Warta

15,2 Juta Penduduk Indonesia Masih Sandang Buta Aksara

NU Online  ·  Selasa, 30 Desember 2003 | 09:09 WIB

Jakarta, NU Online
Dirjen Pendidikan Luar Sekolah dan Pemuda Departemen Pendidikan Nasional Dr. Parsi Jalal mengatakan, jumlah penduduk Indonesia usia 15 tahun ke atas yang masih menyandang buta aksara mencapai 15, juta jiwa.
 
"Dari total penduduk yang  masih menyandang predikat buta aksara itu tercatat sekitar 4,5 juta jiwa tergolong usia produktif, yakni 15 hingga 44 tahun," katanya usai mengikuti peringatan Hari Aksara Internasional (HAI) ke-38 di Banda Aceh, Selasa.

Parsi Jalal menambahkan bahwa dari jumlah itu, buta aksara terbanyak terdapat di Jawa Timur mencapai sekitar satu juta jiwa, diikuti Jawa Barat dan Jawa Tengah. “Akan tetapi, kalau persentase jumlah penyandang buta huruf itu cukup banyak terdapat di Propinsi Papua, diikuti Propinsi Nusa Tenggara Timur dan Nusa Tenggara Barat," kata Dirjen PLS dan Pemuda Departemen Pendidikan Nasional itu.

<>

Ia menyebutkan faktor ekonomi dan kondisi sosial yang kurang baik, merupakan itu penyebab paling dominan tingginya angka penduduk penyandang buta aksara di Indonesia.

"Pemerintah terus berupaya untuk memperkecil dan menghilangkan penyandang buta aksara dengan berbagai terobosan, antara lain melalui program paket A, menggerakkan pemuda untuk belajar usaha dan magang serta memperbanyak sanggar kegiatan belajar (SKB) di tanah air," ujarnya.

Khusus bagi penduduk penyandang buta aksara berusia di atas 44 tahun, Pemerintah telah memprogramkan sistem pembelajaran keterampilan berusaha, sehingga yang diharapkan dari mereka itu bukan kemampuan membaca dan menulis, tapi kemampuan peningkatan pendapatan dan peran di tengah-tengah keluarga dan masyarakatnya.

Di pihak lain ia menjelaskan khusus di Aceh, upaya pemerintah setempat dinilai sangat konsisten dalam menekan jumlah penduduk penyandang buta aksara. "Akan tetapi, yang perlu dilihat adalah ketajaman kompetensi apa yang diperlukan dan memetakan darimana penyelenggaraan serta pelatihan itu, sehingga mampu memenuhi dan menghasilkan tenaga yang profesional," kata Parsi Jalal.

Untuk meningkatkan kemampuan itu, Pemerintah NAD telah menempuh upaya dengan mengirim pemuda Aceh belajar kerajinan gerabah di Yogyakarta dan ukiran Jepara di Jepara atau sebaliknya mendatangkan tenaga instruktur luar ke daerah Serambi Mekah.(mkf)