Risalah Redaksi

Maulid, Momentum Refleksi Kepemimpinan Bangsa, Umat, hingga NU

Ahad, 17 Oktober 2021 | 09:00 WIB

Maulid, Momentum Refleksi Kepemimpinan Bangsa, Umat, hingga NU

Sebagian dari masa depan ada di tangan kita sendiri tergantung pada bagaimana kita memilih pemimpin dan membangun sistem. (Ilustrasi)

Peristiwa kelahiran atau maulid Nabi Muhammad selalu dikenang dan dimaknai umat Islam sebagai momen penting perubahan dunia dari zaman jahiliyah yang penuh kegelapan menjadi zaman pencerahan. Perubahan tersebut bukan hanya pada umat Islam, tetapi juga berpengaruh pada seluruh umat manusia mengingat Islam telah memberi kontribusi besar kepada peradaban dunia. Berita tentang akan lahirnya Nabi terakhir ini telah dikabarkan dalam kitab suci agama samawi sebelumnya dan telah ditunggu-tunggu kedatangannya.

 

Dalam kondisi dunia yang karut marut, banyak orang merindukan datangnya pemimpin baru yang mampu menyelesaikan berbagai persoalan yang terus berkembang, termasuk ketertinggalan umat Islam dibandingkan dengan umat-umat agama lainnya yang kini tampak dominan dalam mengendalikan perubahan dunia. Dalam tingkat nasional, pemimpin baru yang dirindukan untuk membuat perubahan zaman adalah ratu adil atau satrio piningit. Konsep seperti ratu adil ada dalam banyak budaya. Islam juga mengenal konsep Imam Mahdi, namun kita tidak tahu kapan dan siapa orangnya.

 

Dalam cara pandang ala turunnya ratu adil, manusia hanya sebagai objek yang tak kuasa menentukan siapa dan kapan pemimpin yang akan mengarahkan kita menuju kondisi yang kita cita-citakan. Manusia hanya bisa berharap dan berdoa supaya pemimpin seperti itu segera diturunkan dan akan membuat perubahan yang dimimpikan bersama.

 

Pada model kepemimpinan zaman dahulu manusia memang hanya bisa pasrah. Mereka tidak dapat menentukan siapa yang akan menjadi raja karena regenerasi kepemimpinan ditentukan berdasarkan garis keturunan. Bahkan ada keyakinan bahwa raja adalah wakil tuhan yang ada di bumi. Mereka bisa bertindak apa saja kepada rakyatnya. Mereka memiliki kekuasaan mutlak—sabdanya menjadi hukum yang tercermin dalam istilah sabda pandito ratu.

 

Jika raja baik maka kondisi kerajaan juga baik. Namun jika sedang sial hidup di era raja yang buruk, tak banyak yang bisa dilakukan rakyat. Mimpi munculnya ratu adil merupakan pengejawantahan kerinduan akan keadilan yang tak kunjung tercapai dan ketidakberdayaan melakukan perubahan atas pemimpin yang lalim.

 

Dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, kini manusia mampu mengendalikan banyak hal yang dahulunya di luar kuasanya, termasuk dalam mengelola masyarakat dan menentukan pemimpin. Manusia belajar bagaimana mengader dan menyeleksi para calon pemimpin sampai akhirnya didapat pemimpin terbaik. 

 

Proses pemilihan pemimpin berubah dan berbeda sama sekali dengan sebelumnya. Kini, rakyat yang memilih sendiri pemimpinnya melalui pemilu. Kekuasaan juga terdistribusi dalam fungsi eksekutif, legislatif, dan yudikatif yang masing-masing dapat saling mengontrol. Masa jabatan pemimpin juga dibatasi sehingga meminimalkan dampak buruk jika pemimpin yang dipilih ternyata tidak kompeten. Tidak ada lagi kekuasaan mutlak yang membuat seorang pemimpin bertindak sewenang-wenang dan menyalahgunakan kekuasaannya. Rakyat sesungguhnya telah punya pilihan ratu adil yang dikehendakinya. Ada sejumlah kuasa di tangan rakyat dalam menentukan  perubahan.   

