Tokoh

Mbah Zein, Kiai Sederhana Penuh Talenta

Sel, 20 Maret 2018 | 00:00 WIB

Namanya adalah KH Zaenurrahman Arrahili atau akrab dipanggil Mbah Zein. Sosok Kiai 80 tahun asli Tanah Sekuping Jepara ini adalah satu diantara tokoh langka di wilayah Banyumas, Jawa Tengah. Petualangan berpuluh-puluh tahun mengantarkan hidupnya sampai ke Banyumas. Mbah Zein merupakan pengasuh Pondok Pesantren Gubuk Sekuping Bani Rasul yang berlokasi sekitar 500 meter sebelah utara stasiun Purwokerto.

Mbah Zein termasuk sosok yang sangat spesial di Banyumas. Beliau sangat sering disambangi para tokoh dari semua kalangan masyarakat. Kepandaiannya dalam bergaul, sikap supel dan tidak membeda-bedakan, mendorong siapapun betah berdiskusi dan bertamu kekediamannya.

Terlebih setiap ajang Pilkada atau Pileg. Para politisi tidak mau melewatkan doa dari Mbah Zein. Baik politisi level Kabupaten Banyumas maupun Cagub dan Cawagub Jawa Tengah.

Mbah Zein bukan sosok sembarangan. Ia adalah satu di antara Murid Mbah Bisri Mustofa (Ayahanda Gus Mus). Ia piawai dan mewarisi kepandaian Mbah Bisri dalam menulis sastra serta syair-syair berbahasa Arab dan Jawa. Ia senantiasa istiqomah memberikan kajian Tafsir Ibris dan Ihya Ulumaddin rutin untuk umum setiap Ahad Pagi hingga saat ini.
 
Para santrinya mengenal Kiai sederhana ini sebagai sosok yang tidak pernah berkeluh kesah menghadapi ganasnya kehidupan. Ajarannya tentang Qona'ah (menerima) tidak hanya dalam bentuk ujaran semata. Mbah Zein selalu mencontohkannya dalam kehidupan sehari-hari.

Ketika para santri tidak memiliki biaya hidup atau sekedar untuk makan, Mbah Zein mengajak santrinya memanen kelapa di kebun dan kemudian menjualnya di warung untuk ditukar dengan beras, bumbu dan kebutuhan dapur lainnya.

Sosok yang tidak pernah memakai kacamata dalam setiap membaca kitab-kitab sampai saat ini, juga mahir berbahasa Arab dan Inggris. Dua bahasa yang menjadi momok sepanjang kuliah para mahasiswa ini dipelajari saat Mbah Zein menuntut ilmu di Pondok Pesantren Gontor Jawa Timur bersama Almarhum KH Maftuh Basyuni, Mantan Menteri Agama. Selain memiliki kemampuan berbicara berbahasa asing, Mbah Zein juga sangat mahir dalam hal tata bahasa Nahwu atau Grammar.

“Jangan pernah tamak (berharap dengan pemberian dari orang lain)" adalah salah satu nasihat hidupnya kepada para santri dan tamu yang datang. Ini ditunjukkan sampai dengan saat ini pondok pesantrennya tidak pernah membuat proposal ataupun brosur layaknya lembaga-lembaga pendidikan lainnya.

Baginya pesantren dan santri adalah titipan Allah SWT, maka Allah lah yang akan mengurusnya termasuk dalam hal maju dan tidaknya pondok serta banyak-sedikitnya santri yang belajar.

Dalam kesehariannya, para santri senantiasa diajari untuk tidak lepas dari shalat jamaah. Setelah shalat subuh, Mbah Zein sering mengajak para santrinya bersafari ke mushala dan masjid sekitar untuk memberikan taushiyah.

Mbah Zein yang penuh talenta juga memiliki istri yang sangat aktif berorganisasi dengan menjadi aktifis Muslimat NU. Istri Mbah Zein juga adalah seorang hafidzah yang mulai menghafal Al Qur'an setelah pensiun dari pekerjaannya di Pengadilan Agama Kabupaten Banyumas. Setiap pagi dengan naik angkot, Istri Mbah Zein pergi ke Cilongok untuk menyetorkan hafalannya kepada Mbah Yusuf, Ayahanda Almarhum KH Slamet Efendi Yusuf.

Mungkin kebanyakan orang hanya mengetahui Mbah Zein sebagai sesepuh yang di setiap acara sosial keagamaan dan even kabupaten selalu memimpin doa saja. Sesungguhnya menurut para santri dan orang-orang terdekatnya, Mbah Zein itu bisa jadi “Wali” masa kini yang sudah jarang ditemukan. (Kunanfadinaka/Muhammad Faizin)