Agus Sunyoto: Peringatan Harlah Pancasila hanya Formalitas
NU Online · Selasa, 3 Juni 2008 | 05:00 WIB
Peringatan Hari Lahir (Harlah) Pancasila, 1 Juni kemarin, yang diadakan oleh beberapa partai politik tidak mempunyai muatan apa-apa. Pancasila hanya jadi bahan omongan kalangan tua. Alih-alih diturunkan pada level praktis, di kalangan muda Pancasila sudah tidak dibincang lagi.
“Peringatan itu (Harlah Pancasila, red) hanya formalitas. Pancasila sudah habis. Bahkan dalam kurikulum pun tidak diajarkan lagi, semua pelajaran sekolah dibikin orang luar,” kata sejarawan Agus Sunyoto di Malang, Jawa Timur, Selasa (3/6).<>
Dikatakannya, Bangsa Indonesia kini sudah mengalami anomi; tidak punya norma dan identitas. Dalam sistem kenegaraan, bahkan dalam hal paling sederhana, misalnya dalam pemakaian bahasa dan pemilihan selera konsumsi sehari-hari bangsa Indonesia lebih gandrung dengan bangsa luar.
”Bandingkan dengan Korea, Jepang, Arab, atau Eropa. Kalau kita tarik hubungan dengan zaman dahulu, sekarang ini kita berada dalam kondisi paling buruk. Dulu semua orang menghargai kita. Orang Batak atau juga orang Jawa punya bahasa dan aksara sendiri, punya kalender sendiri,” katanya.
Menurut Agus Sunyoto, dalam kondisi anomi semacam itu Indonesia akan punah oleh globalisasi karena tidak ada identitas apa pun yang akan ditawarkan dalam persaingan global.
Lebih-lebih bangsa Indonesia, katanya, sering terperangkap dengan istilah ”Indonesia” itu sendiri, dari kata ”indos” dan ”nesos” yang berarti Kepulauan India. ”Istilah itu adalah bikinan orang lain, diciptakan agar kita tidak bisa menilai diri sendiri,” katanya.
Maka proses pencarian kembali identitas perlu dilakukan. Dikatakan Agus Sunyoto, salah satu identitas yang dipunya oleh bangsa Indonesia adalah pesantren. Namun sayangnya, hingga saat ini pesantren belum diakui oleh pemerintah dalam undang-undang.
“Karena itu pesantren tidak mungkin dapat dana pendidikan kecuali didirikan sekolah di situ, minimal madrasah atau schooling system yang diberi nama Islam. Kalau pesantren saja tidak dapat karena tidak diakui,” katanya.
Menurut Pimpinan Pondok Pesantren Global di Malang Jawa Timur itu, pesantren adalah salah satu bagian yang mempunyai identitas tersendiri. Pesantren masih punya huruf sendiri yang disebut huruf Jawi Pegon, juga punya sistem penanggalan, dan tradisinya sendiri. (nam)
Terpopuler
1
Santri Kecil di Tuban Hilang Sejak Kamis Lalu, Hingga Kini Belum Ditemukan
2
Pastikan Arah Kiblat Tepat Mengarah ke Ka'bah Sore ini
3
Sound Horeg: Pemujaan Ledakan Audio dan Krisis Estetika
4
Perbedaan Zhihar dan Talak dalam Pernikahan Islam
5
15 Ribu Pengemudi Truk Mogok Nasional Imbas Pemerintah Tak Respons Tuntutan Pengemudi Soal ODOL
6
Operasional Haji 2025 Resmi Ditutup, 3 Jamaah Dilaporkan Hilang dan 447 Meninggal
Terkini
Lihat Semua