Angka perceraian karena perbedaan partai politik dalam penyelenggaraan Pemilihan Umum (Pemilu) dan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) cenderung naik dari tahun ke tahun.
“Ini harus diwaspadai, karena dapat mengganggu keutuhan dan kelanjutan masa depan bangsa,” kata Dirjen Bimas Islam Prof. Nasarudin Umar di Jakarta, Selasa (15/7).<>
Ia mengatakan, hal terbaik adalah mengamankan jaring-jaring keluarga. Perceraian akibat Pemilu, karena berlatarbelakang pandangan, harus dihindari. Karena itu ia mengimbau kepada umat Muslim agar menghindari adanya perbedaan yang dapat menjurus kepada perceraian.
"Urusan politik adalah urusan sesaat, sementara urusan keluarga adalah urusan seumur hidup. Bahkan sampai akhirat," kata Dirjen Bimas Islam.
Dalam pertemuan tersebut ia juga kembali mengungkap bahwa perceraian di Indonesia cenderung meningkat. Ketika tampil sebagai pembicara dalam Pemilihan Keluarga Sakinah dan Pemilihan Kepala KUA Teladan Tingkat Nasional Nasaruddin Umar juga menyebutkan bahwa gejolak yang mengancam kehidupan struktur keluarga ini semakin bertambah jumlahnya pada tiga tahun terakhir ini.
"Setiap tahun ada dua juta perkawinan, tetapi yang memilukan perceraian bertambah menjadi dua kali lipat, setiap 100 orang yang menikah, 10 pasangannya bercerai, dan umumnya mereka yang baru berumah tangga,” jelasnya.
Islam dengan tegas menyatakan dalam Al-Qur'an bahwa perceraian itu adalah suatu perbuatan yang halal, tetapi paling dibenci Allah, namun perceraian itu menjadi fenomena yang terjadi di masyarakat Indonesia.
"Dalam Al-Quran 80 persen ayat membicarakan tentang penguatan bangunan rumah tangga, hanya sebagian kecil yang membicarakan masalah penguatan negara, bangsa apalagi masyarakat, sebab keluarga adalah sendi dasar terciptanya masyarakat yang ideal, mana mungkin negara dibangun di atas bangunan keluarga yang berantakan, " ujarnya.
Ia menegaskan, apabila angka perceraian di masyarakat terus mengalami peningkatan, itu menjadi bukti kegagalan dari kerja Badan Penasehat pembinaan Pembinaan Pelestarian Perkawinan (BP4).
Ia juga menjelaskan, pada kasus perceraian suami-isteri ternyata jumlah isteri yang menggugat cerai suami makin meningkat. Hal merupakan fenomena baru di enam kota besar di Indonesia.
Terbesar adalah di Surabaya. Menurut data, di Jakarta dari 5193 kasus, sebanyak 3105 (60 persen) adalah kasus isteri gugat cerai suami dan sebaliknya suami gugat cerai isteri 1462 kasus. Di Surabaya dari 48.374 kasus sebanyak 27.805 (80 persen) adalah kasus isteri gugat cerai suami, sedangkan suami gugat cerai isteri mencapai 17. 728 kasus.
Di Bandung dari 30.900 kasus perceraian sebanyak 15.139 (60 persen) adalah kasus isteri gugat cerai suami dan suami gugat cerai isteri sebanyak 13.415 kasus.
Selanjutnya, di Medan dari 3.244 kasus sebanyak 1.967 (70 persen) adalah isteri gugat cerai suami dan suami gugat cerai isteri hanya 811 kasus. Di Makassar dari 4.723 kasus sebanyak 3.081 (75 persen) adalah isteri gugat cerai suami, dan suami gugat cerai isteri hanya 1.093 kasus.
Sedangkan di Semarang dari 39.082 kasus sebanyak 23.653 (70 persen) adalah isteri gugat cerai suami dan suami gugat cerai isteri hanya 12.694 kasus.
Menurut Nasaruddin Umar, penyebab perceraian tersebut antara lain karena ketidakharmonisan rumah tangga mencapai 46.723 kasus, faktor ekonomi 24.252 kasus, krisis keluarga 4. 916 kasus, cemburu 4.708 kasus, poligami 879 kasus, kawin paksa 1.692 kasus, kawin bawah umur 284 kasus, penganiayaan dan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) sebanyak 916 kasus.
"Suami atau isteri dihukum lalu kawin lagi 153 kasus, cacat biologis (tidak bisa memenuhi kebutuhan biologis) 581 kasus, perbedaan politik 157 kasus, gangguan pihak keluarga 9. 071 kasus, dan tidak ada lagi kecocokan (selingkuh) sebanyak 54. 138 kasus," katanya.
Tingginya permintaan gugat cerai isteri terhadap suami tersebut, diduga karena kaum perempuan merasa mempunyai hak yang sama dengan lelaki, atau akibat globalisasi sekarang ini, atau kaum perempuan sudah kebablasan.
"Kesadaran atau kebablasan, itulah antara lain yang menjadi perhatian kita semua sebagai umat beragama," kata Nasaruddin, mengomentari kecendrungan kasus perceraian suami-isteri itu. (nam)
Terpopuler
1
Innalillahi, Nyai Nafisah Ali Maksum, Pengasuh Pesantren Krapyak Meninggal Dunia
2
Sosok Nabi Daniel, Utusan Allah yang Dimakamkan di Era Umar Bin Khattab
3
Cerita Pasangan Gen Z Mantap Akhiri Lajang melalui Program Nikah Massal
4
Asap sebagai Tanda Kiamat dalam Hadits: Apakah Maksudnya Nuklir?
5
3 Pesan Penting bagi Pengamal Ratib Al-Haddad
6
Mimpi Lamaran, Menikah, dan Bercerai: Apa Artinya?
Terkini
Lihat Semua