Warta PROSESI MAULID DI NUSANTARA (1)

Adat dan Agama Menyatu di Aceh

NU Online  ·  Rabu, 19 Maret 2008 | 00:26 WIB

Jakarta, NU Online
Kehidupan beragama sangat kental bagi masyarakat di Aceh. Tak heran mereka disebut sebagai Serambi Mekkah yang mencerminkan keteguhan mereka untuk menjalankan syariat Islam.

Peringatan hari kelahiran Nabi Muhammad atau mauled nabi menjadi salah satu tradisi yang dilestarikan di Aceh. Masyarakat Gayo melaksanakan upacara Mulud di masjid dan mersah atau musholla yang diikuti oleh penduduk yang tinggal di lingkungan sekitarnya.

<>

Secara spontan, masing-masing keluarga membawa makanan beserta lauk pauknya ditambah sejumlah makanan kecil seperti pulut kuning, apam, lepat, cucur, bertih dan tak ketinggalan buah-buahan seperti pisang dan jeruk. Makanan tersebut ditata diatas dulang dan disajikan kepada tamu dan masyarakat yang hadir.

Acara mulud ini juga disertai dengan iringan musik seperti canang, repa’i, gegedem serta suara suling yang sangat syahdu untuk mengiringi bacaan sholawat bagi Rasulullah untuk memperoleh syafaatnya.

Ada pepatah Gayo mengatakan “Hukum gere merer pipet, edet gere mere bele, mate ni ukum wan ijtihet, mate ni edet wan astana” yang maksudnya masyarakat senantiasa diingatkan dan dipandu oleh agama dan adat. Adat sebagai pagar dan agama sebagai tanaman.

Pengertian lain yang menjadi acuan dalam bermasyarakat adalah “Agama menentukan mana yang benar dan mana yang salah, sementara adat mencari mana yang benar dan mana yang salah.”