Riset BLAJ

Kreativitas Penyuluh Agama di Masa Covid-19

Sab, 21 November 2020 | 23:00 WIB

Kreativitas Penyuluh Agama di Masa Covid-19

Para penyuluh juga harus ikut peduli dalam penerapan pelaksanaan protokol kesehatan di tempat bimbingan penyuluhannya. (Foto: Kemenag DIY)

Pandemi Covid-19 belum juga usai. Bahkan tak seorang pun mampu memprediksi kapan virus mematikan ini hilang dari kehidupan manusia di muka bumi. Hingga kini, berbagai kasus positif dan pasien yang terkonfirmasi positif Covid-19 kian bertambah.

 

Saat ini, masyarakat dunia pun akhirnya telah memasuki era normal baru. Sebuah kebiasaan yang tidak pernah dilakukan sebelumnya. Kini, orang-orang diminta dan dituntut untuk bisa hidup berdampingan dengan virus. Tentu dengan mematuhi aturan protokol kesehatan seperti memakai masker, jaga jarak, dan mencuci tangan sesering mungkin.

 

Sementara itu, peran penyuluh agama di bawah naungan Kementerian Agama RI juga harus tetap dilakukan sebagaimana tugas pokok dan fungsinya selama ini. Dalam keadaan apa pun, pandemi sekalipun, penyuluh agama mesti mengikuti perkembangan zaman.

 

Hal tersebut diungkapkan Ketua Kelompok Kerja Penyuluh Nasional H Daloh Abdalloh dalam webinar nasional yang diselenggarakan Balai Litbang Agama Jakarta (BLAJ) seri ketujuh, bertajuk Menggagas Panduan Penyuluh Agama Islam di Era Normal Baru.

 

Di masa normal sebelum pandemi, sembilan bulan lalu, kegiatan penyuluhan dan bimbingan keagamaan dilakukan secara offline atau secara tatap muka. Namun berbeda dengan kondisi normal baru seperti sekarang ini. Seluruh kegiatan penyuluhan agama dilakukan secara virtual melalui media digital dengan menggunakan gawai atau gadget dan jaringan internet.

 

"Kegiatan virtual ini sudah menjadi tren. Penyuluh agama, misalnya, juga bisa membuat alat promosi keagamaan yang dicetak seperti flyer, banner, dan spanduk penyuluhan agar masyarakat itu tetap bisa bersabar dalam rangka menjalani kehidupan," ungkap Daloh.

 

Selain dari itu, menurutnya, WhatsApp Grup (WAG) kini juga tengah menjadi tren di masyarakat sebagai perangkat penunjang. Walhasil, setiap kegiatan penyuluhan yang tidak bisa dilakukan secara tatap muka, maka bisa dilakukan melalui WAG.

 

Walaupun demikian, penyuluh agama juga diperkenankan untuk melakukan kegiatan kepada masyarakat di tengah era normal baru ini. Namun, tetap harus mematuhi aturan dan anjuran protokol kesehatan.

 

“Kegiatan-kegiatan tatap muka dengan mematuhi protokol kesehatan boleh dilakukan, baik di masjid, mushala, maupun balai pertemuan yang lain. Ini juga sudah dilaksanakan oleh sebagian dari penyuluh agama di era normal baru,” tutur Daloh.

 

Para penyuluh juga harus ikut peduli dalam penerapan pelaksanaan protokol kesehatan di tempat bimbingan penyuluhannya. "Kemudian harus melakukan sinergi dengan pihak terkait dalam melakukan bimbingan penyuluhan dan pencegahan penularan Covid-19," imbuhnya. 

 

Tak hanya itu, Daloh berharap penyuluh agama juga dapat turut andil dalam gerakan kemanusiaan di tengah masyarakat. Misalnya dalam hal penanganan dampak Covid-19 seperti pemberian bantuan sosial dan Alat Pelindung Diri (APD).

 

Kembali ditegaskan Daloh, bahwa dalam keadaan apa pun penyuluh agama harus bisa memberikan berbagai pendampingan ke masyarakat. Salah satu tugas penting penyuluh adalah soal pelayanan konsultasi. Hal ini bisa dilakukan secara online dan tatap muka dengan protokol kesehatan yang ketat. 

 

Segala macam kegiatan yang dilakukan penyuluh agama harus berkesesuaian dengan anjuran atau panduan yang telah diterbitkan Menteri Agama Fachrul Razi dalam surat edaran Nomor 15 Tahun 2020. Edaran tersebut berisi tentang panduan penyelenggaraan kegiatan keagamaan di rumah ibadah dalam mewujudkan masyarakat produktif dan aman Covid di masa pandemi.

