Sirah Nabawiyah

Tiga Fenomena Awal Kerasulan Nabi Muhammad

Sen, 18 Oktober 2021 | 04:00 WIB

Tiga Fenomena Awal Kerasulan Nabi Muhammad

Pengutusan Nabi Muhammad saw merupakan jawaban dari Allah atas doa yang pernah dipanjatkan Nabi Ibrahim ketika membangun Ka’bah.

Keturunan dan nasab Nabi Muhammad saw merupakan nasab paling mulia nan luhur, paling sempurna akhlak dan pribadinya. Kemuliaan nasabnya bersambung dan turun-temurun dari jalur Nabi Ismail hingga bersambung dengan ayahnya, Nabi Ibrahim.


Berikut nasabnya, Nabi Muhammad bin Abdullah bin Abdul Muthallib bin Hasyim bin Abdu Manaf bin Qushai bin Kilab bin Murrah bin Ka’ab bin Lu’ai bin Ghalib bin Fihr bin Malik bin Nudhar bin Kinanah bin Khuzaimah bin Mudrikah bin Ilyas bin Mudhar bin Nizar bin Mu’ad bin Adnan bin Nabi Ismail bin Nabi Ibrahim as.


Nasab keturunannya merupakan nasab suci yang tidak pernah dikotori dengan menyembah berhala. Kakek dan buyutnya merupakan orang-orang mulia yang sangat taat pada ajaran yang dibawa oleh kakeknya, Nabi Ibrahim. Oleh karenanya, nasab nabi Muhammad merupakan nasab mulia nan luhur, terhindar dari kemusyrikan menyembah barhala dan lainnya.


Dari sekilas penjelasan di atas, dapat kita pahami bahwa garis keturunan Nabi Muhammad merupakan garis pilihan secara khusus yang Allah tentukan kepadanya. Dengan kata lain, garis keturunan orang yang kelak akan mengemban risalah rasul dan kenabian merupakan keturunan suci yang tidak pernah dikotori oleh pekerjaan musyrik dan keburukan lainnya.


Pernikahan Abdullah dan Permulaan Kenabian

Syekh Ali as-Shalabi dalam kitab ¬Sirah-nya mengatakan, Sayyid Abdullah merupakan sosok seorang tokoh berpengaruh di kalangan suku Quraisy, kebaikan dan sikapnya yang sangat bertanggung jawab menjadikannya sebagai sosok yang sangat disegani. Oleh karenanya, Abdul Muthallib menikahkannya dengan wanita yang juga memiliki keturunan mulia dan nasab yang luhur, yaitu Sayyidah Siti Aminah.


Nasab Sayyid Abdullah dan Sayyidah Aminah bersambung pada urutan kelima dari kakeknya, yaitu Sayyidah Aminah binti Wahab bin Abdu Manaf bin Zahrah bin Kilab. Hanya saja, setelah Sayyidah Aminah dalam keadaan hamil, suaminya wafat meninggalkannya dan anaknya, yang kelak akan menjadi nabi dan rasul.


Sebagaimana ditegaskan oleh Syekh as-Shalabi, pernikahan antara keduanya, merupakan awal mula dimulainya risalah kenabian. Dalam sebuah hadits, ketika Rasulullah ditanyakan perihal permulaan kenabiannya. Beliau bersabda,


أَنَا دَعْوَةُ أَبِي إِبْرَاهِيمَ، وَبُشْرَى عِيسَى، وَرَأَتْ أُمِّي أَنَّهُ يَخْرُجُ مِنْهَا نُورٌ أَضَاءَتْ مِنْهَا قُصُورُ الشَّامِ


Artinya, “Aku (adalah) hasil doa ayahku (Nabi) Ibrahim, dan kabar gembira (Nabi) Isa. Ibuku bermimpi (ketika ia mengandungku) seakan keluar cahaya darinya, menyinari istana-istana di kota Syam.” (HR Ahmad). (As-Shalabi, as-Sirah Nabawiyah ‘Irdu Waqa’i wa Tahlili Ahdatsin, [Beirut, Darul Ma’rifah, cetakan ketujuh: 2008], halaman 46).


