Syariah

Perihal Faedah dan Ketersambungan Sanad Ngaji Online

Ahad, 26 April 2020 | 12:00 WIB

Perihal Faedah dan Ketersambungan Sanad Ngaji Online

Perkembangan teknologi mempermudah masyarakat dalam mengakses berbagai pengetahuan, termasuk ilmu agama.

Di tengah pandemi virus Corona, masyarakat diimbau untuk berada di rumah saja. Segala bentuk kegiatan yang mengundang kerumunan massa ditiadakan, bahkan merambah ke ranah ibadah seperti shalat jamaah, Masyarakat melaksanakan ibadah di rumah masing-masing. Hal tersebut sebagai upaya memutus atau setidaknya meminimalisasi rantai persebaran Covid-19.

 

Alhasil, banyak aktivitas yang sedianya dilakukan dengan bertemu langsung di dunia nyata, digantikan dengan cara online atau daring. Di antaranya pengajian online.

 

Para kiai dan ustadz yang biasanya di bulan Ramadhan mengaji dengan santri-santri dan masyarakat di masjid, mushala atau tempat lainnya, berganti sistem ngajinya dengan mengadakan pengajian yang disiarkan langsung via berbagai platform media sosial. Para murid dan masyarakat dapat menyimak dan menyaksikan penjelasan mereka di rumah masing-masing. Bagaimana agama memandang fenomena pengajian daring?

 

Deskripsi permasalahan ini dapat ditinjau dari beberapa aspek.

 

Pertama, perbandingan dengan ngaji langsung

Pada dasarnya, mengaji lebih utama dilakukan dengan bertemu dan bertatap muka dengan guru secara langsung. Selain dapat dipahami dan diserap lebih maksimal ilmu sang guru, pengajian di dunia nyata menghasilkan keutamaan berkumpul dengan guru dan hadir di majelis ilmu.

 

Disebutkan dalam kitab al-Maqathi’ wa al-Nutaf min Kalam al-Salaf keterangan sebagai berikut:

 

قال الحبيب عبد الله بن عمر الشاطري الاجتماعات فيها سر عظيم

 

“Berkata Habib Abdullah bin Umar al-Syathiri, perkumpulan-perkumpulan (dzikir dan ilmu) ini terdapat rahasia yang agung” (Habib Ali bin Muhsin al-Saqaf, al-Maqathi’ wa al-Nutaf min Kalam al-Salaf, hal. 759).

 

Ibnu Khaldun dalam al-Muqaddimah mengatakan:

 

ولقاء المشيخة مزيد كمال في التعليم والسبب في ذلك أن البشر يأخذون معارفهم وأخلاقهم وما ينتحلونه به من المذاهب والفضائل: تارة علماً وتعليماً وإلقاءً، وتارة محاكاة وتلقيناً بالمباشرة. إلا أن حصول الملكات عن المباشرة والتلقين أشد استحكاماً وأقوى رسوخاً

 

“Bertemu langsung dengan guru menambah kesempurnaan di dalam pengajaran. Sebabnya adalah bahwa manusia mengambil pengetahuan, akhlak dan berbagai macam kecenderungan berupa mazhab dan keutamaan. Adakalanya dengan cara mengetahui, mengajar dan menyampaikan; adakalanya menceritakan dan menuntun secara langsung. Namun, hasil kecakapan (ilmu) dari metode secara langsung dan dituntun lebih melekat dan menancap” (Ibnu Khaldun, al-Muqaddimah, hal. 348).

 

Kedua, sisi pahala

Pengajian daring tetap memiliki nilai positif dan berpahala, sebab keberadaannya merupakan salah satu perantara memberi dan dan mencari faedah ilmu (al-Ifadah wa al-Istifadah).

 

Pengajian live streaming masuk dalam keumuman hadits Nabi tentang pahala yang didapat dari menunjukan kebaikan kepada orang lain. Disebutkan dalam Shahih Muslim sabda Nabi sebagai berikut:

 

مَنْ دَلَّ عَلَى خَيْرٍ فَلَهُ مِثْلُ أَجْرِ فَاعِلِهِ

 

“Barang siapa menunjukan kebaikan, maka baginya mendapat pahala seperti orang yang melakukannya” (HR. Muslim).

