Soal Kondom Gratis dan Jilbab Polwan
NU Online · Senin, 13 Januari 2014 | 06:02 WIB
Menurut hasil sensus penduduk Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2010, tercatat sebanyak 207.176.162 penduduk Indonesia memeluk Agama Islam. Sementara itu jika dihitung persentasenya jumlah 207.176.162 tersebut setara dengan 87,18% dari total penduduk Indonesia. Ini juga menunjukan bahwa bangsa Indonesia merupakan bangsa yang terbanyak umat muslim dibandingkan dengan bangsa-bangsa lain di dunia. <>
Namun dengan penduduk yang mayoritas muslim tersebut bangsa Indonesia tidak memilih mendirikan negara beraraskan Islam. Para pendiri bangsa memilih sistem demokrasi yang berasakan Pancasila dan Undang-Undang dasar 1945, dalam pengertian memberi kesempatan kepada warga yang non muslim untuk tinggal di bangsa Indonesia ini dan memberi kebebasan untuk bereksperesi menyampaikan argumentasinya dalam membangun bangsa Indonesia kedepannya.
Namun belakangan, terutama semenjak era reformasi, Sistem demokrasi yang dipakai oleh bangsa Indonesia bisa dikatakan demokrasi yang kebablasan, dalam artian dengan kebebasan berfikir, berpendapat bahkan bertindak baik dari rakyatnya sampai ke pemerintahannya, banyak kebijakan-kebijakan yang sudah tidak sesuai dengan norma dan nilai-nilai adat budaya bangsa Indonesia itu sendiri yang sesuai dengan data merupaka negara yang terbanyak umat muslimnya dibandingkan dengan negara-negara lain di dunia.
Walaupun bangsa Indonesia ini bukan negara muslim dan tidak berlandaskan pada Al-Qur’an dan hadist tapi kebijakan-kebijakan atau undang-undang paling tidak harus mempertimbangkan bahkan harus mengaca pada Al-Qur’an dan hadist tersebut, bukan pada terori-teori barat yang yang tidak sesuai dengan pandangan agama Islam itu sendiri. Inilah yang menyebabkan banyak peraturan dan undang-undang yang tidak sesuai dengan norma-norma islam bahkan lebih cendrung pada pandangan dunia barat. Sedangkan para penguasa negara, pejabat pemerintahan, perancang undang-undang bahkan yang memutuskan undang-undang mayoritas adalah umat muslim, tapi kenapa bnyak peraturan yang keluar dan menyalahi syariat agama Islam, seperti contoh kebijakan Kemenkes tentang penyebaran secara gratis kondom dalam mengatasi penyakit HIV/AID dan penundaan Polwan memakai jilbab ketika sedang bertugas. Dua kebijakan ini sangat ironis bagi bangsa Indonesia yang masyarakatnya mayoritas muslim, apalagi para pejabat pemerintahannya juga mayoritas muslim.
Yang pertama kebijakan kemenkes dalam penyebaran kondom secara gratis dengan tujuan yaitu untuk penangualangi penyebaran penyakit HIV/AID dikalangan masyarakat apalagi bagi remaja. Program pemerintah dalam menanggulangi penyebaran penyakit HIV/AID adalah merupakan tugas yang sangat mulia, tapi dalam penanggulangi penyebaran penyakit tersebut dengan menyebarkan atau membagikan kondom secara gratis kepada masyarakat terutama kalangan remaja bagi saya kurang tepat, karena dengan kebijakan ini akan menimbimbulkan banyak efek negatifnya yang terjadi dari pada fositifnya.
Pembagian kondom secara gratis kepada masyarakat yang terjadi pada 1 Desember 2013 dalam rangaka memperingati hari HIV/AID sedunia dan Pekan Kondom Nasional (PKN) merupakan langkah pemerintah terutama Kemenkes dalam menanggulangi penularan penyakit HIV/AID di Indonesia. Tapi hal ini sangat membahayakan apalagi dikalangan remaja yang bisa berfikir secara dewasa, dan hal ini dimanfaatkan oleh mereka untuk melakukan hubungan seks tanpa mempertimbangkan dampak kehamilan bagi perempuan karena sudah memakai alat pengaman atau kondom.
