Pondok Pesantren Al-Mashturiyah didirikan oleh seorang tokoh Nahdhatul Ulama, KH Muhammad Masthuro atau dikenal Mama Masthuro. Ia lahir pada tahun 1901 di Kampung Cikaroya, Desa Cibolang Kaler, Cisaat, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat.
Pada 9 Rabiul Akhir 1338 H, bertepatan dengan 1 Januari 1920, KH Masthuro mulai mendirikan sebuah madrasah yang diberi nama Madrasah Ahmadiyah yang merupakan cabang dari Madrasah Ahmadiyah, Sukabumi. Nama Ahmadiyah dipilihnya karena dia adalah lulusan Madrasah Ahmadiyah Sukabumi. Nama Ahmadiyah ini tidak ada hubungannya dengan nama aliran yang didirikan oleh Mirza Gulam Ahmad.
Tahun 1941, KH Masthuro mengelola madrasah dan pesantrennya secara mandiri dan terpisah dari status cabangnya. Nama madrasah pun diubah menjadi Sekolah Agama Sirojul Athfal. Siroj berarti lampu ,dan athfal berarti anak laki-laki.
Atas saran dan hasil musyawarah pada tahun 1950, dibentuklah lembaga baru, dengan nama Sekolah Agama Sirojul Banat. Hal tersebut memungkinkan diterimanya santri perempuan untuk belajar di pesantren ini.
Perkembangan selanjutnya, secara berturut-turut, KH Masthuro mendirikan Madrasah Tsanawiyah Sirojul Athfal/Banat pada tahun 1967; dan Madrasah Aliyah Sirojul Athfal/Banat pada 1968. Di tahun yang sama, tepatnya tanggal 27 Rajab, KH Masthuro wafat.
Tahun 1974 nama Sirojul Athfal/Banat diubah oleh para penerusnya menjadi Perguruan Islam Al-Masthuriyah yang diambil dari nama Pendiri yaitu KH Muhammad Mashturo.
Santri, Menuntut Ilmu Sepanjang Hayat
Pada Ahad (17/09) yang lalu, digelar Silaturrrahim Akbar Alumni Al- Masthuriyah di Gedung Kesenian Pemda Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Ketua Umum PP Kalam, KH Abu Bakar Siddiq yang turut hadir mengatakan santri berstatus minal mahdi ilal lahdi (menuntut ilmu dari buaian sampai liang lahat); hubungan santri dengan kiai adalah hubungan abadi yang penuh berkah.
Selain itu salah satu tradisi pesantren adalah haul, atau peringatan dan pertemuan. Haul itu menyambungkan sanad keberkahan dan keilmuan. Momen musyahadah ada jabat tangan dan transfer barokah.
“Karena berguru itu harus kepada guru. Dan berapa pun lamanya jika sudah musyahadah itu tetap santri dan sumber keberkahan,” kata Kiai Siddiq.
Bupati Bogor, diwakili Camat Cibinong Bambang W, turut memberikan sambutan. Perhatian yang khusus untuk organisasi alumni ponpes dapat membuka jaringan. Ia berharap alumni dapat memberi manfaat bagi masyarakat dan bisa menjadi tauladan di tengah masyarakat.
“Dapat membantu pemerintah dalam meningkatkan kualitas hidup masyarakat khususnya di wilayah Bogor,” harapnya.
Sementara itu, Gubernur Jawa Barat yang diwakili Biro Kesejahteraan H Dedi Iskandar menyampaikan kewajiban alumni adalah berdakwah untuk umat, bukan karena pesanan, karena pendakwah adalah pelayan umat.
“Alumni juga harus bertanggung jawab atas risalah yang disampaikan,” pesannya.
Komitmen Menyebarkan Islam Rahmatan lil Alamin
Para alumni juga menyampaikan kesan-kesan mereka. Salah satunya H Khoirudin Ilyas, mengungkapkan pesantren merupakan sarana mengajarkan taat kepada guru.
“Termasuk di dalamnya kita dididik untuk taat kepada guru yang memberi ilmu,” katanya.
Di dalam pesantren juga dididik mandiri kebersihan dan kesederhanaan. “Saya masih ingat satu kegiatan yang mengajarkan ketelitian dan kebersihan, yaitu kegiatan kerja bakti bebersih tiap pagi memungut sampah. Kalau sekarang biasa dilaksanakan setiap Jumat,” paparnya.
Menurutnya, falsafah dari kegiatan ini adalah mengajarkan kebersihan agar senantiasa keimanan singgah dan bersemahyam di dalam diri. Apa bila para alumni itu pandai bebersih, hal terkecil saja sudah menebar manfaat yang sangat luar biasa di masyarakat.
“Sudah berapa banyak alumni yang tersebar sejak 97 tahun Al-Masthuriyah. Kira-kira junmlah alumni itu sudah mencapai 10 juta orang. Berapa banyak alumni yang sudah mendermakan dirinya untuk masyarakat dan mengharumkan nama Al-Masthuriyah,” lanjutnya.
Pimpinan Ponpes Al-Masthuriyah KH Abdul Aziz Masthuro berpesan para alumni itu harus selalu membaca basmillah. Hal itu merupakan suatu cara mengingat Allah.
“Dan berpola bismillahi masya allah laa kuwwata illa billah, agar kita diberi kekuatan oleh Allah Sang pemilik Kekuatan, hingga kita menjadi makhluk yang rahmatan lil alamin,” ujarnya. (Banu/Kendi Setiawan)