Internasional

Gus Yahya: Ketegasan dan Konsolidasi Internasional Kunci Wujudkan Solusi Palestina-Israel 

NU Online  ·  Sabtu, 31 Mei 2025 | 16:05 WIB

Gus Yahya: Ketegasan dan Konsolidasi Internasional Kunci Wujudkan Solusi Palestina-Israel 

Ketua Umum PBNU KH Yahya C. Staquf (Foto: Suwitno/NU Online)

Jakarta, NU Online 
Ketua Umum PBNU KH Yahya C. Staquf berpendapat perlu ketegasan sikap dan konsolidasi yang kokoh dari dunia internasional agar kedua negara, Palestina dan Israel mengakui kedaulatan masing-masing. 


"Yang perlu ditempuh selanjutnya adalah melakukan penggalangan dan konsolidasi internasional melalui platform-platform multilateral yang sah untuk menggulirkan proses politik yang decisive menuju terwujudnya solusi dua negara tersebut," ungkap kiai yang akrab disapa Gus Yahya  tersebut, di Jakarta, Sabtu (31/5/2025).


Terutama, lanjut Gus Yahya, dan ini prioritas utama, adalah menyelamatkan nyawa ribuan anak-anak, kalangan perempuan dan rakyat yang renta dari ancaman kekerasan akibat perang. 


"Yang harus dilakukan saat ini juga adalah penghentian kekerasan oleh pihak mana pun dan menolong korban-korban kemanusiaan dari konflik berkepanjangan ini," kata Gus Yahya mengingatkan seriusnya kondisi kemanusiaan di Gaza, Palestina.


Ini dapat dicapai, ujar Gus Yahya, dengan jalan menggugah dan menuntut dunia internasional agar patuh melaksanakan konsensus yang ada. 


"Pada saat yang sama, masyarakat internasional harus berkonsolidasi untuk menegakkan konsensus-konsensus dan kesepakatan-kesepakatan yang sudah ada terkait masalah Israel-Palestina dengan penerapan yang tegas atas semua pihak," kata Gus Yahya menambahkan.


Konsistensi Indonesia untuk Palestina
Terkait Palestina dan Israel, sikap dan politik luar negeri disampaikan Presiden RI Prabowo Subianto seusai menerima kunjungan Presiden Prancis, Emmanuel Macron, di Istana Merdeka Jakarta, Rabu (28/5/2025) lalu. Dalam kesempatan itu, Prabowo mengatakan, jika Israel mengakui Palestina, maka Indonesia juga siap mengakui dan membuka hubungan diplomatik. 


Atas pernyataan tersebut, Gus Yahya, menilai Presiden Prabowo menunjukkan konsistensi politik luar negeri Indonesia yang akan selalu mendukung bangsa-bangsa di dunia dalam memperjuangkan kemerdekaan.


"Presiden Prabowo konsisten," katanya, “pernyataan Presiden Prabowo tentang kesiapan Indonesia mengakui keberadaan Negara Israel dengan syarat diakui dan ditetapkannya keberadaan negara Palestina, itu konsisten dengan kebijakan solusi dua negara yang dikukuhi Indonesia sejak semula," ujar Gus Yahya. 


Ini, katanya, sama persis dengan garis perjuangan NU yang akan selalu berdiri tegak bersama kekuatan lain di dunia untuk kemerdekaan bangsa Palestina.


Seperti diberitakan, Presiden Prabowo Subianto mengatakan RI akan membuka hubungan diplomatik dengan Israel. Namun hal itu hanya akan dilakukan jika Israel mengakui kemerdekaan Palestina. 


"Salah satu hal yang sangat penting dalam pembahasan saya dengan Presiden Macron adalah apa yang disampaikan oleh Presiden Macron tentang kehendak Prancis untuk mendorong penyelesaian damai masalah Palestina," kata Prabowo.


Prabowo menegaskan bahwa RI mendesak two-state solution sebagai satu-satunya jalan untuk mencapai perdamaian. Dengan begitu, ujar Prabowo, kedaulatan Israel juga harus diakui sebagai negara. 


"Di berbagai tempat, di berbagai forum, saya sampaikan sikap bahwa Indonesia memandang hanya penyelesaian two-state solution, kemerdekaan bagi bangsa Palestina  merupakan satu-satunya jalan untuk mencapai perdamaian yang benar," kata Prabowo.


Sementara Prancis menegaskan tekadnya untuk mengakui negara Palestina dan mengutuk langkah Israel memperluas serangan militer dan melakukan blokade bantuan kemanusiaan di Jalur Gaza, yang mereka sebut "tidak dapat dibela".


Penegasan Prancis itu, disampaikan Menteri Luar Negeri (Menlu) Prancis, Jean-Noel Barrot, dalam pernyataan terbarunya saat berbicara kepada radio France Inter. Barrot juga menegaskan kembali bahwa Prancis mendukung inisiatif yang dicetuskan Belanda untuk meninjau kembali perjanjian kerja sama antara Uni Eropa dan Israel, yang nantinya dapat mempengaruhi hubungan politik dan ekonomi.