Tafsir

Tafsir Surat Al-Baqarah Ayat 220: Tuntunan dalam Memelihara Anak Yatim

NU Online  ·  Jumat, 21 Juni 2024 | 05:00 WIB

Tafsir Surat Al-Baqarah Ayat 220: Tuntunan dalam Memelihara Anak Yatim

Ilustrasi harta. (Foto: NU Online/Freepik)

Anak yatim mendapat perhatian serius dalam ajaran Islam. Hal ini terbukti dengan disebutkannya sejumlah ayat dalam Al-Quran yang membahas tentang anak yatim. Di antaranya pada Surat Al-Baqarah ayat 220 yang mengandung bahasan perihal tuntunan dalam memelihara anak yatim.

 

Berikut teks, terjemahan dan beberapa tafsiran ulama terhadap Surat Al-Baqarah ayat 220:

 

فِى الدُّنْيَا وَالْاٰخِرَةِۗ وَيَسْـَٔلُوْنَكَ عَنِ الْيَتٰمٰىۗ قُلْ اِصْلَاحٌ لَّهُمْ خَيْرٌۗ وَاِنْ تُخَالِطُوْهُمْ فَاِخْوَانُكُمْۗ وَاللّٰهُ يَعْلَمُ الْمُفْسِدَ مِنَ الْمُصْلِحِۗ وَلَوْ شَاۤءَ اللّٰهُ لَاَعْنَتَكُمْ اِنَّ اللّٰهَ عَزِيْزٌ حَكِيْمٌ

 

fid-dun-yâ wal-âkhirah, wa yas'alûnaka ‘anil-yatâmâ, qul ishlâḫul lahum khaîr, wa in tukhâlithûhum fa ikhwânukum, wallâhu ya‘lamul-mufsida minal-mushliḫ, walau syâ'allâhu la'a‘natakum, innallâha ‘azîzun ḫakîm

 

Artinya: “Tentang dunia dan akhirat. Mereka bertanya kepadamu (Nabi Muhammad) tentang anak-anak yatim. Katakanlah, ‘Memperbaiki keadaan mereka adalah baik.’ Jika kamu mempergauli mereka, mereka adalah saudara-saudaramu. Allah mengetahui orang yang berbuat kerusakan dan yang berbuat kebaikan. Seandainya Allah menghendaki, niscaya Dia mendatangkan kesulitan kepadamu. Sesungguhnya Allah Mahaperkasa lagi Mahabijaksana.” (QS. Al-Baqarah: 220)

 

Munasabah

Menurut Syekh Wahbah Az-Zuhaili dalam Tafsir Al-Munir, munasabah (keterkaitan) surat Al-Baqarah ayat 220 dengan ayat sebelumnya adalah sama-sama dilatarbelakangi oleh sebuah pertanyaan (ayat 219 pertanyaan tentang harta manakah yang sebaiknya diinfaqi, sedangkan ayat 220 ini pertanyaan tentang anak-anak yatim). Tujuannya agar menjadi pengingat kepada kita akan adanya sekelompok masyarakat yang lebih berhak untuk diberi nafkah dari kelebihan harta kita, guna memperbaiki dan membinanya, yaitu golongan anak-anak yatim. (Syekh Wahbah bin Musthafa Az-Zuhaili, At-Tafsirul Munir, [Damaskus, Darul Fikr: 1991 M], juz II, hal. 286).

 

Sababun Nuzul

Syekh Wahbah Az-Zuhaili memaparkan riwayat dari Imam Abu Dawud, Nasa'i, Hakim, dan lain-lain yang meriwayatkan dari Ibnu Abbas berkata bahwa setelah turunnya surat Al-An'am ayat 152, yang berbunyi:

 

وَلَا تَقْرَبُوْا مَالَ الْيَتِيْمِ اِلَّا بِالَّتِيْ هِيَ اَحْسَنُ

 

Artinya: “Janganlah kamu mendekati (menggunakan) harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih bermanfaat.” (QS. Al-An'am: 152)

 

dan surat An-Nisa' ayat 10, yang berbunyi:

 

اِنَّ الَّذِيْنَ يَأْكُلُوْنَ اَمْوَالَ الْيَتٰمٰى ظُلْمًا اِنَّمَا يَأْكُلُوْنَ فِيْ بُطُوْنِهِمْ نَارًاۗ وَسَيَصْلَوْنَ سَعِيْرًاࣖ

 

Artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zalim, sebenarnya mereka itu menelan api dalam perutnya dan mereka akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala (neraka).” (An-Nisa': 10)

 

Setiap orang yang punya asuhan anak yatim mulai memisahkan makanan dan minumannya dari makanan dan minuman si yatim. Jika makanan anak itu bersisa sedikit, si pengasuh itu akan menyimpannya hingga makanan itu dimakan anak yatim tersebut atau kalau tidak dimakan maka makanan itu dibiarkan saja sampai basi.

 

Keadaan demikian, masih dalam riwayat tersebut, terasa berat oleh mereka, sehingga membuat mereka melapor kepada Rasulullah saw. Lalu, Allah menurunkan firman-Nya dalam surat Al-Baqarah ayat 220 ini:

 

وَيَسْـَٔلُوْنَكَ عَنِ الْيَتٰمٰىۗ

 

Artinya: “Mereka bertanya kepadamu (Nabi Muhammad) tentang anak-anak yatim.” (QS. Al-Baqarah: 220)

 

Selain riwayat di atas, Syekh Wahbah juga mengutip riwayat dari Imam Adh-Dhahhak dan as-Suddi yang berkata bahwa sebab turunnya ayat ini adalah karena mereka dulu di masa Jahiliyah merasa bersalah kalau mencampuri anak yatim dalam hal makan, minum, dan lain-lain. (Syekh Wahbah bin Musthafa Az-Zuhaili, At-Tafsirul Munir..., hal. 285-286).

