Tafsir

Tafsir Al-Imran Ayat 18: Kesaksian Allah, Malaikat dan Orang Berilmu

NU Online  ·  Selasa, 23 Juli 2024 | 05:00 WIB

Tafsir Al-Imran Ayat 18: Kesaksian Allah, Malaikat dan Orang Berilmu

Ilustrasi lafaz Allah. (Foto: NU Online)

Surat Al-Imran ayat 18 secara garis besar menjelaskan kesaksian Allah, para malaikat dan orang-orang berilmu bahwa tidak ada Tuhan yang layak disembah kecuali Allah swt. Orang  berilmu di sini ialah mereka yang menjadikan keilmuannya sebagai dasar fondasi untuk mengesakan Allah sebagai satu-satunya Tuhan semesta alam.

 

Ayat ini juga merupakan bukti  tingginya derajat orang yang berilmu di sisi-Nya. Allah meletakkan kedudukan orang yang berilmu setelah para malaikat dalam bersaksi bahwa tidak ada Tuhan yang patut disembah kecuali Dia. Allah ta’ala berfirman:

 

شَهِدَ اللّٰهُ اَنَّهٗ لَآ اِلٰهَ اِلَّا هُوَۙ وَالْمَلٰۤىِٕكَةُ وَاُولُوا الْعِلْمِ قَاۤىِٕمًا ۢ بِالْقِسْطِۗ  لَآ اِلٰهَ اِلَّا هُوَ الْعَزِيْزُ الْحَكِيْمُ

 

syahidallâhu annahû lâ ilâha illâ huwa wal-malâ'ikatu wa ulul-‘ilmi qâ'imam bil-qisth, lâ ilâha illâ huwal-‘azîzul-ḫakîm

 

Artinya: “Allah menyatakan bahwa tidak ada tuhan selain Dia, (Allah) yang menegakkan keadilan. (Demikian pula) para malaikat dan orang berilmu. Tidak ada tuhan selain Dia, Yang Mahaperkasa lagi Mahabijaksana”. (Qs. Al-Imran: 18).

 

Tafsir Jalalain

Syekh Jalaluddin Abdurrahman As-Suyuthi dalam Tafsirul Jalalain menjelaskan bahwa ayat ini merupakan penegasan dan penjelasan dari Allah swt bahwa tidak ada Tuhan yang patut disembah kecuali Dia. Imam As-Suyuthi menafsirkan lafadz “syahida” dengan “menjelaskan dengan adanya bukti”. Persaksian tersebut juga dilakukan oleh para malaikat dan orang-orang berilmu dengan mengakui dan menetapkan di dalam hati bahwa tidak ada Tuhan yang layak disembah kecuali Allah. 

 

Adapun yang dimaksud dengan orang yang berilmu di sini, menurut Imam As-Suyuthi, ialah dari kalangan para nabi dan orang-orang beriman yang mendasari keyakinan dan imannya dengan fondasi keilmuan. Pada ayat ini pula, dijelaskan bahwa Allah-lah yang dengan keesaan-Nya menegakkan keadilan. Imam As-Suyuthi memaknainya dengan “bitadbiri masnu’atihi bil ‘adl”, mengatur seluruh ciptaan-Nya dengan adil. (Imam As-Suyuthi, Tafsirul Jalalain, [Kairo, Darul Hadits: tt], hal 67).

 

Tafsir Marah Labid

Senada dengan Imam As-Suyuthi, Syekh Nawawi Al-Bantani dalam tafsirnya menjelaskan bahwa ayat ini merupakan penegasan yang dilakukan oleh Allah dengan didukung oleh bukti dan tanda-tanda, baik yang bersifat nash maupun logika, bahwa tidak ada Tuhan yang layak disembah kecuali Dia.

 

Kesaksian tersebut juga diikuti oleh para malaikat dan orang-orang berilmu. Adapun yang dimaksud dengan orang berilmu di sini, menurut Imam Nawawi ialah mereka yang mengetahui keesaan Allah ta’ala dengan dalil-dalil yang konkret dan pasti. Sebab persaksian hanya dapat diterima dengan disertai dengan pengetahuan.

 

قال صلّى الله عليه وسلّم: إذا علمت مثل الشمس فاشهد

 

Artinya: “Jika engkau mengetahui, layaknya matahari, maka bersaksilah”.

 

Dengan bukti-bukti yang ada, mereka mengetahui secara hakikat bahwa Allah adalah Dzat yang Esa dan satu-satunya yang mengatur alam semesta. Imam Nawawi menandaskan bahwa ini juga merupakan bukti bahwa orang berilmu memiliki derajat yang tinggi di sisi Allah. (Imam Nawawi Al-Bantani, Marah Labid, [Beirut, Darul Kutub Al-Ilmiyah: 1417 H], juz I, hal 116).