 

Dengan berpedoman pada surat edaran tersebut, para penyuluh agama bisa melakukan tugasnya untuk memberikan pendampingan atau fungsi advokasi kepada masyarakat yang tetap harus berjalan.

 

“Baik advokasi terkait dengan persoalan-persoalan keluarga maupun masalah-masalah keagamaan. Karena sebenarnya di masyarakat, penyuluh agama bukan hanya dinilai sebagai ustadz atau kiai tapi juga dianggap sebagai orang yang memiliki keahlian di segala bidang,” ungkap Daloh.

 

“Misalnya saya beberapa hari lalu diminta untuk menjadi saksi ahli di polres dan kejaksaan. Jadi memang penyuluh agama itu dianggap bisa segalanya. Ini juga termasuk bagian dari fungsi advokasi kepada masyarakat walaupun di tengah pandemi Covid-19,” tambahnya.

 

Selanjutnya, penyuluh agama di bawah Kementerian Agama RI ini juga harus memperhatikan fungsi administratif. Sebab menurut Daloh, penyuluh agama ini adalah pendakwah ‘pelat merah’ sehingga memiliki beban ganda. Di satu sisi memberikan bimbingan kepada masyarakat tetapi di satu sisi dituntut untuk menuntaskan tugas administratif kepada negara.

 

“Karena bagaimanapun juga, penyuluh ini sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN). Baik itu yang fungsional maupun yang non-ASN. Artinya bahwa penyuluh agama Islam sebagai ASN harus memastikan kehadirannya bisa terpantau,” jelasnya.

 

Tugas administratif yang harus dilakukan penyuluh agama adalah melakukan absen dan membuat laporan dari berbagai kegiatan kepenyuluhan yang telah digiatkan. Ditegaskan Daloh, sesibuk apa pun tugas penyuluh agama jika tidak pernah membuat laporan, maka dianggap tidak melakukan apa-apa.

 

“Ini sering terjadi. Akibat terlalu sibuk memberikan penyuluhan kepada masyarakat di banyak tempat akhirnya tidak pernah membuat laporan. Padahal sesuatu yang membedakan antara penyuluh dengan ustadz yang bukan penyuluh adalah kegiatannya teradministrasikan,” ungkapnya.

 

“Jadi kalau kita sebagai ustadz biasa, ceramah selesai sudah. Tetapi kalau penyuluh, tentu di awal ada persiapan dan di akhir ada laporan. Itu pembedanya. Maka fungsi administratif ini menjadi sangat penting,” tambah Daloh.

 

Salah satu dampak positif Covid-19 adalah membuat para penyuluh agama menjadi lebih kreatif dalam membuat laporan atas berbagai kegiatan yang telah dilakukan. Salah satunya dengan melaporkan kegiatan dengan dokumentasi video di platform media sosial seperti youtube.

 

“Bagian dari dampak positif adanya Covid-19 membuat para penyuluh lebih kreatif seperti mengadakan pelatihan media dakwah kreatif, supaya penyuluh melek teknologi. Setiap melakukan penyuluhan maka terdokumentasikan bisa berupa video youtube,” tutur Daloh.

 

Di samping itu, para penyuluh agama juga memiliki fungsi informatif. Tugasnya sebagai penyampai kabar yang benar serta berkewajiban untuk mencegah tersebarnya konten berita keagamaan yang terindikasi hoaks.

 

“Jangan sampai malah penyuluh sendiri yang ikut menyebarluaskan berita-berita yang belum jelas kebenarannya,” ungkap Daloh, mewanti-wanti.

 

Singkatnya, segala tugas dan fungsi yang telah diserahkan kepada para penyuluh agama tersebut agar benar-benar bisa berjalan sekalipun di tengah era normal baru pandemi Covid-19. Secara sederhana, penyuluh agama harus benar-benar hadir di tengah-tengah masyarakat dalam segala keadaan.

 

Diharapkan pula, penyuluh agama ini mampu memanfaatkan kemajuan teknologi informasi dan komunikasi dengan sangat maksimal. Daloh menegaskan, bila perlu seluruh kegiatan penyuluhan yang dilakukan mesti diviralkan di media sosial seperti facebook, Instagram, dan youtube.

 

“Itulah dampak positif Covid-19. Kita bisa bermain juga di media sosial sebagai kesempatan kita untuk mengenalkan penyuluh agama di tengah masyarakat,” tutup Daloh.

 

Penulis: Aru Lego Triono
Editor: Kendi Setiawan