 

Ragam Tafsir

Ayat ini memuat bahasan utama bolehnya mengelola harta anak yatim dengan tujuan mengembangkannya. Sebab, pada masa Jahiliyah banyak orang yang merasa bersalah kalau mencampuri anak yatim dalam hal makan, minum, dan lain-lain.

 

Menurut Imam Qurthubi dalam kitab tafsirnya, ayat ini terkait dengan ayat sebelumnya. Sebab, perintah untuk memelihara harta anak yatim ini disandingkan kepada pembicaraan tentang harta pada ayat sebelumnya. Menurut satu pendapat, orang yang bertanya (dalam ayat ini) adalah Abdullah bin Rawahah. Selain itu, dahulu orang-orang Arab sinis untuk bersikap baik terhadap anak-anak yatim dalam makanan mereka, sehingga turunlah ayat ini.

 

Lebih jauh, Imam Qurthubi  juga mengatakan bahwa dalam ayat ini, Allah memberikan izin untuk menyikapi anak-anak yatim dengan niat memperbaiki (keadaan) mereka melalui perhatian dan kebaikan yang diberikan untuk mereka. Sehingga, hal itu menjadi dalil tentang bolehnya men-tasaruf-kan (membelanjakan) harta mereka secara absolut, baik dalam melakukan jual-beli, pembagian, maupun yang lainnya. (Imam Qurthubi, Tafsir Al-Qurthubi, [Kairo, Darul Kutub Al-Mishriyyah: 1964], juz 3, hal. 63).

 

Syekh Wahbah Az-Zuhaili, dalam Tafsir Al-Munir, mengatakan bahwa Allah menjawab pertanyaan, “Apakah boleh mencampur harta anak yatim dengan harta mereka sendiri ataukah sebaiknya harta itu dipisahkan?

 

فأجابهم تعالى: قصد إصلاح أموالهم بالتنمية والحفظ خير من اعتزالهم، فإن كان في مخالطتهم إصلاح لهم ومنفعة، فذلك خير، فهم إخوانكم في الدين والنسب، والأخ يخالط أخاه ويداخله ولا حرج في ذلك، وإن كان في عزل بعض أموالهم كالنقود إصلاح لأموالهم، فهو خير، فعليكم أن تراعوا المصلحة فيهم، وأن تحسنوا النظر في أموالهم

 

Artinya: “Maka Allah menjawab: Mengembangkan dan menjaga harta anak yatim lebih baik daripada memisahkannya. Jika mencampur harta anak yatim itu bermanfaat bagi mereka, itu lebih baik, sebab anak yatim adalah saudara-saudaramu seagama dan satu nasab, dan saudara biasanya bercampur dan bergaul erat dengan saudaranya. Namun, jika memisahkan sebagian harta mereka, misalnya uang, lebih bermanfaat bagi harta mereka, itu juga lebih baik. Jadi, kamu harus mempertimbangkan maslahat bagi mereka dan mengurus harta mereka dengan baik.” (Syekh Wahbah bin Musthafa Az-Zuhaili, At-Tafsirul Munir... juz II, hal. 286).

 

Kemudian, makna dari lafadz, وَاللّٰهُ يَعْلَمُ الْمُفْسِدَ مِنَ الْمُصْلِحِۗ adalah sebuah peringatan dari Allah bahwa Dia mengetahui siapa yang berbuat kerusakan dan siapa yang mengadakan perbaikan. Artinya, Dia akan membalas masing-masing sesuai dengan perbuatannya. Seandainya Allah ingin mempersulitmu, dengan mewajibkanmu memisahkan harta anak yatim dari hartamu, tentu Dia akan melakukannya, akan tetapi Dia memandang dua maslahat, yakni maslahat si yatim dan maslahat kemudahan bagimu.

 

Wali anak yatim boleh berniaga dengan modal harta anak yatim, baik dalam bentuk jual-beli maupun mudharabah (qiradh/sistem pemodalan), dan boleh pula si wali sendiri yang bertindak sebagai mudhaarib (pemodal) . Selain itu, ia juga boleh mencampur harta anak yatim asuhannya dengan hartanya sendiri apabila hal itu bermanfaat dan diiringi dengan perasaan diawasi oleh Allah serta jauh dari kerusakan dan perusakan. (Syekh Wahbah bin Musthafa Az-Zuhaili, At-Tafsirul Munir..., juz II, hal. 286-287).

 

Menurut Imam Maturidi dalam kitab tafsirnya, ayat ini menunjukkan bolehnya munahadah, yang biasa dilakukan orang-orang dalam perjalanan. Munahadah sendiri adalah masing-masing dari orang-orang yang dalam perjalanan menyerahkan sebagian bekalnya lalu mereka mencampurnya, kemudian mereka memakannya bersama, padahal ukuran makan setiap orang berbeda-beda. (Abu Mansur al-Maturidi, Ta’wilat Ahlissunnah, [Beirut: Darul Kutub al-‘Ilmiah, 2005] juz 2, hal. 121)

 

Walhasil, dari keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa diperbolehkan untuk mencampur harta anak yatim dengan tujuan menjaga atau bahkan mengembangkan potensi dari harta tersebut, sehingga harta anak yatim tersebut menjadi bermanfaat. Ketentuan ini tentunya berlaku jika pencampuran harta ini akan membawa kemaslahatan pada anak yatim yang bersangkutan. 

 

Demikianlah penjelasan tentang Tafsir Surat Al-Baqarah ayat 220 yang mengandung bahasan perihal tuntunan dalam memelihara anak yatim. Wallahu a’lam.

 

M. Ryan Romadhon, Alumnus Ma’had Aly Al-Iman Bulus Purworejo.