Risalah Redaksi

Menjaga Ukhuwah Nahdliyah dalam Muktamar NU

Ahad, 12 Desember 2021 | 22:00 WIB

Menjaga Ukhuwah Nahdliyah dalam Muktamar NU

Identitas ukhuwah nahdiyah-lah yang memungkinkan warga NU bersedia berjuang dan berkorban karena terdapat nilai bersama.

Dalam momen muktamar, persaudaraan sebagai sesama warga NU atau ukhuwah nahdliyah diuji ketika terjadi kontestasi politik terkait dengan pemilihan ketua umum PBNU. Ada perbedaan dukungan terhadap calon ketua umum. Merupakan hal yang normal jika seseorang lebih menyukai figur tertentu atau lebih sepakat dengan pikiran-pikiran seorang tokoh dibandingkan yang lain. Jika tidak terkelola dengan baik, perbedaan tersebut dapat menimbulkan kerenggangan dan citra kurang baik bagi NU.

 

Kadang ada aktivis yang tampak terlalu bersemangat dalam mengunggulkan calonnya. Sayangnya, ada beberapa yang menggunakan kampanye negatif kepada lawan. Hal ini merusak harmoni warga NU yang diakibatkan oleh adanya polarisasi dukungan. Seolah-olah pengurus atau aktivis NU dikelompokkan dalam pihak kita atau pihak lawan.

 

Ada empat jenis persaudaraan yang diajarkan di lingkungan NU, yaitu ukhuwah nahdliyah, ukhuwah islamiyah (persaudaraan sesama umat Islam), ukhuwah wathaniyah (persaudaraan sesama warga bangsa) dan ukhuwah insaniyah atau ukhuwah basyariyah yang dimaknai sebagai persaudaraan sesama manusia.

 

Persaudaraan sesama warga NU merupakan perasaan bahwa sebagai sesama pengikut NU harus saling membantu untuk tujuan pengembangan dan pemberdayaan organisasi serta umat. Identitas bersama inilah yang menyebabkan warga NU dari berbagai tempat dengan berbagai latar belakang langsung bisa menjadi akrab karena adanya titik temu yang sama.

 

Identitas ukhuwah nahdiyah ini pula yang memungkinkan warga NU bersedia berjuang dan berkorban karena terdapat nilai bersama. Para mahasiswa NU yang berada di berbagai negara awalnya tidak saling kenal, namun ketika ada yang membutuhkan bantuan dari belahan dunia lain, mereka bahu-membahu memberikan pertolongan yang dibutuhkan. Semua itu didasarkan atas ukhuwah nahdliyah.

 

Ukhuwah nahdliyah menumbuhkan ikatan emosi bersama yang menjadi modal besar dalam melakukan berbagai kerja bersama yang memerlukan modal kepercayaan. Berbagai bantuan yang diberikan NU dalam bentuk uang, barang, tenaga dalam berbagai bencana dalam dikumpulkan dari seluruh dunia karena adanya ikatan emosional sebagai sesama warga NU. Kerja-kerja organisasi dapat berjalan baik karena adanya ukhuwah nahdliyah ini.

 

NU juga dikenal sebagai kelompok yang sangat konsisten dalam menjaga ukhuwah islamiyah seperti pembelaan NU terhadap Palestina. Dalam konteks ukhuwah wathaniyah, tak perlu diragukan lagi bahwa NU menjadi garda terdepan penjaga bangsa. Demikian pula, ukhuwah insaniyah terwujud dalam upaya membela siapa pun yang lemah tanpa memperhatikan soal suku, agama, ras, atau golongan.

 

Pada momen-momen tertentu, seperti pemilu atau muktamar NU, ukhuwah nahdliyah dapat menjadi faktor yang memperkuat ikatan, tetapi di sisi lain berpotensi menjadi faktor yang menimbulkan kerenggangan. Perbedaan politik di antara warga NU, jika tidak disikapi secara dewasa, dapat merenggangkan persaudaraan. Sesama pengurus yang sebelumnya akrab menjadi dingin hubungannya.

 

Tradisi yang berlaku di partai politik dengan melakukan demonstrasi kepada lawan politik atau bahkan melakukan tuntutan hukum bukanlah hal yang pantas dilakukan di lingkungan NU. Sebagai ormas Islam, Nahdlatul Ulama mesti mengutamakan pendekatan akhlak, mesti mengutamakan cara-cara yang baik untuk meraih tujuan baik. Nahdlatul Ulama sangat dikenal dengan konsep tabayyun, yaitu melakukan klarifikasi atas permasalahan yang terjadi. Kemudian dilakukan musyawarah untuk mencari solusi bersama.

 

Jika tidak ada titik temu maka sudah ada aturan organisasi seperti AD/ART, Peraturan Organisasi (PO), berbagai pedoman organisasi, termasuk undang-undang dan aturan pemerintah yang menjadi panduan dalam penyelesaian masalah. Aturan dibuat untuk memandu jalannya organisasi, termasuk menjadi acuan bersama ketika tidak terjadi kesepakatan antar pihak.

 

Warga atau pengurus NU juga tidak perlu terpolarisasi dalam aksi dukung-mendukung calon ketua umum, toh semua yang akan dicalonkan merupakan tokoh yang mumpuni. Jika kelompok tengah ini dominan, maka mereka akan menjadi peredam dari tarik-menarik yang dilakukan oleh kelompok yang sedang bersaing. Yang perlu terus kita lakukan adalah kerja-kerja konkret yang memberi dampak kepada warga NU seperti dalam bidang pendidikan, ekonomi, dan kesehatan. Toh semuanya juga bagian dari program besar NU siapa pun yang menjadi pemimpin.

 

Kita meyakini bahwa calon yang diusung mewakili masing-masing cara terbaik dalam memajukan NU. Mereka semua sepakat bahwa NU harus terus maju, berdaya, dan berkhidmah kepada umat dan bangsa, namun bagaimana cara dan gaya dalam mencapai cita-cita tersebut yang berbeda. Dalam sudut pandang tersebut, sesungguhnya tak ada yang perlu dikhawatirkan.

 

Muktamar menjadi pertunjukan NU kepada warga dunia ketika banyak orang sedang memerhatikan apa yang terjadi dalam pertemuan paling akbar ini. Kita mesti mampu menghasilkan hasil yang baik dalam materi, program, dan rekomendasi yang dibahas serta dalam proses kita memilih pemimpin dengan cara yang penuh kesantunan dan beradab sebagaimana yang selama ini selalu diajarkan di pesantren.

 

Kesadaran akan ukhuwah nahdliyah ini yang akan menjaga kita dari berbagai badai dalam pelayaran menjalankan visi dan misi organisasi. Jangan sampai dalam muktamar ini, apa yang selama ini selalu dibicarakan tentang sikap moderat, damai, toleransi, justru kita tidak dapat dilaksanakan sendiri. (Achmad Mukafi Niam)