Dari hadits di atas, dapat kita pahami bahwa permulaan kenabian ditinjau dari tiga aspek, (1) doa Nabi Ibrahim; (2) kabar gembira Nabi Isa perihal akan diutusnya nabi dan rasul setelahnya yang akan membenarkan risalah yang dibawanya; dan (3) cahaya kanabian yang dilihat oleh ibunda Nabi Muhammad.


1. Doa Nabi Ibrahim as


Dalam Al-Qur’an, Allah berfirman mengabarkan tentang doa permohonan Nabi Ibrahim pada kesempurnaan penduduk Tanah Haram (Makkah). Ia memohon kepada Allah untuk mengutus seorang nabi dan rasul yang berasal dari kalangan mereka sendiri, yaitu keturunan Nabi Ibrahim. Doa itu ia panjatkan setelah membangun Ka’bah. Ia berdoa kepada Allah swt, tepatnya dalam surat Al-Baqarah, ayat 129:


رَبَّنا وَابْعَثْ فِيهِمْ رَسُولاً مِنْهُمْ يَتْلُوا عَلَيْهِمْ آياتِكَ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتابَ وَالْحِكْمَةَ وَيُزَكِّيهِمْ إِنَّكَ أَنْتَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ


Artinya, “Ya Tuhan kami, utuslah di tengah mereka seorang rasul dari kalangan mereka sendiri, yang akan membacakan kepada mereka ayat-ayat-Mu dan mengajarkan Kitab dan Hikmah kepada mereka, dan menyucikan mereka. Sungguh, Engkaulah Yang Mahaperkasa, Mahabijaksana.” (Surat Al-Baqarah, ayat  129).


Syekh Wahbah Zuhayli dalam kitab tafsirnya mengatakan, pengutusan Nabi Muhammad saw merupakan jawaban dari Allah atas doa yang pernah dipanjatkan Nabi Ibrahim ketika membangun Ka’bah. Bahkan, semua yang diminta olehnya bisa ditemukan dalam diri Nabi Muhammad. Misalnya, Rasulullah saw membacakan dan mengajarkan ayat Al-Qur’an kepada kaumnya, mengajarkan hikmah, ilmu-ilmu syariat dan lainnya. (Az-Zuhaili, Tafsirul Munir liz Zuhayli, [Beirut, Darul Fikr, cetakan kedua: 2000 M], juz I, halaman 312).


Syekh Syihabuddin Mahmud bin Abdullah al-Husaini al-Alusi (wafat 1270 H)  menjelaskan perihal makna ayat di atas. Menurutnya, yang dimaksud “membacakan ayat-ayat Allah” adalah membacakan ayat yang menjadi wahyu bagi Rasulullah perihal tauhid dan kenabian, serta ajaran-ajaran Islam lainnya. Sedangkan yang dimaksud “mengajarkan Kitab” adalah mengajarkan lafal-lafal Al-Qur’an dan tata cara pembacaannya. Adapun yang dimaksud “mengajarkan Hikmah” adalah mengajarkan makna-makna yang tersirat di dalam Al-Qur’an.


Yang dimaksud “Dan menyucikan mereka” adalah mendoakan kaumnya dengan doa-doa yang baik, yang mengandung permohonan hidayah kepada Allah dan menerima ajaran yang dibawanya.” (Al-Alusi, Tafsir Ruhil Ma’ani, [Beirut, Darul Kutubil ‘Ilmiah, cetakan pertama: 1999 M], juz III, halaman 301).


Dari penjelasan Syekh al-Alusi di atas, dapat dipahami bahwa Rasulullah saw merupakan potret dan representasi dari doa Nabi Ibrahim setelah membangun Ka’bah yang diterima dan dikabulkan oleh Allah, setelah waktu yang sangat panjang.


