Parlemen

Komisi XI DPR: 20 Persen Anggaran Pendidikan Tak Merembes ke Pendidikan Islam

Sen, 14 September 2020 | 03:15 WIB

Komisi XI DPR: 20 Persen Anggaran Pendidikan Tak Merembes ke Pendidikan Islam

Wakil Ketua Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) Fathan Subchi. (Foto: dpr.go.id)

Jakarta, NU Online

Wakil Ketua Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) Fathan Subchi menyoroti besarnya anggaran pendidikan 20 persen yang tidak merembes ke lembaga pendidikan Islam seperti pondok pesantren, madrasah diniyah, dan Taman Pendidikan Al-Qur’an (TPQ).


"Pemerintah telah menganggarkan bidang pendidikan sangat besar. Maka pelaksanaan anggaran pendidikan ini harus kita awasi bersama," ujar Fathan dalam diskusi terbatas Antisipasi Lost Generation dan Adaptasi Kenormalan Baru di Bidang Pendidikan yang diselenggarakan Fasih Foundation di Joglo Kopi Deplok, Mindahan, Batealit Jepara, pada Sabtu (12/9) lalu.


Sekretaris Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (FPKB) ini mengatakan, kader muda NU harus bisa menganalisis anggaran dan belajar mengenai kebijakan publik bidang pendidikan. “Ke depan saya minta Fasih Foundation memfasilitasi pelatihan analisa kebijakan publik dan anggaran pembangunan,” katanya.


Sementara itu, Ketua Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (Lakpesdam PBNU) Rumadi Ahmad menyebut pandemi Covid-19 telah meluluhlantakkan peradaban manusia di hampir semua bidang kehidupan, mulai dari ekonomi, transportasi, konstruksi, pariwisata, pendidikan bahkan agama. Namun, hal tersebut masih terantisipasi peradaban teknologi informasi dan telekomunikasi.


"Kita tidak sendiri. Ada sekitar 200 negara yang terdampak pandemi Covid-19. Ada negara yang ketat menerapkan protokol kesehatan hingga laju ekonominya anjlok, ada yang menerapkan herd immunity sehingga angka kematian tinggi. Negara kita lebih moderat dengan Pembatasan Sosial Berskala Besar,” katanya.


Lebih lanjut, Tenaga Ahli Kantor Staf Presiden itu juga menjelaskan pentingnya keikutsertaan masyarakat dalam kebijakan perang melawan pandemi global Covid-19. Partisipasi masyarakat ini sangat penting untuk menghadang laju ketidakpercayaan kepada pemerintah yang diembuskan pihak yang ingin mengail di air keruh.


“Kami yakin dengan peran serta masyarakat, terutama di bidang pendidikan, lost generation bisa diantisipasi dan diminimalisasi. Orang kampung seperti kita sudah terbiasa hidup dalam keterbatasan. Selalu punya solusi alternatif yang solutif dan konstruktif,” ujar dosen UIN Syarif Hidayatullah Jakarta itu.


Ketika pemerintah mempunyai kebijakan menutup sekolah dan melalukan pembelajaran jarak jauh, masyarakat di kampung masih bisa belajar tatap muka secara terbatas di rumah kiai atau mushala.


"Kalau sekadar taklim, mungkin Mbah Google lebih jagoan. Tapi pendidikan anak-anak kita juga membutuhkan pembentukan karakter dan budi pekerti,” imbuh Rumadi.


Wakil Ketua Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Jepara Adib Khoiruzzaman mengatakan perlu mengadopsi program pendidikan dan pembelajaran yang dilakukan kiai-kiai kampung, yaitu pemberdayaan mushala.


"Di samping mengaji, di musholla bisa dijadikan sanggar belajar dengan pendampingan dari mahasiswa atau guru di sekitar musholla,” pungkas dosen Universitas Islam Nahdlatul Ulama (Unisnu) Jepara.


Pewarta: Syakir NF

Editor: Fathoni Ahmad