Pesantren

Tanggulangi Radikalisme Agama, Ngajilah ke Pesantren NU

NU Online  ·  Kamis, 7 April 2016 | 21:01 WIB

Cirebon, NU Online
Di antara rangkaian haul almarhumin sesepuh dan warga Pondok Buntet Pesantren, panitia menyoroti masalah radikalisme dan terorisme yang dikemas dalam 'Halaqah Deradikalisasi' yang digelar di Aula YLPI Buntet Pesantren Cirebon, Rabu (6/4).

KH Tubagus Ahmad Rifqi Chowas, salah seorang pembicara, mengungkapkan bahwa paham radikalisme dipelopori oleh Abdurrahman bin Muljam yang kemudian melahirkan kelompok Khawarij.

"Radikalisme merupakan perpanjangan dari paham Khowarij dimana Abdurrahman bin Muljam cs yang membantai Sayyidina Utsman dan Sayyidina Ali. Padahal Abdurrahman bin Muljam ini seorang ahli ibadah berjidat hitam dan hafal Al-Qur'an," papar pengasuh Asrama Darussalam itu.

Namun, lanjut dia, Abdurrahman bin Muljam tidak mendahulukan adab dan akhlaq di atas yang lain sehingga menghilangkan sikap toleransi kepada pendapat lain, bahkan yang lebih dominan.

Ia menambahkan, kelompok radikal tidak mempunyai kesadaran berpikir dan menghayati Al-Qur'an dan hadits dengan hati nuraninya sehingga kedua sumber ajaran Islam tersebut hadir hanya sebatas tenggorokan saja.

"Ngaji itu bukan sekedar fiqh dan tafsir atau ilmu alat saja, tapi juga harus memperdalam tashawuf dan berthariqah mu'tabaroh. Ini yang tidak ada dalam kelompok radikal," tegasnya.

Padahal menurut kiai yang akrab disapa Kang Entus ini, ada sebuah hadits shahih yang menyatakan bahwa dzikrullah dan bergaul dengan para auliya dan ulama itu jauh lebih afdlal dibanding angkat senjata ketika terjadi peperangan melawan musuh atau dalam kondisi darul harbi, apalagi zaman sekarang yang damai.

Ia pun menyarankan kepada para santri untuk terus memperdalam ilmu agama Islam karena untuk menanggulangi radikalisme yang paling urgen adalah thalabul ilmi (mengaji) di pesantren NU agar memperoleh ajaran Islam secara utuh.

Selain Kang Entus, dalam kegiatan yang bertema 'Kontekstualisasi Konsep Jihad Dalam Bingkai Keindonesiaan' tersebut diisi Direktur Fahmina Institute, KH Marzuki Wahid, Serikat Jurnalis Untuk Keberagaman (Sejuk) Ahmad Junaidi serta Kapolsek Astanajapura AKP. Abdul Kholik. (Aiz Luthfi/Abdullah Alawi)

Terkait

Pesantren Lainnya

Lihat Semua