Kebijakan ini bukannya menimbulkan efek fositif yaitu menanggulangi penyebaran penyakit HIV/AID, tapi menyebabkan dampak negatif yang akan terjadi, yaitu banyak terjadi hubungan seks diluar nikah dalm Islamnya disebut dengan Zinah. Sedangkan dalam ajaran hukum agama Islam perbuatan ini sangat dibenci dan dilarang oleh agama, jagankan melakukan zinah melakukan hal yang mendekatinya juga sangat dilarang.
Permasalahannya adalah kemana para pemerintah, pengambil kebijakan bahkan yang melaksanakan kebijakan tersebut yang katanya mayoritas beragama Islam, tapi hal-hal yang merusak ajaran agama Islam tidak dilarang bahkan dibiarkan. Kemudian pertanyaannya adalah apakah jabatan, kepentingan baik pribadi maupun kelompok mengalahkan dan melupakan agama ?.
Kemudian yang kedua adalah kebijakan Mabes Polri dalam menunda kebebasan bagi seorang Polwan yang beragama Islam untuk memakai Jilbab ketika dianas atau sedang menjalankan tugas. Sedangkan Kepala Mabes Polri itu sendiri adalah juga beragama Islam.
Kita semua memahami bahkan mengetahi secara jelas, jika seorang Polwan yang ketika diansnya atau dalam bertugas tidak memakai jilbab otomatis mereka mengeluarkan rambutnya, sedangkan rambut seorang perempuan adalah auratnya dan jika seorang perempuan membuka auratnya maka hal itu sangat dilarang dalam ajaran agama Islam apalagi ditempat-tempat umum.
Ajaran dalam agama Islam memerintahkan untuk menutupi auratnya, aurat bagi laki-laki antara pusar dan lutut, sedangkan aurat perempuan adalah selain muka dan telapak tangan, sedangkan rambut adalah bagian dari aurat perempuan. Bagaimana dengan seorang Polwan yang setiap bertugas tiadak memakai jilbab, berarti Polwan sudah melanggar dari ajaran agama Islam dan tidak menjalankan perintah untuk menutupi auratnya.
Yang jadi pertanyaannya adalah kenapa bangsa Indonesia yang mayoritas penduduknya muslim bahkan pejabat pemertintahnya juga seorang muslim, tapi anjuran dan larangan dari hukum Islam itu sendiri banyak dilanggar dan tidak dilaksanakan, bahkan ada dari sebagian peraturan pemerintah yang keluar dari jalur hukum syri’at Islam.
Alangkah lucu dan ironisnya kalau kita pahami secara mendalam dari dua kebijakan pemerintah ini yang dikaitkan dengan mayoritas masyarakat bangsa Indonesia ini adalah muslim, bahakan para pemerintah atau penguasanya juga beragama Islam, karena dua kebijakan ini sangatlah bertentanggan dengan anjuran dan larangan dari ajaran syari’at hukum Islam.
Apakah benar sesuai dengan hasil sensus penduduk Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2010 yang mengatakan 87,18% dari total penduduk Indonesia adalah beragama Islam, kalau dilihat dari sudut pandang banyak peraturan pemerintah yang tidak sesuai bahkan bertentangan dengan ajaran agama Islam. Wallahua’lam.
Zaharuddin M.
Ketua Umum PK PMII STAINU Jakarta
Comunitas Bengkel Penulisan “Faragraf” STAINU Jakarta
Terpopuler
1
Niat Puasa Arafah untuk Kamis, 5 Juni 2025, Raih Keutamaan Dihapus Dosa
2
Laksanakan Puasa Tarwiyah Lusa, Berikut Dalil, Niat, dan Faedahnya
3
Menggabungkan Qadha Ramadhan dengan Puasa Tarwiyah dan Arafah, Bolehkah?
4
Khutbah Idul Adha: Mencari Keteladanan Nabi Ibrahim dan Ismail dalam Diri Manusia
5
Terkait Polemik Nasab, PBNU Minta Nahdliyin Bersikap Bijak dan Kedepankan Adab
6
Takbiran Idul Adha 1446 H Disunnahkan pada 5-9 Juni 2025, Berikut Lafal Lengkapnya
Terkini
Lihat Semua