 

Al-Imam al-Nawawi memberi komentar atas hadits tersebut sebagai berikut:

 

فيه فضيلة الدلالة على الخير والتنبيه عليه والمساعدة لفاعله وفيه فضيلة تعليم العلم ووظائف العبادات لاسيما لمن يعمل بها من المتعبدين وغيرهم

 

“Dalam hadits terdapat keutamaan menunjukan kebaikan, mengingatkan kepadanya dan menolong orang yang melakukannya. Hadits ini juga terdapat petunjuk keutamaan mengajarkan ilmu dan aktivitas ibadah, terutama bagi orang yang mengamalkannya, dari orang-orang yang beribadah dan lainnya” (al-Imam al-Nawawi, Syarh Shahih Muslim, juz 13, hal. 39).

 

Syekh Yusuf Khathar Muhammad dalam al-Mausu’ah al-Yusufiyyah menjelaskan perbedaan keutamaan antara belajar langsung di hadapan guru dan belajar otodidak melalui kitab-kitab karangan ulama. Menurutnya, kedua metode tersebut mendapat pahala belajar, namun bertatap muka dengan guru terdapat tambahan keberkahan dan pancaran cahaya rantai sanad keilmuan yang terpancar dalam diri guru. Syekh Yusuf mengumpamakannya dengan aliran listrik, tidak akan bisa sampai kecuali dengan kabel penyambung.

 

Syekh Yusuf juga menggaris bawahi, belajar melalui media buku disyaratkan dua hal. Pertama, murid yang mengambil ilmu dari buku harus pribadi yang cakap, pemahamannya benar. Kedua, kitab yang dipelajari tidak melenceng dari agama.

 

Tokof sufi kontemperor tersebut menegaskan sebagai berikut:

 

وربما كان الآخذ السليم عن الكتاب السليم فيه الأجر فقط أما الأخذ عن الشيخ ففيه الأجر وفيه الوصول معا لأن فيه سر الإمداد بالبركة وربط المريد بالحبل المحمدي وذلك أشبه بالتيار الكهربائي لا ينتقل الا بالموصل

 

“Terkadang orang yang selamat (pemahamannya) yang mengambil dari kitab yang selamat (dari ajaran menyimpang), hanya mendapat pahala. Adapun orang yang mengambil ilmu dari guru, mendapat pahala dan wushul (sampai kepada derajat makrifat), sebab di dalamnya terdapat rahasia pertolongan dengan perantara keberkahan dan tersambungnya murid dengan ikatan sanad berbasis Nabi Muhammad. Hal demikian mirip dengan aliran listrik, tidak bisa berpindah kecuali dengan penyambung” (Syekh Yusuf Khathar Muhammad, al-Mausu’ah al-Yusufiyyah, juz 2, hal. 382).

 

Dari referensi tersebut dapat dipahami, pengajian dengan cara tidak bertatap muka secara langsung dengan guru, tetap mendapatkan pahala belajar, pengajian daring dapat dianalogikan dengan belajar melalui kitab-kitab ulama dengan titik temu berupa tidak bertemunya murid dengan guru secara langsung.

 

Ketiga, tersambungnya sanad keilmuan

Titik ini sangat menarik, masih banyak pertanyaan: mengaji online kepada seorang ulama apakah sah disebut muridnya? Apakah sanad keilmuan kita bisa tersambung dengan sang guru?

 

Dalam tinjauan ilmu periwayatan, terdapat delapan cara mengambil riwayat hadits, yaitu (1) mendengar dari guru, (2) membaca di hadapan guru, (3) ijazah sanad dari guru, (4) memberi riwayat (al-munawalah), (5) berkirim tulisan (al-mukatabah), (6) pemberitahuan dari guru (i’lam al-syekh), (7) mewasiatkan sebuah tulisan, dan (8) menemukan tulisan guru (al-wijadah) tanpa pernah bertemu atau mendapat ijazah dan semisalnya. Teori terakhir ini masuk dalam kategori riwayat munqathi’ (terputus sanadnya) dan mursal, hanya ada nuansa bersambungnya sanad karena model periwayatannya menggunakan redaksi semisal “aku menemukan riwayat di tulisan Syekh demikian”.