 

Tafsir Al-Misbah

Profesor Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Misbah menjelaskan bahwa kata “syahida” pada ayat di atas yang diterjemahkan dengan menyaksikan, mengandung banyak arti. Di antaranya ialah melihat, mengetahui, menghadiri, dan menyaksikan, baik dengan mata kepala maupun dengan mata hati. Seorang saksi adalah yang menyampaikan kesaksian di pengadilan atas dasar pengetahuan yang diperolehnya, kesaksian mata atau hati. 

 

Dari sini kata menyaksikan di atas dipahami dalam arti menjelaskan dan menerangkan kepada seluruh makhluk. Allah menyaksikan bahwa tiada Tuhan melainkan Dia. Kesaksian Allah terlaksana bukan saja melalui pernyataan-pernyataan-Nya dalam Al-Qur’an, seperti misalnya firman-Nya dalam ayat al-Kursi, dan surat Al-Ikhlash, atau penyampaian-Nya dalam kitab-kitab suci yang lain, tetapi juga pada tanda-tanda keesaan dan kebesaran-Nya yang Dia bentangkan di alam raya. 

 

Allah membentangkan tanda-tanda itu sebagai saksi terhadap diri-Nya. Kesaksian yang sangat kukuh untuk meyakinkan semua pihak tentang kewajaran-Nya untuk disembah dan diandalkan. 

 

Prof Quraish Shihab menjelaskan bahwa kesaksian Allah atas diri-Nya itu menjadikan Allah satu-satunya Tuhan semesta alam yang layak disembah. Sebab hanya Allah yang membuat kesaksian bahwa tidak ada Tuhan yang layak disembah kecuali Dia. Dan ketiadaan selain-Nya yang bersaksi sebagai Tuhan merupakan bukti yang tidak terbantahkan berikut yang menegaskan keesaannya. 

 

Lebih lanjut, setelah menjelaskan kesaksian Allah atas diri-Nya, ayat ini melanjutkan bahwa para malaikat pun ikut menyaksikan. Kesaksian malaikat tercermin dalam ketaatan mereka kepada Allah. Mereka melaksanakan seluruh perintah-Nya dan menjauhi seluruh larangan-Nya atas dasar pengetahuan mereka bahwa tiada selain-Nya, Yang Maha Esa lagi Maha Kuasa. 

 

Bukan hanya para malaikat, tetapi orang-orang yang berilmu juga menyaksikan bahwa tiada Tuhan melainkan Dia, Allah yang Maha Esa. Kesaksian mereka berdasarkan dalil-dalil logika yang tidak terbantahkan, juga pengalaman-pengalaman ruhani yang mereka dapatkan, serta fitrah yang melekat pada diri mereka dan yang mereka asah dan asuh setiap saat. 

 

Mengapa kesaksian Allah ini perlu disampaikan langsung oleh-Nya? Al-Biqa‘i mengemukakan bahwa kesaksian dari yang perkasa biasanya dilakukan bila dia melihat bahwa ada pengikut atau bawahannya yang bermalas-malas melaksanakan perintah, atau mengabaikan tugas-tugas mereka. Dengan kesaksian itu, sang perkasa mengingatkan mereka bahwa situasi telah mencapai satu kondisi yang tidak dapat dibiarkan. 

 

Nah, serupa itulah yang Allah lakukan menghadapi sekian banyak hamba-hamba-Nya yang mengabaikan perintah dan melalaikan tugas. Allah menyampaikan kesaksian-Nya ini juga untuk meyakinkan setiap yang ragu akan keesaan dan kekuasaan-Nya, yakinlah bahwa tiada Tuhan selain Aku, tiada Penguasa yang dapat mengalahkan-Ku, tiada kehendak-Ku yang dapat dibatalkan. Ini Ku-ucapkan langsung, dan dengan demikian, jika Aku berkata A, maka pasti ia benar-benar A, jika Aku berkata B, maka pasti B adanya. Karena itu, tenang dan percayalah serta laksanakan perintah-Ku dan jauhi larangan-Ku. (Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, [Jakarta, Lentera Hati: 2002], vol 2, hal 36).

 

Kesimpulannya, surat Al-Imran ayat 18 ini merupakan kesaksian dari Allah swt, para malaikat dan orang-orang berilmu bahwa tidak ada Tuhan yang layak disembah kecuali Allah. Kesaksian yang dibarengi dengan adanya bukti-bukti yang nyata dan argumentasi-argumentasi yang kokoh. Wallahu a'lam.

 

Alwi Jamalulel Ubab, Alumni Khas Kempek Cirebon.