 

Nabi Muhammad merupakan rasul terakhir, namun Allah menurunkan Al-Qur’an sebagai mukjizat terbesar. Ini memberi pesan bahwa manusia masa kini memiliki kemampuan lebih banyak dalam mengatur hidupnya dibandingkan generasi sebelumnya, seiring perkembangan pengetahuan dan teknologi. Tak akan ada nabi baru, namun Allah telah menjadikan Al-Qur’an sebagai panduan dalam mengatur berbagai persoalan kehidupan, termasuk dalam menentukan kriteria pemimpin yang baik dan kehidupan secara umum.

 

Dengan demikian, baik buruknya sebuah bangsa ditentukan oleh masyarakat itu sendiri melalui bagaimana mereka memilih pemimpin dan bagaimana lembaga-lembaga negara berfungsi dengan baik. Sebuah bangsa tidak lagi dapat menyalahkan pihak luar atas buruknya kondisi yang dialami karena mereka yang memegang kendali kepemimpinan. Kondisi sebuah bangsa adalah cerminan dari masyarakat itu sendiri. Mereka tidak lagi dapat sekadar pasrah menunggu datangnya ratu adil.

 

Jika presiden, gubernur, bupati atau walikota yang dipilih berkinerja buruk, ini adalah hasil dari sistem dan proses panjang seleksi kepemimpinan yang tidak mampu menempatkan orang-orang yang paling kompeten untuk menjadi pemimpin. Sistem politik yang mahal membuat orang-orang yang kompeten tetapi tidak memiliki modal sudah tersingkir lebih dahulu dalam kontestasi kepemimpinan.

 

Jika undang-undang yang dihasilkan oleh DPR atau DPRD sebagai fungsi legislatif lebih mengedepankan kepentingan oligarki kekuasaan daripada kepentingan rakyat, itu karena yang menjadi anggota DPR adalah para orang kaya yang ingin mengamankan kepentingannya. Ini karena untuk menjadi wakil rakyat, mereka memerlukan biaya kampanye yang mahal. Politik uang bahkan menjadi bagian dari proses tersebut.

 

Jika sistem peradilan tajam ke bawah dan tumpul ke atas, hal tersebut juga karena sistem peradilan yang tidak independen, yang memungkinkan orang-orang yang punya uang dan kuasa melakukan intervensi. 

 

Kondisi kepemimpinan negara-negara muslim secara umum juga mencerminkan gambaran sosial politik masyarakatnya. Ada negara muslim yang masih dilanda peperangan dan konflik tiada henti seperti yang dialami di Afghanistan, Yaman, Suriah, Libya. Sebagian negara sangat kaya karena berkah dari alam, tetapi masyarakatnya masih cenderung tertutup seperti terjadi pada beberapa negara penghasil minyak di Timur Tengah. Negara seperti Indonesia dan Turki telah memiliki pemerintahan yang cukup stabil, sekalipun belum ideal sebagaimana harapan.

 

Menjelang muktamar ke-34 NU yang akan berlangsung pada Desember 2021, kita dapat melakukan refleksi terhadap kepemimpinan para pengurus yang sudah diberi amanah selama periode 2015-2021 ini. Apakah capaian-capaian kinerjanya melampaui, sesuai, atau di bawah program yang telah ditetapkan serta harapan kita sebagai warga NU. Lalu, apakah tata kelola organisasi kita sudah cukup baik untuk menghasilkan kinerja organisasi yang lebih baik. Kondisi NU di masa mendatang ditentukan oleh pengurus wilayah dan cabang dalam memilih pemimpin dan musyawarah yang dilakukan untuk membangun sistem dan tata kelola organisasi yang selalu kontekstual dengan perkembangan zaman.

 

Sebagian dari masa depan ada di tangan kita sendiri tergantung pada bagaimana kita memilih pemimpin dan membangun sistem. Keduanya adalah dua sisi mata uang yang tak dapat dipisahkan untuk membangun kondisi yang lebih baik. Al-Qur’an dan hadits memberi panduan kepada kita bagaimana memilih pemimpin, membangun sistem dan tata kelola organisasi yang baik, di level negara, organisasi masyarakat, atau beragam jenis organisasi lainnya.

 

Setelah usaha terbaik yang kita lakukan melalui akal dan pikiran, baru kemudian kita pasrahkan kepada Allah yang punya kuasa atas segala hal dan mengetahui hak yang terbaik untuk umat manusia. Tak perlu menunggu turunnya ratu adil karena sesungguhnya kitalah yang turut memproses lahirnya ratu adil. (Achmad Mukafi Niam)