 

Syekh Thahir bin Shaleh al-Damasyqi menjelasakan:

 

وهي ثمانية السماع من الشيخ والقراءة على الشيخ والإجازة والمناولة والمكاتبة وإعلام الشيخ والوصية الكتاب والوجادة ...إلى أن قال... وهو من باب المنقطع والمرسل غير أنه أخذ شوبا من الاتصال لقوله وجدت بخط فلان

 

“Metode mengambil riwayat hadits ada delapan, yaitu mendengar dari guru, membaca di hadapan guru, pemberian ijazah, pemberian riwayat, berkirim tulisan, pemberitahuan guru, wasiat tulisan dan wijadah (menemukan tulisan guru). Metode wijadah ini termasuk riwayat yang terputus dan mursal, hanya terdapat nuansa bersambung karena diucapkan dengan redaksi aku menemukan tulisan guru Fulan” (Syekh Thahir bin Shaleh al-Damasyqi, Taujih al-Nazhar ila Ushul al-Atsar, juz 2, hal. 769).

 

Dari sekian teori pengambilan riwayat di atas, ilmu yang didapat melalui pengajian live streaming masuk kategori teori al-sama’, yaitu mendengar dari guru. Ulama menjelaskan, teori ini cukup dengan mengetahui secara jelas bahwa yang didengar adalah benar-benar suara gurunya, meski berbeda ruangan dengan sang guru, semisal guru di dalam rumah, murid berada di halaman rumah, keduanya terhalang oleh pagar tembok atau pintu.

 

Pengajian live streaming, sekiranya jelas dan yakin yang didengar adalah valid dari sang guru, terlebih dengan indikasi video, maka cukup sebagai pengambilan sanad riwayat ilmu dengan cara mendengar. Jarak bukan menjadi kendala dalam teori ini, seperti posisi guru dan murid yang dipisah oleh pagar tembok.

 

Ulama pakar hadits, Syekh Muhammad bin Abdurrahman al-Sakhowi mengatakan:

 

(وإن يحدث من وراء ستر) إزار أو جدار أو نحو ذلك من (عرفته) إما (بصوت) ثبت لك أنه صوته بعلمك (أو) بإخبار (ذي خبر) به ممن تثق بعدالته وضبطه (صح) على المعتمد، بخلاف الشهادة على الأشهر، وإن كان العمل على خلافه، لأن باب الرواية أوسع. وكما أنه لا يشترط رؤيته له كذلك لا يشترط تمييز عينه من بين الحاضرين من باب أولى

 

“Jika Syekh menyampaikan hadits dari belakang tirai, tembok atau semisalnya, guru yang engkau mengetahuinya dengan suara, nyata bagimu itu adalah suaranya dengan pengetahuanmu, atau dengan kabar orang terpercaya sifat adil dan hafalannya, maka sah (untuk mengambil riwayat tersebut) menurut pendapat mu’tamad, berbeda dengan perihal kesaksian menurut pendapat yang lebih masyhur, meski amaliyah yang terlaku adalah sebaliknya, sebab bab riwayat lebih luas (dari pada kesaksian). Sebagaimana tidak disyaratkan melihat guru, tidak disyaratkan pula membedakan sosoknya di antara sekian orang yang hadir dengan logika yang lebih utama” (Syekh Muhammad bin Abdurrahman al-Sakhowi, Fath al-Mughits, juz 2, hal. 213).

 

Lebih tegas lagi apa yang disampaikan al-Habib Umar bin Hafizh. Ulama terkemuka dari Yaman tersebut menandaskan bahwa pegajian online dengan perantara internet sudah sah untuk menjadikan hubungan guru dan murid. Orang yang mendengar penjelasan ulama dari internet, boleh mengamalkan ilmu yang ia dapat dari gurunya. Habib Umar memberi mizan (standar) bahwa hubungan guru murid ditentukan dengan ikatan emosional di dalam hati, jika seseorang benar-benar menautkan hatinya kepada seorang syekh, maka ia sah sebagai muridnya. Menurut Habib Umar, mengambil ilmu dari guru bisa dihasilkan dengan cara apa pun, dan mengaji melalui internet adalah bagian dari cara-cara tersebut.

