Ketua PBNU Dr. Andi Jamaro Dulung dalam hal ini berkata “Biarkan Islam menjadi warna-warni”. Satu agama yang mampu menghargai unsur lokalitas masing-masing pemeluk agamanya.

Pemaksaan kehendak bahwa satu golongan ajarannya paling benar akan menyebabkan pertentangan dalam masyarakat dan bisa menimbulkan konflik berkepanjangan yang akan merugikan umat Islam sendiri. Dalam hal ini NU sudah lama dikenal bisa menghargai keyakinan golongan ataupun agama lain.

Satu hal yang dapat dijadikan sebagai pelajaran adalah pola rekrutmen untuk menjadi ulama atau di Iran dikenal sebagai mullah dan ayatullah. Mereka yang menjadi mullah adalah orang-orang yang memang benar-benar berilmu. Mereka hanya berhak mengajarkan agama sedangkan Ayatullah yang kedudukannya lebih tinggi memiliki hak untuk menafsirkan hukum Islam.

Persyaratan untuk menjadi ayatullah sangat berat, yaitu mereka yang sudah berhasil menerbitkan buku-buku yang bertaraf internasional. Dalam hal ini dapat dilihat bahwa karya-karya penulis Islam sangat terkenal dalam dunia Islam seperti Ali Syariati dan Mutahhari.

“Kalau di Indonesia seorang anak kyai langsung menjadi Gus dan setelah selesai mondok langsung menjadi kyai”, ungkap Andi Jamaro. Ini merupakan pola rekrutmen yang kurang baik karena seorang anak kyai secara otomatis menjadi Gus sedangkan orang lain yang memiliki potensi belum tentu dapat menjadi ulama karena bukan anaknya kyai.

Kunjungan PBNU ke Iran disambut dengan hangat. PBNU merupakan organisasi Islam terbesar di dunia di negara dengan penduduk Islam terbesar di dunia. “Sambutan yang diterima bagai seorang kepala negara” ungkap Andi Jamaro untuk menunjukkan betapa gembiranya warga Iran kedatangan tamu dari PBNU.

Satu hal yang disepakati bersama antara Iran dan Indonesia adalah bahwa serangan Amerika ke Iran merupakan pelanggaran hukum dan saat ini Iran pun sedang mengalami ancaman yang sama dari Amerika dan sekutunya.(mkf)