Karomah Ulama dari Kalangan Umat Rasulullah
NU Online · Selasa, 19 Oktober 2021 | 19:35 WIB
Patoni
Penulis
Setelah sahabat tidak ada, generasi selanjutnya ialah tabiâin yang disebut juga generasi salaf, atau yang sering disebut salafus shalih. Dan setelah itu ulama mutaqaddimin.
Mereka semua mendapat pengakuan langsung dari Allah SWT dan Rasulullah SAW. Habib Luthfi bin Yahya Pekalongan dalam bukunya Secercah Tinta (2012) mengungkapkan, predikat yang diberikan Rasulullah kepada generasi berikutnya ialah ulamaâi ka an-nabi bani israâil (ulama dari kalangan umatku seperti para Nabi di kalangan Bani Israil).
Dari pengakuan dan predikat yang dinyatakan langsung oleh Nabi Muhammad tersebut menegaskan keistimewaan ulama dari kalangan umat Nabi SAW yang sebanding dengan Nabi di kalangan Bani Israil. Dari petunjuk tersebut, tidak ada alasan bagi umat Nabi Muhammad untuk tidak mengikuti ulama yang merupakan pewaris para Nabi (al-ulama waratsatul anbiya).
Kriteria ulama yang dapat diikuti tentu saja yang mewarisi akhlak Nabi Muhammad dan mampu mewujudkan kehidupan yang lebih baik dengan ilmu-ilmu yang dimilikinya, tidak membuat kerusakan di muka bumi, mampu hidup berdampingan dengan sesama makhluk Allah SWT, dan lain sebagainya.
Istilah ulama sendiri merujuk kepada seseorang yang mumpuni dalam bidang ilmu agama, berakhlak baik, menjadi teladan hidup bagi masyarakat, dan sifat-sifat mulia lainnya. Ulama senantiasa mengisi sendi-sendi kehidupan dengan laku positif yang berdampak kebaikan secara luas. Keberadaan ulama mendatangkan rahmat, bukan laknat. Dakwahnya juga merangkul, bukan memukul, mengajak bukan mengejek.
Hadits Riwayat Ad-Dailami dari Anas r.a, Rasulullah SAW bersabda: ittabiâul ulamaâa fainnahum suruuhud dunyaa wamashaa biihul akhirah.Â
âIkutilah para ulama karena sesungguhnya mereka adalah pelita-pelita dunia dan lampu-lampu akhirat.â (HR Ad-Dailami)
Hadits di atas tentu saja semakin memperkuat pengakuan Rasulullah terhadap para ulamanya. Namun, saat ini sebagian masyarakat masih ada yang terjebak dengan simbol-simbol agama yang melekat melalui pakaian.
Â
Akibatnya, meskipun seorang itu tidak berilmu, bahkan secara perilaku dan ucapan tidak mencerminkan akhlak mulia, tetapi kerap diikuti sebagai seorang yang dianggap mengerti agama.
Padahal, keistimewaan para ulama yang layak diikuti banyak diungkap dari berbagai hadits di antaranya hadits yang berbunyi: man shafahani aw shafaha man shafahani ila yaumil qiyamah dakhalal jannah (barang siapa yang bersalaman denganku atau bersalaman dengan orang yang bersalaman denganku hingga hari kiamat, maka ia masuk surga).
Hadits itu disebut sebagai hadits musalsal bil mushafahah al-mamariyah, Muhammad bin Jaâfar Al-Katani dalam risalah al-musalsalat.
Penulis: Fathoni Ahmad
Editor: Muchlishon
Terpopuler
1
Jamaah Haji yang Sakit Boleh Ajukan Pulang Lebih Awal ke Tanah Air
2
Khutbah Jumat: Menyatukan Hati, Membangun Kerukunan Keluarga Menuju Hidup Bahagia
3
PBNU Buka Suara Atas Tudingan Terima Aliran Dana dari Perusahaan Tambang di Raja Ampat
4
Fadli Zon Didesak Minta Maaf Karena Sebut Peristiwa Pemerkosaan Massal Mei 1998 Hanya Rumor
5
Israel Serang Militer dan Nuklir Iran, Ketum PBNU: Ada Kegagalan Sistem Tata Internasional
6
Presiden Pezeshkian: Iran akan Membuat Israel Menyesali Kebodohannya
Terkini
Lihat Semua