 

Dalam videonya, al-Habib Umar memaparkan:

 

السائل الحاج الباشوني من اندونيسيا يقول أية مكانة للشخص الذي يتعلم الى الشيخ بوسيلة الانترنيت مكان هل هو من متعلم ذلك الشيخ مع الطلاب؟هل يجوز له أن يعمل كلاما للشيخ من الذكر في الدرس بغير اجازة منه؟ ثم الجواب: نعم أقول ايها الاخ الحاج الباشوني التعلق القلبي هو الفاصل في القضية فان صدق في تعلق قلبه فهو تلميذ ثم ان هذا التلميذ يتلقى عن الشيخ بأي واسطة وبأي وسيلة فما ذكرته من وسيلة الانترنيت فهي ايضا وسيلة من الوسائل

 

“Penanya Haji al-Basyuni dari Indonesia berkata, apa kedudukan seseorang yang belajar kepada syekh dengan perantara internet, apakah termasuk muridnya syekh tersebut? Bolehkah ia mengamalkan dzikir dari syekh itu yang disampaikan di pengajiannya (meski) tanpa ijazah darinya? Jawabannya, iya. Wahai Saudara Haji Basyuni, hubungan hati adalah pemisah di tema ini. Jika murid benar-benar mengaitkan hatinya dengan Syekh, maka ia adalah muridnya. Kemudian murid ini mengambil dari Syekh dengan dengan perantara apa pun. Maka apa yang engkau sebutkan berupa perantara internet, maka hal tersebut juga bagian dari perantara dari beberapa (perantara mengambil ilmu) (Video Habib Umar bin Hafizh, sumber Chanel Youtube B-PRAST HD, dipublikasikan tanggal 15 Agustus 2018).

 

Keempat, kualifikasi keilmuan guru

Pengajian daring juga perlu memperhatikan kualifikasi dan keahlian guru yang mengajarkan. Jangan sampai salah guru, sehingga dapat menjadikan pemahaman agama menyimpang dari manhaj ahlus Sunnah wal Jamaah.

 

Al-Imam al-Nawawi mengatakan:

 

قالوا ولا يأخذ العلم إلا ممن كملت أهليته وظهرت ديانته وتحققت معرفته واشتهرت صيانته وسيادته فقد قال ابن سيرين ومالك وخلائق من السلف: هذا العلم دين فانظروا عمن تأخذون دينكم

 

“Ulama mengatakan, tidak boleh mengambil ilmu kecuali dari sosok yang sempurna keahliannya, jelas agamanya, valid pengetahuannya, dan masyhur keterjagaan dan kemuliannya. Berkata Ibnu Sirin, Malik dan beberapa ulama salaf; ilmu ini agama, maka lihatlah dari mana engkau mengambil agama kalian”. (al-Imam al-Nawawi, al-Majmu’ Syarh al-Muhadzab, juz 1, hal. 66).

 

Dalam konteks lebih khusus lagi, KH. Ahmad Ghazali Muhammad Fathullah mengatakan dalam “al-Jauhar al-Farid” :

 

والحمد لله أصبحت اليوم أدوات العلم ميسرة ، فأنت تسطيع تعلم القراءة ، والفقه ، وغيرهما ، من المجلات والنشرات ، بل من الجوالات ، والكومبيوتر ، وتسطيع أن تتعلم من الفضائيات ، كالتلفيزيون ، والهاتف ، والإنترنيت ، والكل جائز وسائغ ، لكن لابد لذلك من معلم مرشد مؤتمن بعلمه . فلا تدرس من تلك الأدوات ، إلا بعد معرفتك من هو المتكلم ؟ ومن هو المعلم ؟ لتبعد عن الضلالة وتسلم من الغواية.

 

“Segala puji bagi Allah, hari ini perabot-perabot ilmu dimudahkan. Engkau bisa belajar ilmu qira’ah, fiqh dan lainnya dari majalah, surat kabar bahkan smartphone dan computer. Engkau bisa belajar dari jauh seperti televisi, telfon dan internet. Kesemuannya boleh, akan tetapi harus dari guru penunjuk yang dipercaya ilmunya. Maka jangan belajar dari media-media tersebut kecuali setelah engkau mengetahui siapa yang berbicara? Siapa yang mengajar?. Agar kamu jauh dan selamat dari kesesatan”.(KH. Ahmad Ghazali Muhammad Fathullah, al-Jauhar al-Farid, hal. 99).

 

Walhasil, pengajian live streaming adalah hal positif yang berpahala, terlebih di saat pandemi Corona melanda. Kedudukan sanad keilmuannya memiliki pembenaran dalam diskursus ilmu periwayatan, namun tetap harus selektif memilih guru yang hendak ditimba ilmunya.

 

 

Ustadz M. Mubasysyarum Bih, Dewan Pembina Pondok Pesantren Raudlatul Quran, Geyongan, Arjawinangun, Cirebon, Jawa Barat.