Opini

Sesama Murid Dilarang Saling Mengisi Raport

NU Online  ·  Sabtu, 31 Oktober 2015 | 00:02 WIB

Oleh Jamal Nash
Mencoba menulis kembali apa yang saya peroleh dari ngaji dengan Emha Ainun Najib (Cak Nun), ngaji yang tepatnya di malam bulan RamadlanDi sebuah kota kecil yang dilewati jalur pantura, Pati tepatnya. Di depan sebuah bangunan yang dinamai Rumah Adab Indonesia kami semua dudukmencoba menangkap semua omongan dari Cak Nun<> yang memang apa adanya dan kadang disertai celotehan-celotehan yang cukup menggelitik, berharap dapat memetik ilmu dari apa yang kami dengar. 

Seperti ngaji-gaji Cak Nun biasanya yang memang dimulai larut malam, perhatian kami semua saat itutertuju pada omongan yang keluar dari mulut Cak Nun, sambil sesekali dihiasi suara truk-truk yang melintasi jalan didepan tempat kami ngaji.

Banyak sekali yang disampaikan Cak Nun malam itu, tapi ini sedikit yang masih saya ingat. Ditemani dengan rokok kreteknya yang khas dan secangkir kopi item. Cak Nun mengulas cerita tentang seorang pemuda yang diperintah oleh ayahnya untuk mencari makhluk Tuhan yang paling jelek, yang sebelumnya diceritakan oleh Habib Anis untuk membuka ngaji dimalam itu. Tapi menurut saya cerita tersebut memang sengaja diceritakan Habib dari Yaman tersebut untuk dikomentari oleh Cak Nun.

Kurang lebih seperti ini cerita yang cukup menarik bagi saya tersebut. Suatu ketika seorang ayah menyuruh anak laki-lakinya untuk mencari makhluk Tuhan yang paling jelek, mendengar perintah dari ayahnya, pemuda tersebut lantas pergi mencari apa yang diperintahkan ayahnya. Setelah beberapa waktu perjalananya, pemuda ini menjumpai seorang pelacur yang setiap hari menjajakan dirinya, ditukar dengan butir-butir rupiah. Dalam pikir pemuda tersebut pasti ini makhluk Tuhan yang paling jelek, seperti apa yang dimaksud orang tuanya. Namun timbul dipikirannya, tidak sepenuhnya pelacur ini jelek Ia masih mempunyai sisi baik dari kehidupanya, Ia bekerja seperti ini untuk membiayai biaya pendidikan anaknya yang mungkin dikemudian hari menjadi orang yang baik, menjadiguru atau pemimpin yang adil mungkin bahkan menjadi seorang kiai. Anggapan jelek pemuda tersebut kepada pelacur itupun memudar dan kemudian pergi meninggalkanya untuk kembali mencari makhluk Allah yang paling jelek.

Diperjalanan pencariannya pemuda itupun kemudian bertemu dengan seorang pemimpin yang menggunakan kekuasaanya untuk memperkaya dirinya atau saat ini kita kenal dengan koruptor, kesan yang sama muncul di pikiran pemuda tersebut dengan saat awal bertemu dengan pelacur tempo hari, namun tak lama itupun sirna, Ia masih melihat sisi baik dari diri seorang pemimpin yang dholim tersebut. dalam keserakahannya mengeruk harta dengan memanfaatkan kekuasaannya, Ia tetap memberi rasa aman kepada rakyatnya. Ia juga seorang kepala rumah tangga yang sayang kepada keluarganya. Kekecewaanpun menghampiri pemuda ini setelah dua kali orang yang Ia temui bukanlah yang dimaksud oleh ayahnya namun tidak mengurangi semangatnya untuk terus mencari.

Setelah begitu lama Ia melakukan perjalanan untuk mencari makhluk Tuhan yang paling jelek, banyak sekali ia temui fenomena-fenomena yang dianggap jelek oleh masyarakat kita umumnya, namun dibalikkejelekan-kejelekan yang Ia jumpai, Ia juga menjumpai kebaikan dan bahkan kemuliaan.

Hingga kemudian Ia menemukan seekor anjing dengan tampilan fisik yang sangat jelek dan dipenuhi dengan berbagai macam penyakit, seketikapemuda itu yakin bahwa anjing inilah makhluk Tuhan yang paling jelek sama seperti apa yang dimaksud ayahnya, dengan sekujur tubuhnya dipenuhi penyakit, kurus, kotor diperkuat dengan statusnya sebagai hewan yang najis juga haram.

Dibawa pulanglah anjing itu untuk diperlihatkan kepada ayahnya, namun sebelum sampai rumah lagi-lagi pemuda ini menemui keraguan. Lahirsebagai seekor anjing yang kurus, kotor, penyakitan, najis dan haram bukanlah kehendak anjing ini dan merupakan sunatullah, dalam pikirnya. Anjing ini juga sedikitpun tidak memiliki dosa, berbanding terbalik dengan kita manusia, yang bergelimpangan dosa. Dilepaslah anjing itu oleh si pemuda dan pulang dengan tangan hampa.

Sesampai di rumah sang ayah bertanya kepada si pemuda tersebut, mana makhluk Tuhan yang paling jelek yang aku suruh kau untuk mencari. Dan jawab sipemuda “Aku”, begitulah jawaban dari pemuda itu, Ia merasa bukanlah kuasanya untuk menilai baik dan buruk makhluk Tuhan sekalipun itu seekor anjing.

Bukanlah kapasitas kita manusia untuk menilai baik-buruk, benar-salah seseorang. Orang lain salah, bid’ah, sesat atau bahkan kafir dan kelompok kita lah yang benar. Apalagi hanya dilihat dari simbol-simbol lahiriah saja. Belum tentu mereka yang setiap saat berbaju koko, berpeci, ke sana kemari pakai sarung atau yang nggak mau pakai celana kalau nggak diatas mata kaki itu maqom derajatnya di hadapan Tuhan lebih mulia dibanding mereka yang berpenampilan sebaliknya.

Berpuas-puaslah hanya pada tatapan Tuhan, soal nanti dinilai baik oleh orang lain itu mah resiko. Sesama murid dilarang saling mengisi raportbukan??..