Pustaka

Mengenal Kitab Nazam Ahli Badr dari Cidahu

Rab, 10 Maret 2021 | 04:00 WIB

Kitab Nazam Ahli Badr memiliki nama lengkap Ashlu Al Qadar Fi Khasa'isi Fadha'ili Ahli Badar. Kitab ini dihimpun pada tanggal 4 Juli 1965 M oleh Abuya Dimyati atau lengkapnya KH Muhammad Dimyati (w. 2003). Kitab ini berisi nama-nama sahabat ahli Badar menggunakan sistematika tulisan berbentuk syair nazam. Ahli Badar sendiri, adalah sekelompok sahabat Nabi yang mengikuti peperangan yang terjadi di wilayah Badr. Jumlah bait nazam dalam kitab ini adalah 148 bait. Bentuk bait nazamnya berbentuk pola dasar (wazan) qobliyah dan berirama (bahar) syamil.

 

Dalam banyak riwayat dan literatur sejarah Islam Klasik dijelaskan, peperangan Badar merupakan perang yang sangat menegangkan. Sebab, Nabi dan para sahabat yang hanya berjumlah 314 orang, harus berhadapan dengan pasukan Quraisy dari Makkah yang berjumlah 1.000 orang. Dengan semangat berjuang dan kepasrahan utuh, Nabi beserta para sahabat dapat memenangkan perlawanan ini.

 

Kitab Ashlu al Qadar ini adalah kitab khas yang selalu dibaca di Pesantren Raudatul ‘Ulum Cidahu, yang didirikan oleh Abuya Dimyathi. Secara isi, kitab ini Abuya Dimyati banyak menuqil Kitab Jaliyatul Kadar yang ditulis oleh Sayyid Ali bin Hasan al-Barzanji (w. 1785). Selain Abuya Dimyati, terdapat beberapa ulama Nusantara juga ada yang menulis karya untuk mengenang nama, perjuangan, dan kemuliaan para veteran Badar ini. Di antaranya adalah Habib Salim bin Jindan yang menulis Syifa al-Shadr fi Manaqib Ashhab Badr dan KH Mahmud Mukhtar Bode yang menulis Syarh al-Shadr bi Ahl Badr.

 

Adapun tujuan dari Nazham Ashlu Al Qadar ini adalah sebagai lafaz istigotsah dan media mendekatkan diri kepada Allah. Manfaat yang dipercaya oleh Pesantren Cidahu ketika membaca ini di antaranya yaitu menolak takdir buruk, memperoleh pertolongan serta kemuliaan, menarik rezeki, menghilangkan kesulitan, sampai menyembuhkan yang sakit. Hal ini diyakini, karena dengan membaca nama-nama para syuhada Badr, keberkahan akan kebutuhan yang sedang diamali dapat diatasi.

 

Hal ini juga dijelaskan pada bait ke-6, ke-11, dan ke-12,


فعليكم ليلا نهارا سيعا * عند انضياق الصدر و استيفا الوطر

"Maka lazimkanlah oleh kalian (untuk membaca Ashlu al-Qadar) di waktu siang dan malam 

terlebih lagi ketika dalam keadaan sempit jiwa dan banyaknya permohonan."


فبذكرهم حفظ و قهر للعدا * وولاية للاوليا وصف الكدر

"Siapa saja yang membaca nama mereka (Ahli Badar) maka akan ada penjagaan untuknya 

Akan dibuat perkasa di hadapan musuhnya, diangkat menjadi wali Allah di suatu wilayah, dan dihilangkan kesulitannya."


دفع القضا رفع البلا وشف المريـ * ــض و حملهم نصر و نيل المفتخر

"Dapat menolak takdir buruk, menjauhkan musibah, menyembuhkan penyakit 
dan bagi yang membawa nama-nama mereka (dalam bentuk tertulis) akan selalu mendapat pertolongan dan memperoleh kemuliaan."


Dalam webinar Islam, Sejarah dan Asas Moderatisme seri #2, Achmad Reza Fahlepi yang melakukan penelitian terkait kitab ini menjelaskan, bahwa Kitab Nazham Ashlu Al Qadar selain sebagai pengetahuan akan sejarah perang Badar juga memiliki fungsi sosial. Sebab ketika seseorang mengarang suatu kitab atau sastra, pasti tidak terlepas dari sudut pandang masyarakat sekitarnya. Abuya Dimyathi membuat karya sastra karena kesenangan masyarakat Banten dan sekitarnya pada saat itu tidak bisa lepas dari nilai unsur magis atau mistis.

 

Reza, dalam webinar yang dilaksanakan oleh Ma’had Aly Sa’idusshiddiqiyah Jakarta ini juga menjelaskan, bahwa kitab nazam ini juga sebagai alat untuk perlahan memberi pemahaman Islam. Sebab keyakinan masyarakat akan sesuatu yang bernilai magis atau mistis dapat diimbangi dengan melakukan pendekatan syair atau nazam. Sehingga, masyarakat tidak lagi menggunakan jimat dan jampir-jampi, tetapi beralih kepada nazam yang berisi nilai-nilai perjuangan Islam.

 

Abuya Dimyati wafat pada 3 Oktober 2003 (7 Sya‘ban 1424 H) dalam usia 78 tahun. Abuya meninggalkan tiga orang istri, enam orang putra, dan dua orang putri.  Selain Ashl al-Qadr fi Khashaish Fadlail Ahl Badr (Nazham yang menguraikan tentang keutamaan para sahabat ahli Badar), Abuya Dimyati juga terhitung produktif dalam melahirkan banyak kitab dalam bahasa Arab. Karya Abuya yang telah dicetak di Pesantren Raudatul ‘Ulum Cidahu adalah
 
1.Minhaj al-Istifa fi Khashaish Hizb an-Nashr wa Hizb al-Ikhfa (menguraikan tentang keutamaan Hizib Nashar dan Hizib Ikhfa),

2.al-Hadiyyah al-Jalaliyyah fi ath-Thariqah asy-Syaziliyyah (menguraikan tentang keutamaan dan metode dzikir tarikat Syaziliyah),

3.Rasm al-Qashr fi Khashaish Hizb an-Nashr,

4.Bahjah al-Qalaid fi ‘Ilm al-‘Aqaid,

5.Nur al-Hidayah fi Ba‘d ash-Shalawat ‘ala Khair al-Bariyyah,

6.Majmu‘ah al-Khutab.

 

Dalam buku Para Penjaga Al-Qur'an, yang diterbitkan Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur'an, disebutkan Abuya Dimyati bahkan juga menulis sebuah karya berjudul Madad al-Hakam al-Matin. Namun, sayangnya harus musnah dalam musibah kebakaran kediamannya pada tahun 1987.

 

Sufyan Syafii, penggiat sejarah, Pengajar di Ma'had Aly Saidusshiddiqiyah Jakarta, pengurus Matan DKI Jakarta.