Syariah

Adzan Berkumandang ketika Pertengahan Belajar Mengajar

Sen, 17 Desember 2018 | 08:00 WIB

Adzan Berkumandang ketika Pertengahan Belajar Mengajar

Ilustrasi (Tebuireng Online)

Menjawab adzan merupakan sebuah kesunahan bagi umat Muslim ketika mendengarnya. Perintah ini terdapat dalam hadits yang diriwayatkan oleh Sahabat Abdullah bin ‘Amru bin ‘Ash:
 
إِذَا سَمِعْتُمُ الْمُؤَذِّنَ فَقُولُوا مِثْلَ مَا يَقُولُ مسلم
 
“Ketika kalian mendengarkan orang yang adzan, maka jawablah seperti halnya kalimat yang dikumandangkan olehnya.” (HR. Muslim)
 
Sehingga ketika seseorang sedang beraktivitas yang ada kaitannya dengan pembicaraan, sebaiknya untuk menghentikan pembicaraan sejenak demi mendengarkan dan menjawab adzan yang sedang berkumandang. 
 
Lalu bagaimana jika aktivitas yang sedang dilakukan adalah belajar-mengajar, apakah dianjurkan diam lalu beralih menjawab adzan, atau memilih untuk melanjutkan belajar-mengajar dengan mempertimbangkan jika pelajaran diputus maka konsentrasi secara otomatis akan berpindah?
 
Para ulama dalam hal ini berpandangan bahwa hal yang lebih diutamakan dalam keadaan demikian adalah berhenti dari aktivitas belajar mengajar guna mendengarkan dan menjawab adzan. Pandangan demikian dilandasi karena kegiatan belajar mengajar adalah suatu ibadah yang dapat dilakukan kapan pun tanpa dibatasi oleh waktu, sedangkan menjawab adzan adalah sebuah kesunnahan yang hanya berlaku ketika saat adzan berkumandang saja. Sehingga, hal yang baik ketika dua hal ini terjadi secara bersamaan adalah memilih ibadah yang dilaksanakan berdasarkan batas waktu tertentu agar kesunnahan tidak menjadi hilang, dalam hal ini adalah menjawab adzan. 
 
Pandangan di atas sesuai keterangan yang dijelaskan dalam kitab Busyra al-Karim:
 
ويسن (أن يقطع القراءة) ونحو الذكر كتدريس وإن كان واجبا لأنه لا يفوت بخلاف الإجابة
 
“Disunnahkan untuk memutus membaca Al-Qur’an dan dzikir seperti mengajar meskipun merupakan hal yang wajib. Sebab sesungguhnya (anjuran) mengajar itu tidak akan hilang, berbeda halnya dengan menjawab adzan.” (Syekh Said bin Muhammad Ba’asyin, Busyra al-Karim, hal. 196)
 
Namun terdapat pandangan yang berbeda dalam mazhab hanafiyah bahwa yang baik untuk dilakukan adalah tetap melanjutkan belajar mengajar. Seperti yang dikutip dalam kitab Fathu al-‘Alam:
 
ورأيت بهامش كتاب الوسم للعلامة الحلواني نقلا عن الحنفية ما يفيد عدم قطع قراءة العلم الشرعي لأجل الإجابة. ونصه قال الحنفية: ويجيب من سمع المؤذن ولو جنبا لا حائضا ونفساء وسامع خطبة ومن في صلاة ولو جنازة، وجماع وبيت خلاء وأكل وتعليم علم شرعي وتعلمه، بخلاف قرآن لأنه لا يفوت بالإجابة بخلاف التعلم. فعلى هذا لو يقرأ تعليما وتعلما لا يقطع كما قاله السائحاني
 
“Aku melihat di hamisy (pinggir) kitab al-Wasm milik Imam Allamah al-Halwani menukil dari pendapat Hanafiyah, berupa keterangan tidak dianjurkan memutus membaca ilmu syar’i karena tujuan menjawab adzan. Berikut redaksinya: Berkata para ulama Hanafiyah bahwa dianjurkan menjawab orang yang adzan meskipun dalam keadaan junub, tidak (dianjurkan menjawab) bagi orang yang haid, nifas, orang yang sedang mendengarkan khutbah dan orang yang sedang melaksanakan shalat walaupun berupa shalat janazah, orang yang sedang bersetubuh, orang yang berada di WC, orang yang sedang makan dan orang yang sedang mengajarkan ilmu atau sedang mempelajari ilmu. 
 
Berbeda halnya bagi orang yang sedang membaca Al-Qur’an sebab (anjuran) membaca Al-Qur’an tidak akan hilang dengan sebab menjawab adzan, tak seperti mempelajari ilmu. Berpijak pada hal ini, orang yang sedang mengajarkan ilmu atau mempelajari ilmu tidak dianjurkan untuk memutusnya (untuk menjawab azan) seperti halnya pendapat yang dikemukakan imam as-Saihani.” (Muhammad bin Abdullah Al-Jurdani, Fathu al-‘Alam bi Syarh Mursyid al-Anam, Juz 2, Hal. 110)
 
Berdasarkan perbedaan pandangan dalam menyikapi permasalahan ini, kita lebih mengerti bahwa perbedaan tradisi yang terdapat di pesantren-pesantren yang dilakukan oleh para kiai ketika sedang mengajar, terkadang ada kiai yang memilih untuk melanjutkan mengajar, kadang ada pula yang memilih untuk berdiam dan beralih menjawab adzan. Pilihan sikap tersebut memiliki dalilnya masing-masing sehingga tidak perlu bagi kita untuk berprasangka buruk pada kiai yang melanjutkan mengajar meski adzan sedang berkumandang.
 
Begitu juga bagi siapa pun yang merasa dilematis pada saat belajar ataupun mengajar, lalu di pertengahan aktivitasnya ia mendengar adzan, maka boleh baginya untuk memilih melanjutkan ataupun diam dan menjawab adzan, meski hal yang lebih baik adalah diam dan menjawab adzan sebab pendapat ini merupakan pendapat yang dijadikan pijakan oleh mayoritas ulama. 
 
Hal yang dianggap tidak baik adalah berhenti dari aktivitas belajar mengajar namun tidak untuk menjawab adzan, tapi justru beralih pada aktivitas lain yang tidak bermanfaat, seperti mengobrol sesuatu yang tidak penting hingga ia lalai dalam menjawab adzan yang sedang berkumandang. Wallahu a’lam.
 
 
(Ustadz Ali Zainal Abidin)
 

Terkait

Syariah Lainnya

Lihat Semua