7 Hal yang Perlu Diperhatikan dalam RUU Sisdiknas bagi Pendidik dan Tenaga Kependidikan
NU Online · Sabtu, 31 Mei 2025 | 21:00 WIB

Ketua Dewan Pakar Pimpinan Pusat Persatuan Guru Nahdlatul Ulama (Pergunu), Prof Ojat Darojat ada webinar bertema RUU Sistem Pendidikan Nasional: Kontribusi, Aspirasi dan Inspirasi Perguruan Tinggi, PAI, PJJ, Madrasah, dan Pesantren yang diselenggarakan PP Pergunu pada Jumat (30/5/2025) malam. (Foto: tangkapan layar)
Rikhul Jannah
Kontributor
Jakarta, NU Online
Ketua Dewan Pakar Pimpinan Pusat Persatuan Guru Nahdlatul Ulama (Pergunu), Prof Ojat Darojat menyebutkan terdapat 7 hal yang perlu diperhatikan dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) bagi pendidik dan tenaga kependidikan.
Pertama, kategorisasi pendidik dan tenaga kependidikan. Ia menyampaikan bahwa perlu pengaturan kategorisasi jenis-jenis pendidik dan tenaga kependidikan dalam proporsional sesuai kebutuhan, tanpa menimbulkan ketimpangan aturan.
“Aturan terkait pendidik dan tenaga kependidikan masih tersebar di Undang-Undang, Peraturan Presiden, Peraturan Menteri sehingga masih terjadi tumpeng tindih,” katanya pada webinar bertema RUU Sistem Pendidikan Nasional: Kontribusi, Aspirasi dan Inspirasi Perguruan Tinggi, PAI, PJJ, Madrasah, dan Pesantren yang diselenggarakan PP Pergunu pada Jumat (30/5/2025) malam.
Kedua, kualifikasi dan mekanisme rekruitmen. Ia menyampaikan bahwa belum adanya standar nasional yang terukur untuk nonguru,sehingga rekruitmen tenaga kependidikan acap kali didasarkan pada koneksi politik atau kebutuhan darurat, tanpa standar kompetensi yang berlaku.
“Solusinya bisa atur dalam Undang-Undang Sisdiknas atau turunannya dengan mencantumkan syarat kompetensi minimal,” katanya.
Prof Ojat menambahkan bahwa dalam kategorisasi ini kerap mengabaikan psikotes dan asesmen karakter pada calon sehingga masih terdapat kasus kekerasan di lingkungan pendidikan.
“Perlu diwajibkan psikotes dan simulasi kerja, tes kepribadian, role play menghadapi murid yang nakal atau orang tua yang marah-marah, itu bisa dijadikan solusi untuk mengetes calon pendidik dan tenaga kependidikan,” ucapnya.
Ketiga, mekanisme seleksi dan sertifikasi guru. Menurutnya, mekanisme seleksi dan sertifikasi guru perlu memastikan setiap guru harus ke dalam sistem secara kompeten dan profesional. Mekanisme seleksi yang tidak transparan, membuat proses seleksi guru (CPNS) kerap dianggap tidak adil karena soal ujian tidak terstandar, seperti beda daerah dan beda kualifikasi.
“Nilai passing grade pun bisa diubah sepihak oleh panitia. Maka solusi yang bisa ditawarkan membuat platfrom rekruitmrn nasional dengan bank soal terstandar BNSP, sistem penilaian otomatis, dan hasil ujian terbuka untuk diverifikasi publik,” katanya.
Keempat, jalur alternatif penyediaan guru. Prof Ojat mengatakan bahwa persyaratan rekruitmen guru yang kaku seperti syarat formal dan sertifikasi pendidik menghalangi ahli praktisi.
“Misalnya madrasah ibtidaiyah tidak harus seorang yang telah menamatkan ijazah pada pendidikan formal, tetapi juga dimungkinkan dari para praktisi lingkungan pesantren yang punya kompetensi tertentu,” ucap Guru Besar Universitas Terbuka.
Kelima, peningkatan kesejahteraan pendidik dan perlindungan hukum. Ia menyampaikan bahwa kesejahteraan guru menjadi permasalahan yang terus berulang, di antaranya tunjangan guru di Papua sering terlambat dibayarkan dan rasio pendidik-siswa tidak merata.
“Perlindungan hukum ini bisa menjamin bagi pendidik dan tenaga pendidik dari tuntutan orang tua siswa yang tidak profesional dan perlunya layanan konseling kesehatan mental bagi para pendidik dan tenaga kependidikan,” ujar Prof Ojat.
Keenam, pengembangan karier yang berkelanjutan. Prof Ojat berharap dengan adanya RUU Sisdiknas ini pengembangan karir yang berkelanjutan bagi guru dan tenaga kependidikan bisa berkurang atau dibebaskan dari administrasi yang berlebihan.
“Perlu adanya pelatihan manajemen berbasis data untuk guru dan tenaga kependidikan. Skema karir dan penghargaan yang setara juga harus jelas,” ucapnya.
Ketujuh, ketersediaan guru di daerah terpencil. Ia menyampaikan bahwa masalah yang terjadi saat ini yaitu ketimpangan distribusi dan kualitas guru di daerah perkotaan dan pedesaan, serta sekolah negeri dan swasta. Masih rendahnya minat guru bertugas di daerah terpencil dan korupsi dana pendidikan di daerah yang mengganggu distribusi insentif.
“Dari masalah tersebut, solusinya perbaikan sistem pendistribusian guru dan tenaga kependidikan berbasis kebutuhan darah. Insentif khusus perlu diberikan kepada guru yang mengajar di wilayah 3T, serta kewajiban guru PNS mengabdi minimal tiga sampai lima tahun di wilayah 3T sebelum mutasi,” katanya.
Selain itu, Ketua Pengurus Wilayah Pergunu Lampung, Prof Imam Syafei berharap bahwa guru yang telah diangkat menjadi PNS dapat mengajar ke sekolah swasta dan madrasah, sehingga ketimpangan kualitas guru dapat diminimalisir.
“Tentu sekolah madrasah dan sekolah swasta disini akan kekurangan kualitas guru, kualitas pendidik. Mereka yang diangkat PNS itu rata-rata mereka yang memiliki kualitas yang bagus,” ujarnya, “tapi sayangnya PNS yang selama ini dibina mengajar pada sekolah-sekolah swasta ternyata diambil oleh pihak sekolah negeri. Sehingga sekolah itu tidak mengalami kegoncangan dalam proses pendidikan,” tambahnya.
Terpopuler
1
Keistimewaan Bulan Dzulhijjah dan Hari Spesial di Dalamnya
2
Amalan Penting di Permulaan Bulan Dzulhijjah, Mulai Perbanyak Dzikir hingga Puasa
3
Kelola NU Laksana Pemerintahan, PBNU Luncurkan Aplikasi Digdaya Kepengurusan
4
Tak Bisa Mengelak Lagi, Negara Wajib Biayai Pendidikan Dasar Termasuk di Swasta
5
Mengenal Aplikasi Digdaya Kepengurusan yang Diluncurkan PBNU
6
Prof Masud Said Ungkap Peran KH Tolchah Hasan dalam Pendidikan hingga Kebangsaan
Terkini
Lihat Semua