2. Berita Gembira dari Nabi Isa as


Pada poin kedua, perihal permulaan pengutusan Nabi Muhammad saw, berasal dari Nabi Isa as, yaitu nabi yang diutus sebelumnya. Pada suatu kesempatan Nabi Isa pernah menyampaikan tentang akan diutusnya Nabi Muhammad sekaligus memberi kabar gembira akan datangnya suatu utusan yang namanya Ahmad. Hal ini, terekam dan diabadikan dalam Al-Qur’an, Allah swt berfirman,


وَإِذْ قَالَ عِيسَى ابْنُ مَرْيَمَ يَا بَنِي إِسْرَائِيلَ إِنِّي رَسُولُ اللَّهِ إِلَيْكُمْ مُصَدِّقًا لِمَا بَيْنَ يَدَيَّ مِنَ التَّوْرَاةِ وَمُبَشِّرًا بِرَسُولٍ يَأْتِي مِنْ بَعْدِي اسْمُهُ أَحْمَدُ


Artinya, “(Ingatlah) ketika Isa putra Maryam berkata, ‘Wahai Bani Israil! Sungguh aku utusan Allah kepadamu, yang membenarkan kitab (yang turun) sebelumku, yaitu Taurat dan memberi kabar gembira dengan seorang Rasul yang akan datang setelahku, yang namanya Ahmad (Muhammad).’” (Surat As-Saff ayat 6).


Syekh Wahbah Zuhayli dalam kitab tafsirnya mengatakan, pengutusan Nabi Muhammad setelah Nabi Isa pada seyogyanya sudah disebutkan dalam Kitab Injil. Hal itu dibenarkan olehnya kemudian disampaikan kepada umatnya. Tidak hanya itu, Nabi Isa juga menjelaskan bahwa rasul setelahnya berasal dari orang Arab. Sifat dan kemuliannya melebihi nabi-nabi dan rasul-rasul yang lain. (Az-Zuhayli, 2000: XXV/168).


3. Cahaya yang Keluar dari Jiwa Ibunya


Imam Jalaluddin As-Suyuthi dalam kitabnya menjelaskan, cahaya yang keluar dari jiwa Sayyidah Siti Aminah terjadi dua kali, (1) ketika sedang tertidur dan dalam keadaan mengandung Nabi Muhammad, cahaya itu seakan keluar dari dalam tubuhnya dan menyinari semua istana-istana yang ada di kota Syam; dan (2) pada malam hari Senin sebelum esok harinya melahirkan, ia kembali melihat secara langsung cahaya itu keluar dari dalam tubuhnya. (As-Suyuthi, al-Khasa’isul Kubra, [Beirut, Darul Kutubil ‘Ilmiah: 1985 M], juz I, halaman 78).


Menurut Syekh Ali as-Shalabi, cahaya yang dilihat oleh Sayyidah Siti Aminah, baik di dalam mimpi maupun di saat yang nyata, merupakan sebuah isyarat terhadap apa yang akan datang dan dibawa oleh Nabi Muhammad. Cahaya itu merupakan representasi dari hidayah dan penerang bagi penduduk bumi, sebagaimana datangnya Nabi Muhammad sebagai penunjuk hidayah dan menghilangkan kesyirikan di muka bumi. (As-Shalabi, 2008 M: 52).


Demikian tiga permulaan tanda-tanda pengutusan Nabi Muhammad saw. Semoga bisa menjadi penambah rasa cinta kepadanya dan bisa lebih semangat untuk membaca shalawat kepadanya, khususnya di bulan Rabiul Awal, yang merupakan bulan dilahirkannya Nabi Muhammad saw.


Ustadz Sunnatullah, Pengajar di Pondok Pesantren Al-Hikmah Darussalam Durjan Kokop, Bangkalan, Jawa Timur.