Risalah Redaksi

Haji 2021, Kuota Ideal, dan Keselamatan di Masa Pandemi

Ahad, 30 Mei 2021 | 09:00 WIB

Haji 2021, Kuota Ideal, dan Keselamatan di Masa Pandemi

Indonesia setiap tahunnya mendapatkan kuota 221 ribu jemaah. Pada tahun 2020, seluruh kuota tersebut tidak dapat digunakan akibat pandemi.

Umat Islam di seluruh dunia menunggu kepastian penyelenggaraan haji tahun 2021 terutama terkait dengan jumlah kuota jemaah dari luar negeri, mengingat pada tahun 2020 pelaksanaan haji hanya diikuti oleh jemaah dengan jumlah sangat terbatas, yakni mereka yang tinggal di Arab Saudi yang mewakili negara-negara Muslim. Prosesi peribadatan pun dilakukan dengan protokol Kesehatan sangat ketat. Pelibatan jemaah luar negeri pada tahun ini merupakan kemajuan dibandingkan dengan penyelenggaraan haji tahun sebelumnya. Calon jemaah haji menyambut gembira kabar itu.


Jutaan umat Islam dari seluruh dunia yang sudah mendaftar haji selama bertahun-tahun harus menunggu kepastian apakah mereka termasuk yang beruntung bisa berangkat tahun ini, terutama mereka yang seharusnya berangkat pada tahun 2020 lalu.


Di media sosial, sempat pula beredar informasi, maksimal kuota jemaah haji tahun 2021 adalah 30 persen dari kuota haji normal. Dari angka tersebut, maka diperoleh angka 64.000 untuk kuota jemaah haji Indonesia, yang terdiri dari 60.000 jemaah haji reguler dan 4.000 jemaah haji khusus. Namun Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) Jeddah membantah informasi tersebut.


Selanjutnya, informasi lain yang tersebar di media massa menyatakan bahwa Pemerintah Saudi Arabia menetapkan jumlah jemaah haji berjumlah 60 ribu dengan alokasi 45 ribu jemaah dari luar negeri dan 15 ribu dari dalam negeri. Namun belum ada kebijakan resmi terkait hal tersebut. Belum jelasnya keputusan final terkait haji yang akan berlangsung pada akhir Juli 2021 ini karena dunia belum sepenuhnya aman dari pandemi Covid-19.


Pandemi Covid-19 telah berlangsung lebih dari 1 tahun telah menjangkiti 170 juta orang dengan korban meninggal 3,5 juta orang. Kasus-kasus baru telah mengalami penurunan; aktivitas masyarakat juga cenderung lebih bebas dibandingkan dengan ketika dunia sedang dalam puncak kasus; namun varian-varian baru terus bermunculan yang berpotensi menjadi bencana baru sebagaimana yang terjadi di India beberapa waktu lalu. Kasus baru di sana sempat menurun, namun kembali meningkat tajam setelah adanya acara keagamaan di Sungai Gangga yang melibatkan jutaan penganut Hindu. 


Vaksin telah ditemukan dan disuntikkan kepada masyarakat terutama kepada kelompok rentan dan mereka yang pekerjaannya melibatkan interaksi dengan banyak orang seperti tenaga kesehatan, wartawan, pedagang, dan lainnya. Vaksinasi cukup efektif dalam mencegah penularan Covid-19, namun sayangnya kelompok yang divaksin masih sangat terbatas. Berdasarkan data Our World in Data 28 Mei 2021 secara global, baru 419 juta orang yang divaksin, yang setara dengan 5,4 persen populasi global. Sementara di Indonesia, total yang divaksin secara tuntas baru 10,2 juta jiwa atau setara dengan 3,8 persen populasi.  


Dari berbagai informasi yang beredar, calon jemaah haji diwajibkan sudah memperoleh vaksinasi secara tuntas atau divaksin sebanyak dua kali. Mereka juga diwajibkan melakukan tes usap (swab test) sebelum berangkat, melakukan karantina di asrama haji dan di hotel ketika tiba di Saudi Arabia dan sejumlah protokol kesehatan lainnya untuk mencegah terjadinya penularan antarjemaah haji.  


Secara teori, jika protokol tersebut dilaksanakan dengan baik pada seluruh proses penyelenggaraan haji, dari berangkat sampai pulang, maka akan terjadi penurunan risiko penularan baru. Namun demikian, potensi penularan tetap saja ada mengingat tingkat efektivitas vaksin belum mencapai 100 persen; apalagi terjadinya penurunan tingkat efektivitas terhadap strain baru.


Belum lagi, tingkat kepatuhan Muslim di setiap negara berbeda-beda. Pada negara yang sudah maju dan kehidupannya teratur, penduduknya cenderung lebih mematuhi aturan. Tetapi di negara yang masih berkembang atau bahkan pada negara-negara yang sedang mengalami konflik, maka kepatuhan terhadap peraturan atau perundangan masih menjadi persoalan, termasuk di dalamnya kepatuhan memenuhi protokol kesehatan.


Faktor-faktor di atas inilah yang tampaknya menjadi pertimbangan penting dalam penyelenggaraan ibadah haji.


Haji merupakan momen penting bagi umat Islam di seluruh dunia. Merupakan mimpi bagi Muslim yang taat untuk dapat menunaikan rukun Islam yang kelima ini. Mereka menabung selama bertahun-tahun untuk membayar biaya pendaftaran dan kemudian masih menunggu bertahun-tahun lagi untuk dapat berangkat ke tanah suci Makkah dan Madinah. Setiap tahunnya sekitar 2,5 juta dari seluruh dunia mengikuti ibadah haji. 


Indonesia setiap tahunnya mendapatkan kuota 221 ribu jemaah. Pada tahun 2020, seluruh kuota tersebut tidak dapat digunakan. Tahun 2021 ini pun, kemungkinan besar kuotanya belum normal, sementara di sisi lain pendaftaran baru haji terus dibuka. Dengan demikian, terjadi antrean yang semakin lama semakin panjang. 


Karena itu, pemerintah Saudi Arabia juga perlu mempertimbangkan aspirasi umat Islam dalam penyelenggaraan haji. Dengan demikian, jika jumlah jemaah haji masih dapat dimaksimalkan tanpa mengurangi risiko tambahan penularan Covid-19, ya seharusnya hal tersebut dilakukan. Alangkah baiknya jika dalam memutuskan kuota haji selama pandemi ini, pemerintah Saudi mengajak bicara negara-negara Muslim yang selama ini mengirimkan jemaahnya untuk mendapatkan jumlah ideal yang dapat dikirimkan. (Achmad Mukafi Niam)